Chapter 1: Welcome Home

2.5K 169 45
                                    

Sean tersenyum saat istrinya memasuki kamar mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean tersenyum saat istrinya memasuki kamar mereka. Ruangan berdinding putih gading itu telah remang, pencahayaan hanya berasal dari lampu tidur berwarna kuning yang masih menyala redup. Mungkin lampu itu akan kehilangan terangnya ketika si penghuni kamar telah mematikan daya dan merasa tak dibutuhkan lagi.

Pandangan mata Dara sayu, lelah itu datang dan pergi, apalagi di trimester pertama kehamilan keduanya ini–ketiga kalau dihitung dari kehamilan pertamanya yang gugur beberapa tahun lalu itu.

Hari ini ia ada jadwal bertemu pihak dekorasi untuk cabang baru bisnis cafenya bersama Gama yang telah berjalan kuranglebih setahun lamanya. Merintis karir dan pindah haluan dari dunia modeling ke dunia bisnis cukup menguras tenaga dan pikiran Dara, tapi itu lebih baik bagi Sean ketimbang membiarkan istrinya uring-uringan berada di rumah saja.

Dara terbiasa bekerja soalnya, susah sekali membuat perempuan itu berdiam diri. Jadi boleh lah, Sean menurunkan sedikit proteksinya terhadap wanita ini.

"Hey? Capek ya?"

Si perempuan hanya mengangkat alis dan mengangguk lemas. "Aku muntah delapan kali," adunya pada Sean. "Lemes."

"Nanti Mas pijitin ya? Kamu sekarang mandi dulu."

"Asik, mau Mas." Rekahan senyum Dara membuat Sean otomatis ikut tersenyum. Bagaimana tidak? Di cahaya remang sekalipun wajah cantik istrinya itu terpancar jelas. "Anak-anak aku udah tidur ya Mas?"

'Anak-anak aku' kalimat yang sederhana. Itu merupakan hal yang sering Dara ucapkan saat bicara. Sadar atau tidak, Dara sering membangun dinding pemisah untuk Sean dengan si kembar, Serapine dan Yonaviar. Sebuah kata berbentuk kepemilikan seolah Sean tak ikut memiliki mereka. Lelaki itu mencoba tersenyum tipis, seakan apa yang diucapkan Dara tidak melukai dirinya.

"Udah, mereka tadi nungguin Bundanya sampai ketiduran," ucap Sean memberitahu. "Gama langsung balik abis anter kamu?" tanya Sean kemudian, sambil melihat istrinya melepas perhiasan.

"Iya, besok harus ke Bandara pagi-pagi banget, jemput Sara." Setelah selesai melepas kedua antingnya, Dara membalikan tubuhnya untuk menatap Sean. "Besok kamu kosong Mas?" tanyanya.

Sean melirik langit-langit sekilas, ditopang kepalanya itu dengan tangan kanan, menghadap sang istri. "Kenapa? Mas Ada meeting jam sembilan."

Menimbang apa yang akan diucapkan, Dara tampak takut-takut mengutarakan maksudnya.

"Kenapa, Ra?" tanya Sean lagi setelah lama tak mendapat sebuat respons.

"Besok tanggal delapan belas."

"Oh..." Wajah Sean terlihat paham, guratan halus di dahinya mengendur detik itu juga ia mengangguk seolah mengerti dengan apa yang akan Dara lakukan esok hari. "Iya, Mas temenin. Mau jam berapa?"

Dara melihat itu lagi, ekspresi tak nyaman dari suaminya yang sedang mencoba bersikap biasa saja. Sejurus kemudian, ia tersenyum tipis. "Aku sama Mami aja Mas."

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang