Semua akan indah pada waktunya, apa kata-kata ini benar akan bisa terjadi nyata atau hanya bualan semata? Sejujurnya tahap indah atau kebahagiaan itu tergantung pada diri sendiri, bagaimana caranya menyuskuri hidup dan juga nikmat yang sudah diberikan oleh Tuhan.
Manusia adalah orang paling egois dan selalu merasa tersakiti oleh kuasa Tuhan, manusia terkadang lupa untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan hanya karena adanya cobaan.
Tapi bukankah Tuhan sudah sangat baik dengan memberikan cobaan karena hal tersebut akan berubah menjadi nikmat diakhirinya?
Seperti halnya Arabella dan semua orang di sampingnya, siapa yang senang mendapatkan musibah sakit separah ini? Tidak ada. Tapi dengan adanya penyakit ini membuat gadis itu dan orang-orang tersayangnya menjadi lebih menghargai waktu, kebersamaan, dan juga menjaga kesehatan.
Hanya dengan merasakan dipagi hari tubuhnya terasa lebih baik dari hari kemarin pun Arabella dan kedua orangtuanya sangat senang bukan main, begitu mudahnya bahagia yang bahkan seringkali disepelekan.
Bagun bugar di pagi hari mungkin bagi kebanyakan orang terasa biasa saja dan wajar, namun bagi sebagian orang hal itu adalah nikmat yang luar biasa.
Tuhan menciptakan rasa bahagia dan nikmat manusia dengan takaran dan porsinya masing-masing.
Hari ini jam enam pagi, suasana kamar Arabella sedikit berbeda dari hari-hari biasanya, kesamaannya hanya dirinya yang hanya bisa terbaring di atas tempat tidur.
Hilal sampai di Rumah sakit pukul lima pagi setelah laki-laki itu selesai menunaikan ibadahnya di rumah. Dengan keadaan langit yang masih gelap dan rasa dingin yang menusuk kulitnya meskipun sudah dilapisi oleh jaket, dengan tegar Hilal tetap mengendarai motornya dari rumah sampai Rumah sakit.
Laki-laki itu duduk di tempat tidur Arabella tepat menghadap gadis itu sambil melempar senyum menguatkan. Tangan kirinya menggenggam jemari Arabella, sedangkan tangan kanannya mengelus puncak kepala gadis itu dengan lembut.
"Rileks aja, jangan tegang." Ucap Hilal dengan begitu lembut.
"Sebenernya aku takut." Ujar Arabella jujur. Ia rasa tidak harus ada yang perlu ditutup-tutupi dan mencoba untuk terlihat tegar.
"Itu wajar. Aku kalau diposisi kamu juga pasti takut tapi kalau ini cara biar bisa sembuh, ya kita harus berusaha meskipun sakit." Hilal paham, tidak akan ada orang yang akan merasa baik-baik saja jika dalam posisi Arabella sekarang.
Hari ini Arabella akan melakukan terapi radiasi sinar eksternal sebelum nantinya dilakukan operasi, Dokter Edwin mengatakan terapi ini ini berguna agar sel kanker bisa lebih mengecil.
"Dokter Edwin bilang nggak lamakan, biasanya sepuluh menit udah selesai, mungkin terapi sama persiapannya bisa sampai tiga puluh menit ya paling lama satu jam kemungkinan. Kamu bisa ya coba kuat selama itu." Ucap Hilal mencoba memberikan semangat dan kekuatan pada Arabella.
Arabella mengangguk."minta peluk boleh?" pinta Arabella tanpa ragu meskipun Papa dan Mamanya memperhatikan keduanya sedari tadi.
Danish dan Rania pun paham dengan situasi ini, baginya Hilal bukan hanya sekadar kekasih dari anaknya tapi mereka mereka sudah menganggap Hilal sebagai seorang putra. Adanya anak laki-laki itu adalah anugerah bagi keluarganya. Hilal sudah banyak sekali membantu.
"Tentu. Nggak mau dicium sekalian?" Tanya Hilal sedikit menggoda lalu menarik tubuh yang lebih kecil darinya itu ke dekapannya dengan erat, menyandarkan kepala Arabella di dadanya dengan nyaman.
"Omongan kamu. Ada Papa aku." Bisik Arabella namun tidak bisa tersembunyikan dari ruangan sunyi ini.
"Emang kenapa?" Hilal menangapinya dengan begitu santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
HILAL
Fanfiction🏅 1 Di Fullsun (Lengkap) Cinta itu buta, bukan tapi cinta itu tulus, menerima apapun keadaannya meskipun sudah tidak sempurna lagi. Di sini Hilal akan mengajarkan apa itu cinta yang tulus? Dan hubungan yang serius bukan hanya bisa dijalani oleh ora...