Chapter 3: Busy Day

1.2K 113 10
                                    

(14 Years Ago, Kamandaka City, Gedung Rektorat)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(14 Years Ago, Kamandaka City, Gedung Rektorat)

Sean memandangi laki-laki paruh baya di depannya sambil menyunggingkan senyum palsu. Agaknya, itu semua sudah biasa ia lakukan di depan semua kolega Surya, termasuk manusia yang kini menjabat sebagai Rektor Universitasnya. Napasnya tercekat saat tangan pejabat Universitasnya itu merangkulnya, seolah ia adalah anaknya sendiri.

Lelaki itu kemudian tertawa ketika Surya juga tertawa. Mereka membicarakan banyak hal di jam sembilan malam, cukup larut untuk seorang rektor yang masih berada di kantornya.

"Surya, anakmu ini tadinya menolak dijadikan ketua mahasiswa, tapi nyatanya dia bisa memimpin seluruh mahasiswa dengan nama, wibawa, dan sanggup membuat perubahan bagus. Tidakkah kamu pikir bahwa karir politik anak laki-lakimu ini akan lebih baik dari kamu ke depannya?"

"Sepak terjang dia memang harus bagus, terimakasih banyak sudah membiarkan anak saya menjabat sebagai Ketua BEM kemarin dengan cuma-cuma. Berkat kamu, dia jadi tidak punya lawan yang mumpuni. Nama saya jadi ikut terangkat karena Anak saya yang cakap dalam segala hal ini."

Harga diri Sean jatuh seketika saat mendengar ujaran Surya tepat di telinganya detik itu, tangannya terkepal menahan amarah. Agaknya di dunia ini, Sean memang tidak boleh mempercayai siapapun, termasuk orang tuanya sendiri.

"Apa ya, bayaran yang tepat untuk kamu?" Surya menepuk bahu Amaris--Rektor Universitas tempat Sean mengenyam pendidikan saat ini, matanya berapi dan bersemangat, seolah memang inilah ladang bisnisnya. "Kurasa, tidak perlu, dengan kamu mengizinkan anak saya untuk masuk ke dalam partaimu, sudah lebih dari cukup. Kita semua sama-sama diuntungkan, bukan begitu?"

Demi Tuhan, Sean muak dengan hal-hal ini, yang ia bisa lakukan hanya terdiam dan tak tahu sampai kapan siksaan untuk dirinya di hari ini akan berakhir.

Hujan di luar tadinya tidak terdengar, petir yang bersahutan mulai mampir ke indera pendengarnya kala hujan kian lebat baru mulai menyadarkannya akan sesuatu yang ia lupakan, entah apa. Sean memandangi jendela, lalu melihat jam dinding di ruangan berukuran 4 x 4 itu dengan perasaan cemas, pembicaraan-pembicaraan Surya dengan Rektornya membuat dirinya melupakan waktu yang terus berjalan maju. Lantas, dengan cekatan, dirogohnya ponsel kecil dari dalam saku, ia mulai membelalakan mata saat menyadari hal penting yang seharusnya ia lakukan hari ini.

Makan malam dengan perempuan yang telah menjadi kekasihnya sejak empat bulan yang lalu. Clariana Andara, meninggalkan banyak pesan. Wajah Sean menegang, lantas lelaki itu beranjak dari duduknya, dipandangi Surya dan Amaris secara bergantian.

"Apa yang membuat kamu berlaku tidak sopan seperti itu, Sean Brahmasta? duduk!" perintah Surya, ia mengucap kata demi kata dengan penuh penekanan, mencoba menekan Sean, sang anak, untuk menuruti ucapannya.

"Maaf Papa, Pak Amaris, saya ada janji dengan seseorang hari ini, saya izin untuk pergi terlebih da--"

"Sepenting apa orang itu, sehingga kamu mau meninggalkan pertemuan Papa dengan Rektormu ini, Sean? orang yang sudah berjasa membuat kamu naik jabatan menjadi Presiden BEM dan turun dari jabatan itu dengan nama baik yang tertoreh. Duduk!" potong Surya, memberikan lagi perintahnya.

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang