Chapter 4: Stranger

1.1K 114 19
                                    

Senyum yang terpatri di wajah Dara sejatinya tidak begitu terpaksa, apalagi ketika Sean mengeluarkan beberapa mainan yang sedang dielu-elukan banyak anak-anak akhir-akhir ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum yang terpatri di wajah Dara sejatinya tidak begitu terpaksa, apalagi ketika Sean mengeluarkan beberapa mainan yang sedang dielu-elukan banyak anak-anak akhir-akhir ini.

Perlahan, perempuan itu mendekat, ia berjalan dengan tangan menggenggam pegangan nampan berisikan kukis hangat yang baru saja keluar dari mesin pemanggang.

"Ayah, makasih ya!"

Serapina, adalah anak yang manis. Begitu Sean mengeluarkan mainan bagiannya, tangan mungil gadis kecil itu langsung meyergap leher lelaki yang tanpa aba-aba juga ikut memeluknya erat.

Masih ada rasa kesal dalam diri seorang Dara untuk suaminya itu, tapi setidaknya malam ini, Sean sudah boleh masuk kamar mereka lagi. Tidur dengannya, memeluknya, atau berlaku apa saja. Dara dan suasana hatinya hampir pulih.

"Yonaviar?" Sean memanggil anak lelakinya itu dan menatap dengn lembut. Netranya tak ubah seperti seorang ayah yang berharap bahwa anaknya mendapat kepuasan atas apa yang dilakukannya.

Anak laki-laki yang dipanggil ayahnya barusan menoleh, raut wajahnya seperti bertanya, tapi tak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya.

"Suka?"

Tidak sesuai dugaan dan perkiraan, yang ditanya menggeleng. "Ayah, Yon nggak suka lagi sama Spiderman."

Sean dengan wajah penasarannya mengernyitkan alis. "Kenapa, Sayang?"

"Soalnya Yon sering lihat Bunda nangis karena patung spiderman di depan ruang TV."

Wajah Sean menegang, matanya terlihat kecewa dengan gurat-gurat putus asa. Lelaki itu mendesah pelan, diusapnya pucuk kepala anak laki-laki yang mengembalikan action figure spiderman ke tangannya.

Patung spiderman di depan ruang televisi, punya Yonaviar yang dibawa Dara ke rumah mereka. Ukurannya tidak besar hanya sekitar tiga puluh senti meter, katanya, kenangan Yonaviar.

Bukan, bukan Yonaviar anak mereka, tapi Yonaviar Airlangga, lelaki yang sempat ada dalam kehidupan istrinya sekaligus masih singgah hingga detik ini, begitu perkiraan Sean. Ditatapnya dengan lamat anak lelaki yang masih ada di sekitarnya itu, lantas Sean berlutut lagi, mencoba menghibur dengan janji akan beli mainan baru. Bak Gayung yang bersambut saat wajah cerah Yonaviar terpampang nyata, seolah membalas tawaran ayahnya dan setuju.

Kedua anak kembar itu kini berlarian, menuju arena bermain di atas rerumputan terawat rumah megah seorang Sean Brahmasta. Taman terbuka dengan kicau burung yang ramai, asri sekali, impian Dara dari dulu adalah tinggal di rumah yang tamannya indah, dan Sean mengabulkannya.

Sebenarnya, Sean tahu dari awal, bahwa istrinya itu berdiri tak jauh dari ia yang masih berlutut sembari memandangi senyum dari kedua anak-anaknya yang bermain lincah ditemani dengan dua pengasuh mereka. Tapi ia tak mengubah posisi, menurutnya, makin berat rasanya menghadap seseorang yang ia cintai itu akhir-akhir ini.

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang