60. MARI PERGI BERSAMA

603 67 3
                                        

Suasana sejuk pagi dan perdebatan kecil, rasanya hal seperti itu terkadang tidak luput dirasakan dalam keluarga. Suatu saat hal inilah yang akan dirindukan.

"Padahal aku bisa bawa motor sendiri." Ucap Hilal begitu mereka sudah berada di teras rumah.

Tadi setelah sarapan bersama, Ghina meminta agar Juan saja yang mengantarkan Adiknya tersebut setelah melihat kondisi Anaknya yang seperti itu.

"Udahlah sekali-kali biar dianterin sama Kakak kamu." Ucap Adam yang juga setuju dengan Istrinya.

"Yang penting nanti jangan lupa jemput." Ucap Hilal lalu melirik Juan.

"Iya-iya." Balas Juan.

"Ya udah salim dulu." Hilal mencium tangan Ghina dan Adam bergantian.

"Minta doanya supaya ujianku lancar." Pintah Hilal tidak lupa dengan senyum yang menghiasi wajah pucatnya.

"Pasti. Papa sama Mama selalu doain kalian semoga selalu dilancarkan segala urusannya." Ucap Adam.

"Aku juga mau salim." Suara Aleta terdengar, meminta atensi dari orang-orang yang lebih tua darinya itu agar memperhatikannya.

Mendengar itu, Hilal langsung mengulurkan tangannya ke depan Adiknya tersebut.

"Doain Kakak ya." Tangan kiri Hilal mengelus puncak kepala Aleta dengan sayang.

"Iya, Kak. Tapi aku sebenernya mau ngomong." Ucap Aleta.

"Ngomong apa?" Tanya Hilal lalu merendahkan tubuhnya menjadi berjongkok di depan Aleta.

"Aku kangen dijemput sama Kak Hilal lagi kayak biasanya. Nanti jemput aku bisa?" Aleta mengutarakan isi hatinya.

"Kakak juga pengen jemput kamu lagi, tapi kalau hari ini nggak bisa. Kakak kan ada ujian sampai sore. Besok deh Kakak janji bakal jemput kamu." Ucap Hilal sedikit merasa bersalah karena sudah mengabaikan Adiknya ini.

"Janji ya." Aleta memastikan kembali.

"Janji. Sekarang kita berangkat." Setelah itu Hilal kembali berdiri.

"Ayo." Ajak Hilal kepada Juan.

"Kita berangkat ya, Ma, Pa." Ucap Hilal berpamitan.

"Hati-hati." Balas Ghina.

"Kalian juga hati-hati." Balas Hilal.

Setelah itu mereka mulai pergi ke tujuan masing-masing. Juan pergi mengantar Hilal, sedangkan Adam dan Ghina mengantar Alata ke sekolah sebelum mereka pergi ke restoran.

Dalam perjalanan, Hilal lebih banyak diam sambil menyandarkan tubuhnya, sesekali matanya terpejam membuat Juan yang melihatnya dari samping sedikit terganggu.

Merasa terganggu karena tidak biasanya Adiknya ini diam seperti ini meskipun sedang sakit.

Sikapnya benar-benar berbeda dari di rumah dan saat berbicara dengan orangtua mereka tadi.

"Kayaknya lo nanti habis ujian harus dirawat juga di Rumah sakit. Udah kayak mayat hidup muka lo. Coba ngaca." Ucap Juan berusaha mencairkan suasana.

"Dipikir nanti deh, lihat kondisi dulu." Balas Hilal masih tanpa mengubah posisinya.

"Lo ngerasa sakit banget ya? Nggak biasanya diem gini." Terlalu penasaran akhirnya Juan bertanya juga.

"Gue ini mau ujian bukan liburan, ya kali harus petakilan, yang ada buyar semua yang udah gue pelajarin." Balas Hilal.

"Tapi ini nggak ada hubungannya sama apa yang lo bilang waktu itukan?" Tanya Juan hati-hati. Sejujurnya ia juga ketakutan mengetahui fakta itu.

Hilal membuka matanya saat mendengar Juan membahas tentang hasil tesnya waktu itu.

HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang