"Tidak ada seorang Ayah pun di dunia ini yang tidak mencintai anaknya," - ReanoJantung Nara tak mau berkompromi, sejak pagi ini detaknya semakin tidak terkendali.
Gadis itu telah siap sepuluh menit yang lalu, memakai gaun sederhana polos, flat shoes kesayangannya dan satu-satunya yang gadis itu miliki. Seperti biasa rambutnya di kuncir kuda, tak lupa kaca mata besar yang membingkai matanya dan tas slempang tersampir di bahunya.
Gadis itu menunggu cemas seraya menggerak-gerakkan kakinya. Beberapa kali menarik nafas dalam-dalam, mengaturnya lagi hingga berulang namun tetap saja hal itu tidak bisa menghilangkan kegugupannya.
Suara langkah beritme cepat terdengar menuruni tangga yang sontak membuat Nara menoleh. Sosok tampan Revan menghipnotisnya, cowok itu mengenakan celana denim hitam, kaos polo berwarna putih yang memperlihatkan bentuk tubuhnya dilapisi jaket jeans. Bagian kakinya di balut snekers putih yang menjadi penyempurna penampilannya.
Percayalah Revan seribu kali lebih tampan jika memakai baju polo, jaket denim dan topi hitam merk nike.
"Udah siap?" tanyanya mengulur senyum
Rasanya Nara tidak percaya Revan mengulur senyum padanya, apa dia sedang bermimpi? Apa ini nyata? Sejak semalam pertanyaan itu terus berputar di kepalanya hingga ia tidak bisa tidur.
"Udah kak," jawabnya menunduk malu
"Ya udah, ayok!" Revan berjalan mendahului Nara mengeluarkan mobilnya dari garasi.
"Kak Revan kok nggak pake kaca mata?"
"Ngapain gue harus pake kaca mata pagi-pagi gini?" tanya Revan melirik Nara sekilas lalu kembali fokus menyetir
"Ya buat jaga-jaga, nanti kalo ada yang liat kakak di rumah sakit gimana?" .
"Biarin aja. Lo nggak usah khawatir, emangnya kenapa kalo ada orang yang liat? Gue kan nganterin istri gue cek ke dokter bukan selingkuhan gue."
Deg.
Lagi-lagi kata istriku membuat Nara semakin panas dingin. Ada apa sebenarnya dengan Revan? Rasanya Nara tidak bisa begitu saja mempercayai perubahan sikap Revan yang terlalu cepat.
"Kak mending nanti setelah nganterin aku cek kita langsung cek kakak juga ya? Aku takut kakak kenapa-napa, kalo aku nggak salah namanya CT Scan buat liat ada benturan atau nggak di kepala kak Revan," ujar Nara sungguh-sungguh, ia benar-benar khawatir dengan kondisi Revan.
Bukannya mengiyakan Revan tiba-tiba tertawa lepas, tawa yang membuat Nara kembali serasa berada di dalam mimpi. Untuk pertama kali tawa itu di tunjukkan di hadapannya. Tanpa sadar sudut bibir Nara terangkat, matanya tak bisa lepas dari wajah Revan.
"Lo lucu juga ya? Gue nggak pa-pa kali. Kenapa sih lo selalu nganggep gue sakit?"
"Ya aneh aja ngeliat kak Revan tiba-tiba baik gini sama aku. Kak Revan nganterin aku ke dokter aja udah kayak mimpi buat aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
REVANARA
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] **** Otoriter. Kaku. Kasar. Kejam. Ketus. Pemarah. Arogan. Angkuh. Bisa di bilang semua sifat buruk laki-laki melekat pada dirinya. Jika di sebutkan satu persatu, sederet paragraf tidak cukup untuk mendeskripsikannya. ...