01:30
Ketika tubuh sedang sakit dan begitu lemas, hal yang paling dibutuhkan adalah tidur, namun tidak akan semenenangkan seperti hari-hari biasanya.
Seperti yang sedang dirasakan oleh Hilal, lelaki itu memejamkan matanya rapat dengan tubuh sedikit bergerak gelisah. Luka ditubuhnya kembali terasa nyeri membuatnya terbangun dari tidurnya.
Hilal mencoba mendudukkan dirinya dengan susah paya lalu menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur.
Sambil mengusap pelan dadanya yang terasa sakit dan sesak, Hilal menarik nafasnya dengan dalam berulang kali.
Tangan kanannya meraba nakas, mengambil ponselnya untuk melihat jam, lalu dirinya menoleh ke atas nakas berharap ada air minum namun nihil, hanya ada lampu tidur di atasnya.
Hilal merasa benar-benar tidak berdaya sekarang, tubuhnya nyeri, dadanya sesak, dan juga tenggorokannya terasa kering.
Ingin pergi mengambil air sendiri ke lantai bawah tapi Hilal ingat kondisinya, kakinya masih sakit jika dibuat untuk berjalan, mungkin memerlukan beberapa hari untuk dirinya bisa berjalan kembali meskipun sedikit pincang.
Lelaki itu kembali menatap layar ponselnya, ingin menelepon Mamanya tapi dia tidak tega jika harus membangunkan. Lalu Hilal beralih ke kontak Juan tapi kembali ia urungkan. Hilal juga tidak tega jika harus membangunkan Juan, Kakaknya itu sudah sangat sibuk hari ini dan dia membutuhkan istirahat.
Sepertinya Hilal akan mencoba seperti ini saja sampai ketiduran. Dirinya memang tidak pernah mau kalah dan banyak protes di beberapa hal, tapi Hilal sangat tidak suka merepotkan orang lain, rasanya tidak enak hati saja jika harus menyusahkan orang lain untuk dirinya.
Masih dengan mengelus dadanya pelan, tidak sampai menekannya karena rasanya sakit sekali. Hilal jadi berpikir tentang Arabella, tentang rasa sakit yang dirasakan gadis itu yang jauh lebih parah daripada dirinya.
Arabella bahkan menghabiskan hari-harinya untuk merasakan sakit, tapi dirinya malah sering kali memarahi jika kekasihnya itu tidak menurut.
Memikirkan tentang Arabella membuat Hilal jadi rindu, apalagi untuk beberapa saat kedepan mereka tidak akan bisa bertemu sebelum kondisi Hilal membaik dan bisa datang ke Rumah sakit untuk menemui gadisnya itu.
Hilal tersenyum kecil hanya dengan memikirkan Arabella saja dirinya sudah merasa bahagia. Arabella adalah penenang.
"Cewek kuat." Ucap Hilal memuji Arabella, bukan tanpa sebab karena faktanya kekasihnya itu memang gadis yang sangat kuat.
Cukup lama tanpa terasa Hilal memikirkan Arabella yang tidak bisa sebentar saja menghilang dari pikiranmya.
Hilal meringis merasakan dadanya yang semakin terasa sakit. Kenapa bisa sesakit ini?
"Sakit." Rintihnya sambil membungkuk menekan dadanya yang malah membuatnya semakin sakit.
"Akh." Kembali Hilal tidak bisa menahan rintihannya.
Keringat dingin mulai membasahi wajah dan juga tubuhnya. Hilal rasanya mau pingsan karena tidak kuatnya.
Tanpa mau membuat dirinya semakin dalam bahanya, Hilal memohon maaf karena mengganggu tidur orangtuanya karena dirinya tidak punya pilihan lain, lelaki itu dengan gemetar menekan tombol telepon ke nomor Mamanya yang tanpa membutuhkan banyak deringan langsung diterima oleh Mamanya tersebut.
"Mama, tolong sakit banget." Hilal mengatakan dengan susah paya.
"Tunggu, Mama ke atas." Setelah itu sambungan terputus setelah Ghina menjawab Hilal dengan nada penuh kepanikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
HILAL
Fanfiction🏅 1 Di Fullsun (Lengkap) Cinta itu buta, bukan tapi cinta itu tulus, menerima apapun keadaannya meskipun sudah tidak sempurna lagi. Di sini Hilal akan mengajarkan apa itu cinta yang tulus? Dan hubungan yang serius bukan hanya bisa dijalani oleh ora...