Chapter 28: Head to Head

537 56 8
                                    

"Kalandra!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalandra!"

Gebrakan meja restoran diselingi makian keluar dari mulut Agnes. Lelaki muda bermata elang yang seharusnya menjadi pesuruh, tiba-tiba menjelma menjadi pembelot kurangajar. Pembicaraan mengenai apa yang sebenarnya lelaki itu lakukan di belakangnya berlangsung alot. Tak ada informasi apapun yang keluar dari Kalandra

"Saya bisa melakukan apa saja loh..." ancam Agnes pelan, memerintahkan lelaki bernama Kalandra untuk duduk kembali. "Duduk diam atau saya bisa bunuh kamu setelah selesai ini semua."

"Saya nggak takut mati," beber Kalandra sesumbar. "Saya yakin anda nggak akan menjadi pembunuh."

Tawa Agnes membuktikan bahwa ucapan Kalandra patut diejek. "Kamu salah besar, Nak..." Agnes mengetuk-ngetuk meja dan tersenyum dingin. "Saya janda sebatangkara dan saya pun tidak takut untuk mati sejak memutuskan berpihak di jalan ini."

Kalandra menggelengkan kepala. Perempuan tua di depannya benar-benar terlihat sebagai ibu yang kehilangan akal sehat. Rasanya Kalandra ingin menariknya dari jurang keputusasaan agar perempuan itu kembali berpikir jernih kalau gerakan pemberontakan yang sedang dijalankannya salah besar. Namun rasanya semua hal begitu terlambat.

"Nyonya Agnes, kehilangan memang menyakitkan, tapi apakah harus jadi begini?"

"Kamu mau mencoba menggurui saya, ya, Kalandra?"

Kalandra dengan cepat menggeleng. "Saya hanya mengutarakan opini saya. Balas dendam akan membuat Nyonya terlihat menyedihkan. Apa ini yang diharapkan suami nyonya? anak nyonya?"

"Saya berada di jalan yang benar, Kalandra. Ada banyak orang yang menuntut atas hak mereka. Revolusi diperlukan untuk perubahan. Pemberontakan lebih dari sekedar dendam saya pada keluarga Brahmasta. Ada banyak masyarakat yang merugi karena keserakahan kaum elit di atas sana, termasuk Brahmasta. Saya berada di sisi itu untuk memperbaiki keadaan. Kondisi saya sebagai janda dan tak memiliki anak hanyalah satu dari sekian banyak faktor mengapa saya mengambil jalan ini."

Kalandra tertegun. pikirannya melayang kepada cerita Mama yang berkisah tentang masa lalu, dua puluh tujuh tahun silam, ketika tanah Kakeknya yang seharusnya kini menjadi tanah miliknya, dengan luas sekitar dua hektar ditamba htanah-tanah orang-orang desa yang lain dengan totak luas total 2000 hektar, diakusisi perusahaan milik keluarga Resdianka dan bermitra dengan perusahaan pengeboran milik Brahmasta untuk menambang minyak tanpa persetujuan penduduk setempat. Awalnya dengan alasan sengketa, lama-kelamaan, entah karena membeli hukum atau memang mereka benar atas klaim tanah yang berlangsung, hakim memutuskan bahwa tanah penduduk mulai saat itu adalah milik Perusahaan pertambangan keluarga Resdianka. Dan mereka terusir dari tanah mereka sendiri, termasuk kakek Kalandra yang kehilangan rumah dan segalanya. Sejak saat itu, keluarga Kalandra tak memiliki apapun. Semua hal yang terjadi diingat sebagai pemiskinan paksa oleh Mamanya.

"Saya tidak menyuruh kamu membunuh Sean, yang saya inginkan dalam pekerjaan kamu hanya sebuah informasi." Tampak mengatupkan bibir setelah menjelaskan, Kalandra jadi bingung sendiri.

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang