13. Aku adalah iblis

23.6K 1.7K 167
                                    

Tubuh Zwiena terkulai lemah, Regan tidak merasa iba sedikitpun terhadapnya, pria itu membabi buta menghukum anaknya, antara cumbuan dan cambukan manjadi satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tubuh Zwiena terkulai lemah, Regan tidak merasa iba sedikitpun terhadapnya, pria itu membabi buta menghukum anaknya, antara cumbuan dan cambukan manjadi satu.

Zwiena menangis sekencang-kencang, gadis itu sangat membutuhkan tempat sandaran.

Abian? Pikirannya tertuju papa lelaki itu. Segera Zwiena mengambil ponselnya, mencari letak kontak Abian berada, tangan Zwiena gemetar begitu hebat. Zwiena ragu, takut dan sakit manjadi satu. Tidak kuasa tangannya menekan tombol hijau berlambang telepon berbunyi itu.

"Kumohon angkat," lirihnya yang sudah kelelahan dan kesakitan.

Tut ...

Sudah tiga kali Zwiena meneleponnya, namun tak kunjung di angkat oleh Abian.

"Mama kenapa Zwiena harus mendapatkan takdir seperti ini hiks ... Tuhan sungguh tidak adil."

Ceklek

Pintu terbuka lebar, mata Zwiena enggan melihat ke arah pintu, badannya semakin gemetar, jari-jari tangannya mulai membiru, matanya sembab, sekujur tubuhnya terpenuhi dengan lebam kebiruan bercampur bercak darah. Zwiena memeluk lututnya, Zwiena takut menatap Regan yang masih setia di depan pintu.

"Makanlah, sudahku bawakan makanan kesukaanmu," ucap Regan mendekat ke arah Zwiena.

Di duduki bokongnya tepat di samping Zwiena, mengelus rambut gadis itu dengan sangat lembut, secara spontan Zwiena menepis tangan Regan dengan wajah yang tertunduk melihat sosok iblis di sampingnya.

Zwiena terus menghindari Regan, namun dia tidak henti-hentinya mengelus pucuk kepala Zwiena walaupun ia tau Zwiena sedang ketakutan berhadapan dan menghindar darinya.

"Maafkan aku, dear."

"Aku khilaf." sambungnya.

Selalu saja dia berucapan 'khilaf' setelah dia memperlakukan Zwiena semaunya bagaikan peliharaan.

"Pergi," lirih Zwiena dengan suara bergetar.

"Tidak akan sebelum anakku menghabiskan makanan ini," bisiknya.

"Aku tidak lapar," ucap Zwiena singkat.

Terlihat jelas raut wajahnya yang berubah, dia sedikit menarik sebelah sudut bibirnya.

Tanganya mencengkram bahu Zwiena, Tuhan, sakit sekali cengkramannya, bahkan ia mencengkram tepat dibagian luka cambuk tadi pagi.

"Mau melawanku hm? Oh atau kamu suka dengan hukumanku, hingga kamu menikmatinya dan ingin mengulang kesalahan yang sama? Iyakan."

"Buka mulutmu!" Perintahnya. Zwiena pun membuka mulut mengikuti perintah Regan.

Suapan terakhir, Zwiena enggan membuka mulut, perih sakali mulutnya untuk mengunyah makanan ini. Zwiena selalu meringis setiap suapan itu masuk ke dalam mulutnya, dan ini yang terakhir, Zwiena sudah tidak sanggup mengunyahnya. Rasanya sudut bibir Zwiena semakin tersobek setiap digerakkan.

Crazy Man [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang