Gadis berkepang dengan kaca mata tebal membingkai matanya itu berjalan gontai dengan wajah di tekuk menuju sebuah rumah sederhana yang jauh dari kata mewah.
Seragam putih-abu masih menempel kebesaran pada badannya yang mungil, sepasang sepatu usang yang setia menemaninya sejak SMP menghiasi kakinya. Nara menundukkan kepalanya menatap seragam nya, warna putihnya mulai pudar bahkan ada bercak kekuningan di beberapa titik.
Pantas saja guru kesiswaan SMA Erlangga tak bosan mengingatkannya untuk membeli seragam baru. Tapi, Nara bukannya tidak mau mengganti seragamnya, hanya saja dia tidak punya uang untuk membeli seragam Erlangga yang harganya setara dengan biaya hidupnya berbulan-bulan.
"Ehhh, Nara lo kemana aja, huh?! Jam segini baru pulang, habis kelayapan dari mana lo?" sentak Siska dengan kedua tangan di depan dada, seperti biasanya, "jangan-jangan habis ngecengin om-om ya? Pantesan lo bisa bayar sekolah di Erlangga, ternyata muka lo menipu!!!" lanjut Siska tertawa mengejek
Nara mengerutkan dahinya tidak mengerti, "maksud kamu apa? Aku kan udah bilang kalau selama ini aku dapet beasiswa di Erlangga."
"Ups!! Siapa yang tau kalo semua itu akal-akalan lo aja," balas Siska belagu
"Aku mau masuk," ujar Nara mengabaikan Siska sembari memberikan isyarat agar Siska menyingkir dari jalannya
Dengan senang hati Siska menyampirkan tubuhnya, Nara merasa ada yang aneh biasanya Siska tidak akan melepaskannya semudah itu.
"Jangan lupa beresin barang-barang lo juga sebelum nyokap gue lempar ke tong sampah," Nara semakin tidak mengerti apa maksud semua perkataan Siska, namun gadis lugu itu memilih mengabaikannya. Paling-paling Siska memprovokasi mamanya lagi untuk memarahi dirinya, itu hal biasa yang wajib Siska lakukan setiap harinya demi melihat Nara menderita.
Nara sudah biasa.
Gadis itu melangkah masuk ke ruang tamu super kecil dengan deretan sofa bekas yang sudah usang, sofa yang dulu di beli Ayahnya dari penjual barang bekas yang berkeliling di kampung.
Lagi-lagi Nara harus menghentikan langkah di sana seorang wanita setengah baya memakai pakaian kekinian berdiri dengan wajah garang menatapnya. Nara tidak tau bagaimana Ibu tirinya bisa membeli pakaian-pakaian mahal itu sementara dia setiap hari harus membanting tulang untuk makan dan mencari uang saku.
Di sebelah kiri wanita itu duduk seorang laki-laki setengah baya yang tertunduk sembari memijat pelipis.
"Ada apa ini Yah, Ibu?" tanya Nara bingung
Wanita itu mendengus lalu membuang wajah muak sebelum kembali menatap Nara dengan penuh kebencian.
PLAKKKK!!!
suara itu jelas terdengar bahkan hingga keluar rumah membuat Siska buru-buru masuk ke rumah karena tak ingin ketinggalan adegan klimaks dari kisah hidup Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANARA
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] **** Otoriter. Kaku. Kasar. Kejam. Ketus. Pemarah. Arogan. Angkuh. Bisa di bilang semua sifat buruk laki-laki melekat pada dirinya. Jika di sebutkan satu persatu, sederet paragraf tidak cukup untuk mendeskripsikannya. ...