Chapter 6: The Villain

1K 100 31
                                    

Mansion putih, terletak jauh dari pusat kota, terdiri dari dua bangunan dua dan tiga lantai, di bangun di atas tanah perkebunan anggur milik keluarga Brahmasta, terlihat ramai dengan penjagaan dimana-mana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mansion putih, terletak jauh dari pusat kota, terdiri dari dua bangunan dua dan tiga lantai, di bangun di atas tanah perkebunan anggur milik keluarga Brahmasta, terlihat ramai dengan penjagaan dimana-mana

Lahan seluas 4 hektar itu terlihat membentang ketika mobil Buggati Veyron berwarna hitam memasuki pagar depan yang menjulang tinggi, seolah ketinggiannya memblokade pasang mata yang lewat jalanan menuju ke arahnya.

Bangunan yang jelas-jelas mengeksklusifkan diri.

Kening Sean berkerut ketika ada pasukan penjagaan kepresidenan sedang berada di dekat pintu masuk rumah kakeknya. Matanya bertegur sapa dengan salah satu ajudan ketika turun dari mobilnya.

Baru dua langkah, Richard Hadinata, presiden negaranya, terlihat keluar menuruni tangga masuk. Sean menunduk hormat padanya sementara ia hanya tersenyum simpul.

Belum lama mereka berpapasan, suara berat lelaki yang diperkirakan seusia dengan Papa Sean–Surya, membuat Sean harus menghentikan langkah. Sebab kini, Richard terdengar menyindirnya.

"Kalau kamu tidak berulah lima tahun lalu, semua tidak akan serumit ini, Sean."

Apa yang Sean pikirkan saat ini tentulah perkara ia yang membongkar kejahatan Surya, berujung dengan mosi tidak percaya dari publik terhadap pemerintah. Banyak kasus terkuak setelah tragedi pemenjaraan seorang anak kepada ayah kandungnya sendiri. Sejak saat itu, Sean Brahmasta dianggap pahlawan oleh rakyat, tetapi pengkhianat oleh rekan-rekan sejawatnya.

Penekanan itulah yang membuat Sean mundur dari kursi yang ia duduki, memilih untuk membuka bisnis baru dan hidup jauh dari hiruk pikuk politik.

Tetapi, kini ia terpaksa harus kembali, keadaan tidak sesederhana itu untuknya.

Ketika Richard telah menjauh lagi, Sean yang sudah biasa mendapat omongan seperti barusan, tak ambil pusing, ia masuk dan berniat langsung menemui Kakeknya, membicarakan soal sang Papa yang katanya akan keluar penjara.

Mata Sean menangkap sepupu-sepupunya yang lain dari pihak Ayahnya, Hardin dan Devan, keduanya terlihat tak senang akan kedatangan Sean, hingga mereka harus melepaskan bokong dari dudukan sofa, seolah tak ingin menghirup udara yang sama dengan Sean.

"Sean."

"Saya nggak berniat berdebat dengan kalian."

"Ya Tuhan, lihat ini, sepupu kita terlihat sombong sekali," cerca Hardin bertepuk tangan.

Seorang pelayan datang menghampiri Sean yang tak menggubris ujaran sepupunya.

"Eyang?" tanya Sean, mencari keberadaan sang kakek yang rupanya telah berjalan mendekat.

"Wah-wah, apa yang membuat cucuku yang suci ini datang ke rumah kotor Eyangnya?"

"Saya nggak mau lama-lama Eyang, maaf atas kelancangan saya, tapi saya ingin mempertanyakan keputusan Eyang soal.... Soal pembebasan Papa."

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang