Bonus buat kalian dan aku kabulin permintaan kalian wkwkw...
Semoga suka 💕
Jangan lupa vote dan komen yang buanyaakkkkk. SPAM KALO PERLU!!
***
"Awwww ... perut Nara sakit, Ma." Wajah hadis itu memucat, terlihat ia sangat kesakitan. Keringat bercucuran di wajah mungilnya bahkan kedua tangannya mencengkram sisi ranjang.
"Iya sabar ya sayang ...," Nayla luar biasa panik meski ia sudah berpengalaman tapi tetap saja ia takut dan khawatir
"Kak Revan mana, Ma?" tanya Nara seraya menahan sakit
"Sabar sayang Revan lagi ke sini kok tadi Papa udah telpon."
"Aku mau kak Revan ada di sampingku sekarang, Ma." Rengeknya
Nayla bingung harus bagaimana, "iya sayang Revan pasti bakal dateng, kamu nggak usah cemas Mama yang akan nemenin kamu di ruang persalinan."
Air mata Nara mengucur deras entah itu karena rasa sakit atau karena kekecewaannya, semua terlihat tidak begitu jelas.
Nara memasuki ruang persalinan bersama dua orang suster, Nayla dan seorang dokter. Di dalam ruangan itu ia berjuang keras sendirian, mungkin harapannya akan kehadiran Revan di sampingnya terlalu besar hingga gadis itu tak henti meneteskan air mata di tengah persalinannya.
Setengah jam akhirnya Nara berhasil melewati masa-masa penuh arti itu. Melihat wajah kedua anaknya menumbuhkan semangat baru di wajah gadis itu meski kekecewaannya masih tak terobati.
Revan telah berjanji akan ada di sampingnya di saat anak mereka lahir tapi nyatanya hal itu tidak pernah terjadi. Nara benci di bohongi dan Nara tidak suka orang yang melanggar janjinya sendiri.
"Ra," panggil Bimo dengan suara lemas, ada raut keprihatinan di wajah Papa mertuanya itu.
"Kenapa, Pa?"
"Revan nggak bisa pulang karena-"
"Oh." Potong Nara datar sebelum Bimo sempat menyelesaikan ucapannya
Bimo sangat mengerti bagaimana perasaan menantunya saat ini.
"Ini ada telpon Revan mau bicara sama kamu." Bimo menyodorkan ponselnya
Nara menggeleng seraya memalingkan wajah, "Nara mau istirahat, Pa." tolaknya halus
Bimo mengangguk, "ia udah nanti Papa bilangin ya."
Hal itu terjadi terus menerus di mana Nara tidak pernah mau menjawab telpon dari Revan. Hal hasil suaminya sering kali berbicara dengan adik, kedua orang tuanya dan memantau perkembangan anaknya lewat video call.
Sejak kejadian itu tak sekali pun Nara menyebut nama Revan, menceritakannya bahkan ia tidak pernah mengeluarkan kemarahannya--seperti mencaci Revan misalnya.
Sore itu entah untuk ke sekian kalinya Revan menelpon Anastasya karena Nara tak menjawab satu pun panggilan dari cowok itu.
"Ra, Revan mau bicara," Anas menghampiri Nara yang tengah duduk di dekat kolam renang
Nara sontak berdiri, melontarkan senyum kepada Anas seraya menepuk pundaknya.
"Seperti biasa." Ujarnya kemudian berlalu pergi
"Sorry Van kayaknya istri lo belum mau ngomong sama lo," ujar Anas lewat telpon dan tak lama panggilan terputus.
Satu tahun berlalu sekali pun Revan tidak pulang ke Indonesia, alasannya sibuk mengejar sks dan bisnis di perusahaan cabang di sana. Suatu pagi Anastasya mengikuti Nara ke lantai tiga rumahnya karena rasa penasarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANARA
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] **** Otoriter. Kaku. Kasar. Kejam. Ketus. Pemarah. Arogan. Angkuh. Bisa di bilang semua sifat buruk laki-laki melekat pada dirinya. Jika di sebutkan satu persatu, sederet paragraf tidak cukup untuk mendeskripsikannya. ...