Chapter 24: Shout Out

632 69 24
                                    

Sean berdeham, mencairkan suasana meja makan sendu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean berdeham, mencairkan suasana meja makan sendu. Hanya ada bunyi denting peralatan makan yang beradu dan bergulat dengan piring porselen putih mengkilat. Tatapan Surya terus-menerus tertuju pada istri Sean, dan itu merupakan salah satu dari sekian banyak ketidaknyamanan lelaki muda Brahmasta lama-lama berada di rumah orangtuanya.

"Anak kamu, mirip kamu sekali ya... Andara."

Mendengar Surya bicara padanya, sontak membuat perempuan hamil itu memaksa senyum tipis.

"Nggak ada Sean-nya sama sekali."

Buku-buku jemari Sean memutih, mungkin kalau sendok besi yang ia genggam terbuat dari plastik, itu semua sudah rusak. Jantungnya bertalu lebih cepat, paru-parunya serasa penuh tiba-tiba.

Tamara yang melihat Sean tak nyaman, langsung menghunuskan tatapan sentimental. Ia berharap tatapan matanya yang tajam mampu membungkam mulut Surya, tapi itu sia-sia.

"Reira.... Dia bukan anak Eva, tapi wajahnya mirip Hanif. Meski terbuang.... setidaknya, dia masih punya wajah Papanya, begitu kan?"

Sean menyerah, kerongkongannya terhimpit, untuk melanjutkan makan saja dia tak sanggup. Yang ia lakukan sekarang adalah meletakan sendok dan garpunya, sambil memangku tangan. "Then?" tanya Sean menantang. "Mirip atau nggak sama Sean, mereka anak Sean."

Surya meloloskan tawa kecil, mengejek. Tapi tidak berniat membocorkan rahasia yang dia tahu detik ini, hanya saja, dia mau bermain-main dengan pasangan muda yang mudah sekali membohongi istrinya. Biarlah nanti rahasia ini menjadi kartu as Surya untuk mengancam sang anak di kemudian hari.

Tamara yang duduk di samping Dara merasa iba dengan sang menantu, ia mengarahkan tangan pada perempuan yang sedang mengandung cucu ketiga miliknya. Mencoba mentransfer sinyal penguat.

"Eyang, kenapa Eyang nggak pernah main ke rumah Sera?" si ceriwis mulai bertanya. Surya hanya bisa menatap dingin sambil bilang sesuatu yang menusuk kemudian.

"Coba tanya sama Bunda kalian nggak pernah mengunjungi Eyang di penjara."

"Penjara Eyang? Eyang orang jahat ya? kata Bunda yang masuk penjara itu pencuri permen."

Mertua laki-laki Dara tertawa keras. "Cuci otak yang bagus Ra," ucapnya menatap tajam Dara lalu beralih lagi pada bocah lelaki cilik yang barusan bertanya. "Coba tanya sama Ayah kalian, Eyang orang jahat apa baik? kenapa kok dimasukin penjara?"

Kening Yonaviar kecil berkerut, begitu pula Serapine. Mereka berdua memandangi Ayahnya, seolah meminta jawaban. "Ayah, kenapa Eyang masuk penjara?"

Sean mendunduk, sulit rasanya menjawab tanya dari sang anak yang satu itu.

"Eyang curi permen ayah sih, makanya Eyang masuk penjara. Kata Bunda, pencuri itu nggak boleh keluar, harus dikurung biar nggak nyuri lagi!" Serapine bersedekap. Dua anak kecil yang tidak ada gemas-gemasnya di mata Surya hanya boleh berakhir menjadi sampah, sungguh, rasanya Surya ingin membuang mereka.

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang