36. MAMA TERSAYANG

437 74 0
                                    

Tumbuh menjadi dewasa bukan saat di mana rasa hormat dan sayang pada orangtua terutama Mama akan melebur. Mau sedewasa apapun, bagi seorang anak pendapat dan izin Mamanya adalah kunci nomor satu.

Raden Hilal Habzi

~~~~

Malam minggu mungkin akan terasa sangat spesial untuk sebagian orang karena waktu tersebut adalah saat-saat terbaik untuk berkumpul bersama orang yang disayanginya, bukan hanya untuk pasangan kekasih tapi juga keluarga.

Begitu juga dengan Hilal yang sedang membantu Ghina mencuci piring setelah makan malam. Biasanya Dean yang akan membantu Mamanya tersebut tapi hari ini Hilal dengan memaksa menawarkan dirinya yang harus membantu Mama mereka bersih-bersih.

Satu kata, tumben. Ya tentu saja pasti ada maunya.

"Ma." Panggil anak laki-laki itu sambil masih fokus membilas piring yang penuh busa setelah dibersihkan Ghina.

"Apa, sayang?" Suara lembut Ghina membalas putra ketiganya itu.

"Mama kapan bisa libur nggak ke restoran?" Tanya Hilal sambil menoleh ke kanan sekilas.

"Kenapa emangnya?" Ghina balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan putranya tersebut.

"Aku mau ngajak Mama ke mal." Jawab Hilal.

"Tumben kamu ke mal, biasanya males kalau belanja langsung?" Ghina paham betul dengan anaknya yang satu ini.

Hilal memang lebih suka membeli barang secara online agar dirinya tidak perlu repot-repot pergi ke toko dan harus mengantre.

"Aku mau beli cincin." Ungkapnya, mampu membuat Ghina menghentikan kegiatannya dan menatap Hilal sepenuhnya.

"Buat Bella?" Tanya Ghina yang tentu saja benar, memangnya untuk siapa lagi?

"Iya. Buat aku juga sih." Jawab Hilal."semenjak toko kue diserahin ke aku buat dikelola, Papa kan setiap bulan kasih aku uang lebih yang katanya gaji aku, nah uang itu semua aku tabung beberapa bulan ini. Kayaknya udah cukup kalau buat beli cincin." Jelas Hilal agar Ghina tidak kebingungan memikirkan dari mana anaknya ini mendapatkan uang, mengingat harga cincin itu tidak murah.

"Mama temenin kamu ke mal. Kamu maunya kapan?" Tanya Ghina sambil tersenyum lembut melihat Hilal yang terlihat malu-malu.

"Kalau besok bisa? Eh tapikan besok minggu, pastinya restoran bakal rame." Hilal tidak mau Mamanya ini meninggalkan restoran yang pastinya membutuhkan wanita itu.

"Gimana kalau sen-"

"Mama temenin besok." Sela Ghina cepat.

"Tapi kan restoran kalau hari minggu rame banget, Ma. Mama nggak biasanya ninggalin restoran dihari minggu." Ucap Hilal.

"Anak Mama lebih butuh ditemenin daripada restoran." Balas Ghina cepat.

Ghina tidak mau dengan mengelola usahanya membuat ia menjadi lalai terhadap keluarga kecilnya ini, terutama anak-anaknya saat sedang membutuhkan bantuan. Dengan Hilal mau memintanya seperti ini saja sudah membuat Ghina senang, itu artinya dirinya masih menjadi salah satu orang terpenting dihidup putranya tersebut.

Tumbuh menjadi dewasa bukan saat di mana rasa hormat dan sayang pada orangtua terutama Mamanya akan melebur. Mau sedewasa apapun, bagi Hilal pendapat dan izin Mamanya adalah kunci nomor satu.

"Makasih, Mamaku yang cantik." Hilal mengecup pipi kiri Ghina tanpa malu. Biarlah dikata anak Mama, memang faktanya seperti itu.

"Sama-sama, sayang." Balas Ghina masih dengan senyum menyejukkan di wajahnya."nanti jangam tidur malam-malam. Besok berangkatnya biar nggak siang-siang."

HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang