[Sequel of Antistrafei]
Disarankan membaca Antistrafei terlebih dahulu
"Katanya, kalau kamu jatuh cinta dengan dua orang secara bersamaan, maka pilihlah yang terakhir, karena kalau kamu benar-benar mencintai yang pertama, kamu tidak akan berpaling k...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bunda?"
Dara masih berdendang kecil, ia meletakkan cangkir pada pod coffee dan kembali memasukkan loyang roti ke dalam oven. Sean mengulum senyum, lelaki itu berjalan ke arah meja bar, mendekatkan diri kepada wanitanya yang sibuk menyiapkan roti di malam salju pertama mereka tahun ini. Istrinya masak besar, mau undang Reira dan Kalandra juga nanti malam.
"Andara..."
Sembari memperhatikan dengan seksama, Sean semakin melebarkan senyum kala melihat kedua telinga istrinya ternyata tersumpal airpods. "Pantes."
Sean mendekati perempuan itu, kedua tangan kiri melepas airpods pada telinga kiri istrinya sementara tangan kanan Sean mengetuk lemari bawah. "Sayang."
"Eh Mas!" Dara hampir terlonjak ketika kedua tangan Sean membuatnya kaget. Pintu ovennya hampir ia banting saking kagetnya. "Kamu nih!"
"Maaf, habisnya kamu dipanggil nggak denger dari tadi." Sean memeluk istrinya lalu menarik celemek yang masih melekat pada tubuh Dara dan mengecup bibir istrinya itu singkat.
"Nggak macem-macem dong, aku belum selesai masak." Dara membalikkan tubuh, ia mengalungkan tangan pada sang suami yang dengan sigap menempatkan telapaknya pada punggung si perempuan. "Kok kamu udah selesai main tenisnya?"
"Bosen, Ra." Sean mengangkat kedua alisnya. Sekarang masih jam sepuluh pagi, dari jam delapan tadi, ia bersama beberapa pria dewasa dari blok tempatnya tinggal mengadakan tanding tenis lokal di Indoor tennis court, namun karena rasa bosan, Sean memutuskan untuk kembali pulang. Melihat istrinya memasak lebih menghibur untuknya. "Atau dengan kata lain... Saya kalah main."
"What?" Dara menggeleng tak percaya. "Kalah di olahraga favorit kamu? Nggak mungkin."
"Duh, apa yang nggak mungkin, Sayang? Lawan Mas jago-jago loh. Richard, Bassel, Greg, they are an expert."
"and you are an expert too." Dara mendorong dada Sean pelan. Matanya beralih pada Gama yang juga memasuki pintu rumah dengan handuk yang melingkari lehernya, dandannya nyaris serupa dengan Sean, kaos sweater dan training.
"Kak, Mas Sean sengaja mengalahkan diri dari Theo, Biar bisa cepet pulang katanya," ujar Gama mengadu, wajahnya kusut. Oniks Dara melirik Sean dan melotot kecil.
"Tuh." Puas melotot, Dara memutar bola matanya dan berjalan menghampiri Gama, yang menjulurkan lidah kepanasan. Persis seperti anjing.
Gama meraih air mineral yang berasal dari dalam kulkas yang kasar dibukanya barusan.
"Gam..."
Menoleh, Gama menelan air minum dan mengangkat kedua alisnya. Dara menyengir dan mengalihpandangkan matanya pada jam dinding. "Udah jam segini."
Gama paham maksud Dara, kakaknya itu pasti mengkodenya untuk menjemput si kembar yang menginap di rumah Reira. Janji Gama setelah dua minggu belakangan sibuk dan tak bisa menghabiskan banyak waktu untuk keponakannya itu-sebelum nantinya akan lebih sibuk dari kemarin sebab ia akan menikah bulan depan, ia akan mengajak Serapine dan Yonaviar pergi ke tempat bermain di Mall baru dekat Geneve Plage.