Tamara terdengar cemas di telepon saat anak semata wayang serta menantunya akan datang ke rumah, menerima tawaran makan malam yang sebenarnya tak ingin ia lakukan. Pasalnya, suaminya itu tak mampu ia kendalikan, takut-takut malah menimbulkan saling sindir, membuat prahara serius, pertengkaran. Dara tak menyadari perubahan intonasi Tamara di telepon, ia hanya mampu menyimpulkan bahwa ibu mertuanya akan senang jika dirinya datang berkunjung, memberi hadiah kecil, layaknya reuni keluarga yang mengasyikan.
Tak pernah belajar dari kesalahan, Dara memang penentang yang ulung, terutama menentang suaminya. Kini, dirinya sedang berdiri, memilih baju mana yang tepat untuk dirinya ketika Sean hanya menatapnya tajam bersandar di ambang pintu closet tempat dimana baju-baju perempuan itu berada. Lelaki Brahmasta menggulung kemeja hingga lengannya, lalu mendekati istrinya, dia memberantas jarak masih dengan tatapan yang sama dingin dengan sebelumnya.
"Batalin aja, ya?" pintanya lembut, tangannya mengusap pundak si istri yang tak akan mendengar lebih jauh mengenai pembatalan makan malam. Yang Sean pikirkan adalah kemungkinan dimana ucapan yang keluar dari mulut Papanya bisa membuat mereka bertengkar hari ini.
"Everyone deserve a second chance, like me." Perempuan itu melingkarkan kedua tangannya pada leher Sean, sambil tersenyum ia meyakinkan lagi suaminya bahwa tak ada yang perlu dirinya pikirkan terlalu berat. "Papa kamu berhak dapet kesempatan yang sama."
Jelas sekali, Sean hanya tersenyum skeptis, lelaki itu mengenal Ayahnya dengan sangat amat baik. "Ra, Papa nggak--"
"Bagusan biru atau merah muda..." Dara tak mendengar, mau Sean memohon sambil berlutut dan pegal, Dara tak akan mau mendengar, perempuan itu cukup lama terkekang, aturan-aturan Sean yang mengatasnamakan perlindungan untuknya, sudah tidak masuk di akalnya lagi. Sean hanya bisa bernapas lelah sambil menengadah dan mengalah, ia menarik napas panjang, menekan emosi dari dalam dirinya agar tidak menguar, agar tidak meledak.
Ribut di hari libur, agaknya adalah sesuatu hal yang ingin Sean hindari.
"Cokelat." Tangannya terulur mengambil terusan cokelat dengan mutiara-mutiara di sepanjang leher, kini dirinya mengarahkan baju itu ke depan tubuh sang istri yang menghadap ke cermin berdiri besar di depan mereka. "Warna kesukaan Papa itu cokelat."
"Right, okay, cokelat.." Dara tersenyum lebar, sambil mengecup pipi suaminya, ia melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya dan mengenakan baju yang dipilih Sean, tentu saja suaminya itu turut membantu tanpa mengucap sepatah katapun.
"Kamu pakai apa?" tanya Dara dengan mata berbinar.
"Whatever you choose."
"Alright."
Keduanya menuntun anak kembar mereka memasuki mobil. Sean memangku Yonaviar sedangkan Dara memangku Serapine. Tapi Serapine sedari tadi terus merengek, meminta Ayahnya yang memangkunya, gadis itu tampak terlalu lengket dengan ayahnya sampai-sampai Dara cemburu sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reversed ✓
Romance[Sequel of Antistrafei] Disarankan membaca Antistrafei terlebih dahulu "Katanya, kalau kamu jatuh cinta dengan dua orang secara bersamaan, maka pilihlah yang terakhir, karena kalau kamu benar-benar mencintai yang pertama, kamu tidak akan berpaling k...