"Komen dan votes, ya. Supaya author gue semangat namatin cerita ini." - Sadewa
•
"Sam?" Sadewa menghampiri sosok yang terbaring di ranjang rawat inap kelas I, digenggamnya tangan yang tidak terhubung selang infus seraya menyentuh lembut pundaknya. "Bik, katanya Sam udah sadar?"
Bi Ririn terdiam dengan wajah pusat sembari menggendong Freya. "T-tadi ...," ucapnya gagap. "Tadi bibik lihat tangannya bergerak, karena panik, bibik telpon mas Dewa."
Napas berat diembuskan, iris abunya menatap ke arah teman-temannya yang kini menatap iba raga Samantha yang tak berdaya. Mereka tak menyangka, sahabatnya itu mengalami nasib yang sangat menyedihkan, mulai dari masalah dengan Sadewa dan kondisi rumah tangganya. Mantan pentolan geng The Monsters itu pun telah mengutarakan semuanya, sehingga rasa penasaran terjawab sudah, termasuk ....
"Guys, kalian pulang aja," titah Sadewa sembari melirik jam dinding yang berhenti di angka tujuh malam.
Romeo mendekati Sadewa, lalu menepuk pundaknya. "Lo juga, Wa. Rehat, raga lo lelah." Awan dan Senja mengangguk setuju dengan ucapannya.
"Yo, Ja, nginep rumah gue aja," ujar Awan pada Romeo dan Senja, kontan lehernya langsung dipeluk erat oleh Senja dari samping.
"Dengan senang hati!" ucap Senja sambil menyengir.
"Ja ...." Awan memukul lengan Senja yang masih melingkar di lehernya beberapa kali, mulai terbatuk-batuk. "Lepas!" pekiknya seraya melepas paksa rangkulan itu, sukses membuat Senja cekikikan.
"Makasih untuk tawarannya, Bi," ujar Romeo, lelaki yang tengah bergelut dengan kesibukannya di luar kota, namun tetap menyempatkan waktu menjenguk sang sahabat. Saat pesawat landing, ia langsung ke rumah sakit, mengikuti arahan maps yang di share oleh Sadewa, dan di sofa cokelat itu ... ransel hitam miliknya diletakkan begitu saja, ia belum sempat check in di hotel terdekat.
"Kalau gitu, gue sama Qiana balik dulu ya," ujar Vanilla seraya mengeratkan sweater cream berkancing kuning keemasan. Sementara Qiana sibuk mengambil barang-barangnya yang tergeletak di dekat ransel Romeo. "Yuk, Qi!"
Sebelum pamit, mereka menyempatkan untuk mencium dan memberi pelukan hangat pada Cleo yang masih terjaga seraya memainkan robot Ironman.
"Terim kasih, Om, Tante, udah jenguk mama," ucap Cleo sambil mencium tangan mereka. Pipi gemasnya tak luput dari cubitan dan kecupan, hingga membuatnya kemerahan. Kalau tidak dihentikan Sadewa, anaknya itu bisa jadi bulan-bulanan kegemasan dan keganasan teman-temannya.
"Cleo gemes banget, sih?" ujar Senja sambil mendekap tubuh bocah itu dari depan dan mengusap kepalanya. "Bobok rumah Om Enja, yuk? Nanti Om kasih banyak main—"
Plak! Sentilan mendarat di kening Senja. "Jangan nipu anak kecil! Lo aja numpang di rumah gue!" sahut Awan dengan sinis, kontan ucapannya yang mengandung kebenaran itu mendapat respons geli.
"Nah, Cleo ...." Kini giliran Romeo berlutut, menatap Cleo dengan saksama, kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. "Buat kamu," ujarnya seraya menyerahkan setusuk permen gulali yang ia beli di kantin tadi.
"Makasih, Om Romeo!" Cleo kegirangan menerima permen itu dan langsung dibuka bungkusnya untuk kemudian ia nikmati.
Senja berdecih dengan senyum simpul. "Malu woy! Ngasih anak CEO kok cuma permen harga lima ratus," sindirnya. "Ngasih tuh, mobil kek, motor trail for kids kek, atau mainan yang bisa bermanfaat untuk jangka panjang—"
Ctak! Awan kembali menyentil mulut Senja, cukup kuat, membuat mata Senja kontan berair menahan perihnya sentilan itu. "Orang miskin diem aja, gak usah banyak cingcong!"
"Astaghfirulloh!" Tanpa sadar, Qiana menyaringkan suaranya, kontan seluruh atensi beralih padanya, termasuk Vanilla yang langsung menyikut wanita itu dan memberi isyarat untuk memelankan suara. Qiana pun mendesis sebal dan berkacak pinggang sambil menatap Awan, Senja dan Romeo bergantian. "Sadar woy! Udah tua, gak waktunya jokes kek gitu!"
Awan bangkit dari posisinya kemudian menatap Qiana. "Jadi dewasa gak harus membatasi diri untuk bertingkah kekanakan demi mendapat kebahagiaan," jedanya, sedetik kemudian senyum lebar menghiasi bibirnya. "Eh, gue lupa, sejak ditinggal Jeje, lo kan ... gak pernah bahagia."
"Ups!" Senja menahan tawa dengan wajah memerah, begitu juga Romeo dan Vanilla. Sementara Qiana berhasil dibuat dongkol karena aib terbesar dalam hidupnya telah terbongkar.
"Ssstt ...." Sadewa menengahi, suasana pun mendadak senyap. "Gih, balik."
Satu persatu pergi, tersisa Awan yang sengaja memperlambat langkah. Wajahnya tetap baby face meski usianya sebentar lagi 24 tahun, ia berbisik di telinga Sadewa yang sempat adu jotos dengannya lima tahun lalu. "Ini kesempatan lo untuk perbaikin semuanya. Tunjukkin ke Samantha, kalau lo benar-benar tobat dan berubah. Jangan kecewakan dia lagi, karena ...." Awan menjeda, menghela napas yang terasa sesak di dada saat mengamati kondisi Samantha yang memprihatinkan. "Hidup ini cukup tidak adil untuknya."
•
A/N; maaf baru bisa update lagi, sempat hilang mood karena komen gak seimbang dg jumlah akun yg vote 😏
•
Published: 3 Oktober 2021
Love,
Max
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bahtera, Satu Cinta • Trilogy Of Sadewa (COMPLETED)
Romance[FOLLOW SEBELUM BACA] Baca Sadewa & Samantha dulu!! Genre: Romance - Dewasa | 21+ "Gue cuma pengin melampiaskan kangen ke lo, wajah yang selama ini gak bisa gue lupain." Sadewa hendak meraih tengkuk Samantha, namun ditepis. "Kalo waktu bisa diputar...