Chapter 7: Black Woods

912 88 28
                                    

Sepasang mata Gama terus menerus mengikuti Dara yang berada di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang mata Gama terus menerus mengikuti Dara yang berada di depannya. Ia menggelengkan kepala sambil memutar kedua bola matanya ketika memastikan sesuatu dari tubuh kakak perempuannya itu.

"Ah, gue tau alesan lo nggak ngangkat-ngangkat telepon gue," beber Gama tiba-tiba yang membuat Dara menoleh.

"Tidur, kakak tidur."

Pagi ini, Gama bertandang langsung ke rumah Sean dan Dara bersama dengan Sara. Sebelum bentrok terjadi, tentu saja, mana mau Gama menerobos bentrokan? Jadi di sinilah sepasang kekasih yang semalam suntuk tidak bisa tertidur karena memikirkan nasib mereka hari ini. Ucapan satpam cukup membuat jiwa mereka resah. Untuk istirahat saja dipenuhi rasa was-was.

Jadi, kali ini, ketika Gama melihat sebuah tanda memerah di sekeliling leher kakaknya, ia agak kesal.

"Yeee mau boong nggak mikir dulu, seenggaknya pake turtle neck kek."

Dara yang sadar langsung terbelalak dan buru-buru meraih sesuatu untuk menutupi lehernya. Kebetulan ada serbet makan di dekatnya. Urusan bersih atau tidak peringkat kesekian yang penting tanda dari Sean semalam tidak terekspos lagi kemanapun.

"Kayak ngomong sama anak sembilan tahun aja lo, gue udah dua puluh enam tahun, dan ngerti kegiatan apa aja yang dilakuin sama suami istri kalau malem."

"Ya tidur, apalagi?"

"Wewewewe tidur. Berapa ronde bos?" ledek Gama.

"GAMAAA!" teriak Dara malu.

Sara menahan tawanya, melihat kakak dari kekasihnya itu penuh semburat merah.

"Kalau tau nggak usah diomongin."

Gama membanting tubuhnya ke sofa, lalu menyilangkan kedua tangannya. "Kesel aja, gue khawatir sedemikian rupa, dan lo tampak nggak terganggu."

Mendengar pernyataan sang adik, Dara hanya bisa meringis penuh rasa bersalah. "Im sorry, and thank you."

"Seberapa chaos di luar?" Dara mengalohkan pembicaraannya.

"Nggak parah-parah amat, guenya yang lebay emang."

Gama menoleh pada Sara, dan mereka memutuskan untuk berbohong, agar kakaknya ini tidak terlalu kepikiran. Sejatinya, sepanjang perjalanan, Gama melihat banyak spanduk anti pemerintah dan kaum elit. Banyak foto Surya, mertua Dara, yang dicoreti dan dicaci maki.

Tidak ada yang menyangkut Sean memang, hanya saja, Gama tak ingin Dara tahu banyak.

"Mas Sean mana Kak?"

"Di ruang kerjanya, lagi rapat online masalah partainya."

"Oh." Usai ber-oh ria, kini mulut Gama menangkap kripik kentang yang ada di toples Dara, lalu mengedarkan pandangannya pada seisi rumah.

"Anak-anak?"

"Lagi mandi, dimandiin susternya."

"O aja ya bulet," respons Gama kemudian yang hanya dibalas dengan sambitan buah apel dari tangan Dara.

Reversed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang