45. IZINKAN AKU MEMILIKINYA

451 71 7
                                    

Hilal baru saja ke luar menginjakkan kakinya dari dalam kelas, saat matanya terbuka sempurna mendapati notifikasi di ponselnya yang menunjukkan panggilan lebih dari sepuluh kali dari Danish, dan satu pesan yang rasanya mampu mengambil separuh nyawanya.

Seharusnya tadi dirinya tidak mematikan ponselnya, sehingga tidak melewatkan panggilan penting dari Danish.

Tidak ingin terlalu terpanah dalam satu titik, Hilal pun segera mengembalikan fokusnya untuk pergi ke parkiran dan menuju rumah sakit secepat mungkin.

Danish mengatakan kondisi Arabella sedang tidak baik-baik saja saat gadis itu terbangung.

Hilal menghiraukan motornya yang terparkir tidak rapih, lalu berlari secepat yang dirinya bisa ke kamar rawat Arabella.

Sesampainya di depan pintu, laki-laki itu mengatur nafasanya yang memburu, lalu membuka dengan perlahan pintu ruangan rawat di depannya, tidak ingin merusak suasana tenang di dalamnya meskipun hatinya tidak bisa tenang sekarang ini.

Rania dan Danish pun menoleh tanpa mengeluarkan suaranya saat Hilal berjalan mendekat ke Arabella yang masih berbaring.

Hilal mendudukkan dirinya di samping tempat tidur kekasihnya tersebut. Matanya menatap ke Rania dan Danish meminta penjelasan tentang keadaan Arabella.

"Kenapa?" Tanya Hilal lembut pada Arabella yang sedang menatapnya.

Tatapan itu, Hilal tidak pernah melihatnya dari mata kekasihnya ini selama mereka menjalin hubungan sekian lama. Ada apa dengan Arabella?

"Dokter mengatakan kalau kondisi penglihatan Arabella memburuk, tapi itu tidak akan berlangsung lama." Jelas Danish mengutarakan apa yang sudah Dokter katakan padanya tadi.

Hilal memejamkan matanya, menahan gejolak pada dirinya agak tidak meledak seketika. Situasi seperti ini, dirinya bahkan tidak pernah sekadar membayangkannya pun.

"Dari tadi Bella muntah terus dan kepalanya sakit, tapi Dokter Edwin bilang jika itu efek samping yang akan hilang nanti."

"Udah dikasih obat, Om?" Tanya Hilal.

Danish megangguk membalasnya. "Bella harus istirahat, tapi kayaknya dia nunggu kamu, dari tadi manggilin nama kamu terus."

Mendengar itu Hilal semakin menyesali dirinya yang tidak bisa sigap untuk kekasihnya ini, bahkan kondisi gadis itu sangat memprihatinkan sskarang, dan dia membutuhkan dirinya.

"Aku udah di sini, jadi sekarang kamu tidur ya. Aku jagain sampai kamu bangun nanti." Ucap Hilal sambil mengelus pipi Arabella yang pucat tanpa rona.

Dengan penglihatan yang samar, tangan lemahnya mencari-cari tangan Hilal yang berada di pipinya. Menggenggam tangan itu untuk memastikan jika laki-laki itu tidak akan pergi meninggalkannya.

"Aku temenin di sini." Hilal mencium genggaman tangan mereka dengan tulus.

Seolah memang saat seperti ini yang dirinya tunggu, Arabella pun mulai memejamkan matanya disusul dengan nafas yang kian teratur, menandakan jika dirinya sudah terbawa ke alam bawah sadarnya.

Lihatlah bagaimana menyedihkannya kondisi kekasihnya saat ini, wajah pucat, badan kurus dan jiwanya yang begitu lemah. Bagaimana sakitnya yang gadis itu rasalan sekarang? Hilal sama sekali tidak tega.

Dengan genggaman tangan yang masih bertaut, Hilal memandangi wajah Arabella dengan selang oksigen yang berada di hidung gadis itu.

"Om." Panggilnya lalu menoleh perlahan ke arah Danish dan Rania yang masih berdiri di sisi tepat tidur putri mereka tersebut.

HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang