Chapter 43: Broke

719 78 22
                                    

Loving and fighting, accusing, denying

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Loving and fighting, accusing, denying. I can't imagine a world with you goneThe joy and the chaos, the demons we're made ofI'd be so lost if you left me alone

Hujan deras tak membuatnya ketakutan, namun keadaan tertekan yang membuatnya begitu. Tangan Kalandra bergetar bahkan hingga Reira telah mendapat penanganan di rumah sakit. Peluhnya menetes tak berhenti, darah Reira di bajunya begitu banyak hingga merubah warna dasar dari apa yang ia kenakan.

Tiga hal terburuk yang pernah Kalandra lalui dalam hidup. Yang pertama dikeluarkan dari sekolah, kedua, kehilangan ibunya, ketiga kehilangan Lika. Kini dia tak mau kehilangan Reira menjadi hal buruk nomor empat.

Kalandra tak mau perempuan itu meninggalkannya juga.

Demi Tuhan dia tak siap. Dirinya tak akan pernah siap.

Jam dua siang, waktu dimana ia sampai Vila tadi. Kalandra membawakan bungkusan kentang goreng yang Reira minta sebagai teman nonton film, katanya. Berkali-kali Kalandra memanggil nama perempuan itu. Ia heran, mengapa laptop dan ponsel hancur di ruang tengah, ditinggalkan begitu saja.

Tak mungkin kerampokan, pengawasan gerbang depan begitu ketat, pintu terkunci rapat. Dia yang mengunci Reira dari luar. Merasakan ada kejanggalan, Kalandra naik tergesa, menuju kamar perempuan paling cerewet sepanjang masa. Pintu yang tak pernah dikunci sejak keberadaannya di Vila, terbuka lebar, jendela di tengah hujan deras juga terbuka. Gorden ungu pastel telah basah. Mau berulang kali Kalandra mengedar pandang, perempuan itu tak ada di kamarnya.

Kalandra yang kesal lantas menggerutu, Reira membuat pekerjaannya semakin banyak dengan gorden-gorden basah itu. Betapa kalut Kalandra ketika melongok ke bawah sana. Reira, dengan banyak darah pada rerumputan, di tengah hujan, terpejam.

Otaknya bekerja cepat, ambulan segera ia panggil sementara tubuhnya berlarian menuju lantai bawah, tempat Reira tergeletak tak berdaya. Tuhan yang maha baik masih membuatnya tersenyum saat mengetahui bahwa perempuan itu masih bernapas walau lemah, nadinya masih ada walau tak terlalu ketara.

Dan di detik ketika Kalandra nyaris kehilangan wanita itu, ia sadar perasaannya lebih dari sekedar penjaga kepada majikannya.

Sudah dua jam berlalu sejak para dokter di unit gawat darurat menangani Reira di sana. Dan tak ada satu detikpun yang Kalandra lewatkan untuk tak memohon pada Tuhan akan keselamatannya. Kalandra diperbudak oleh pikirannya, diperbudak oleh segala kecemasannya sendiri.

"Kalandra!"

Lelaki itu menengadah dan mendapati sepupu Reira, Sean, berada di dekatnya. Ekspresinya melemah, ia bahkan rela dipenggal Sean karena lalai menjaga sepupunya itu.

"Pak Sean..."

"How come?"

Wajah Sean tampak begitu lelah, lingkar matanya itu membuat siapa saja yang melihatnya merasa iba. Tapi Kalandra tak mampu merasakan iba itu untuk Sean, hanya ada ketakutan di dalam hatinya.

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang