17. EGOIS ATAU MELEPAS?

553 79 0
                                    

"Terus kamu kalau nggak mau dikemoterapi, maunya gimana?" Tanya Reyhan menatap penasaran lawan bicaranya.

Taman tidak terlalu ramai pagi ini, suasana yang cocok untuk mengobrol sambil menghirup udara segar.

Arabella baru saja mengeluarkan keluh kesahnya tentang dirinya yang diinginkan oleh kedua orangtuanya dan juga Hilal untuk menjalani kemoterapi. Setidaknya berbagi dengan Reyhan mungkin bisa membantu karena kondisi mereka yang tidak jauh berbeda.

"Aku nggak tau, yang penting aku nggak mau kemoterapi."

Reyhan mengangguk menanggapinya. Laki-laki itu tersenyum kecil melihat tingkah Arabella yang terlihat sedikit kesal.

"Aku paham apa yang kamu takutin, aku pun nggak mau dikemoterapi." Ujar Reyhan membuat Arabella menatapnya cepat.

"Tuh kan, pasti orang-orang kayak kita juga bakal nolak." Balas Arabella merasa ada teman.

"Nggak semua, tergantung orangnya. Kemoterapi itu emang bagus tapi efek sampingnya juga besar."

"Iya aku tau, makanya aku nggak mau." Arabella membalasnya.

"Ara, terus kamu maunya gimana?" Tanya Reyhan.

"Emm, jangan panggil aku Ara, Bella aja." Koreksi Arabella sedikit merasa tidak enak.

Reyhan mengernyit, memangnya apa bedanya sebuah panggilan? Lagipula sama sajakan itu juga bagian dari namanya.

"Kenapa?" Tanya Reyhan.

"Hilal nggak suka ada yang manggil aku Ara, cuma dia yang boleh katanya." Jelasnya.

"Sampai segitunya?" Reyhan tertawa kecil menanggapinya.

"Katanya itu panggilan khusus buat aku." Jelas Arabella.

"Ya udah aku panggil Bella aja, aku nggak mau menyalahi aturan." Reyhan masih tertawa sambil mengatakannya.

Arabella hanya tersenyum meresponya. Hilal memang seperti itu, membuat peraturan-peraturan unik yang terkadang malah aneh.

"Jadi gimana?" Reyhan kembali mengulang pertanyaannya.

"Kalau kamu gimana? Kamu kan juga nggak mau dikemoterapi."

Reyhan meluruskan duduknya beralih menatap ke depan, memberikan jeda untuk menjawab.

"Pasrah." Jawab Reyhan. "aku cuma bisa pasrah sekarang, udah dua tahun lebih ngelakuin pengobatan, operasi juga tapi nyatanya itu cuma bisa bikin aku bertahan hidup, nggak nyembuhin tubuh aku, terus sekarang penyakitnya malah tambah parah." Lanjut Reyhan sambil mengedikkan bahunya lalu kembali menatap Arabella.

"Kamu nggak kepengen sembuh?" Tanya Arabella.

"Siapa sih yang nggak mau sehat lagi kayak dulu? Aku, kamu dan semua pasien di sini juga pengen sembuh, tapi masalahnya bisa apa enggak?" Balas Reyhan.

"Kita di sini cuma ada tiga hal yang bakal kita rasain saat pulang, satu, kita pulang dalam keadaan yang udah dinyatain sehat, dua, kita pulang karena masih bisa bertahan hidup dan setelahnya bisa rawat jalan, tiga, kita pulang hanya tinggal nama." Ucap Reyhan sambil menghitungnya menggunakan jari.

"Aku nganggep diri ini udah nggak ada harapan. Jadi sekarang aku mau hidup sesuka diriku aja, aku kalau mau pulang sekarang terus lanjut rawat jalanpun bisa tapi aku nggak mau, masih betah di sini karena ada temen ngobrol sama kamu kayak gini. Kalau di luar mana ada orang yang mau temenan sama aku yang penyakitan ini." Reyhan masih melanjutkan ucapannya.

"Aku juga kadang nganggep kalau udah nggak ada harapan lagi, mau sekeras apapun aku meyakinkan diri dan nguatin badan aku, tetep aja aku pasti ngerasa lemah juga." Balas Arabella.

HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang