Chapter 37: Best Regret

598 67 11
                                    

Menuduh seseorang dalam membabi buta bukan cara Sean dalam menyikapi sesuatu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menuduh seseorang dalam membabi buta bukan cara Sean dalam menyikapi sesuatu. Bukti diperlukan untuk menyimpulkan tentang apapun yang perlu dirinya ketahui. Termasuk perkara ini.

Usai mengantar Dara pulang, dirinya bergegas ke gedung partai, menelepon seorang detektif yang biasa dihubunginya jika diperlukan. Lalu, yang terpenting, Nafara Larissa harus ada di depan matanya. Tak peduli dengan cara apapun menyeretnya dan memaksanya agar bicara.

Giza dan Syahri, kedua orang yang biasanya membantu Sean menyelidiki masalah— dengan cara ilegal, tentu saja, sudah berada di ruangannya dan siap membantunya untuk hal semacam ini.

Ketika suara kerit pintu yang menghantar kepedulian Sean, lelaki Brahmasta cukup puas membuat Nafa datang tanpa paksaan.

"Apa?" tanyanya dengan nada paling menyebalkan yang Sean dengar.

"Kamu mau bicara langsung atau perlu saya jelaskan lagi?" Sean benar-benar jengkel.

Nafa tertawa kecil, menutup mulutnya. "Ah jalang kamu ngadu ya?"

Mulut Nafa memang perlu disumpal.

"Saya nggak akan bilang dari siapa saya dapat info valid itu. Hahahaha, saya kira itu hanya fitnah untuk kalian, tapi melihat reaksi Dara dan Kak Sean sekarang... Kayaknya beneran ya? Hahahahaha, gimana rasanya membesarkan anak selingkuhan istri kamu, Kak?"

Mendengar Nafa, Sean tersenyum simpul, tak mengindahkan. Yang ia lakukan hanya membuka laci meja dan menyodorkan berlembar-lembar kertas. "Nafara Larissa, saya bisa menghancurkan hidup kamu bahkan dengan satu malam."

"Menggelapkan dana partai, eh?" Senyum Sean tak sejalan dengan ekspresi terkejut Nafa kala mendengarnya. "Sedikit, sedikit, sedikit, lama kelamaan banyak juga ya?"

Kaget, mata Nafa semakin membulat. "Kamu.... mata-matain saya Kak Sean?"

Sean memiringkan kepalanya, "Nggak boleh?"

Lelaki itu meneguk brandy langsung dari botol kaca kecil yang telah dibukanya sejak tadi. Sean pikir, toleransinya soal alkohol meningkat drastis akhir-akhir ini. Panas membakar tenggorokannya, tapi anehnya membuat ia merasakan nyaman begitu menenggaknya. "Saya nggak berniat mengurusi hal ini, tadinya. Saya membiarkan kamu menggelapkan dana partai untuk sesuatu yang saya tidak tahu apa, sebagai bentuk penyesalan atas diri kamu semenjak saya menjebloskan Papa kamu ke penjara. Tapi kenapa kamu paksa saya membuka ini, sih?"

Memejam pasrah, Nafa membuka kelopaknya dan menghembuskan napas berat, tidak ikhlas rasanya dia membeberkan ini, namun apa boleh buat, Sean memiliki bukti ancaman yang berbahaya untuknya. Dirinya mengambil ponsel dalam tas mungil yang niatnya akan ia bawa ke pesta keluarga Brahmasta malam ini, dicari panggilan dari nomor privasi itu dan diserahkannya pada Sean yang telah menunggu di depannya.

"Beberapa kali private number menghubungi saya. Di antara suara-suara laki-laki sekali saya pernah dengar suara perempuan. Dan perempuan itu yang memberikan saya informasi kalau ternayata istri kamu.... jalang sungguhan."

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang