Suara nyaring terdengar memekik telinga. Membuat seorang gadis yang sedang asik bergelung didalam selimut tebal yang membungkus tubuhnya pun bergeliat terusik. Tangannya terulur untuk mematikan benda kecil ber angka dan jarum itu.
Badannya tergerak untuk bangun, cahaya matahari yang masuk menerobos melalui jendela dan tirai penutup pun membuat dia mengusak kedua matanya untuk menajamkan penglihatan.
Gadis tersebut lalu melihat seisi kamarnya yang bernuansa hitam putih tersebut. Ia lalu terdiam beberapa saat, berfikir apa yang harus ia lakukan setelah ini.
5 menit kemudian ia bangkit untuk segera membersihkan dirinya , mengingat bahwa hari ini ia memiliki mata kuliah yang akan berlangsung 2 jam yang akan datang.
Adhara Danarella , putri pertama dari keluarga Dana itu segera melihat pantulan dirinya dicermin usai membersihkan diri dan bersiap untuk menuju univ tempatnya menimba ilmu.
Tidak perlu pakaian yang mewah atau berkelas. Adhara hanya mengenakan celana jeans dengan kaos dan dipadukan kemeja. Begitulah penampilan nya setiap berkuliah.
Setelah dirasa semua siap, ia lalu berjalan keluar dari kamarnya. Kaki-kaki jenjangnya menuruni setiap anak tangga yang ada. Sampai di tiga anak tangga terakhir, telinga nya menangkap percakapan hangat yang berasal dari ruang makan.
Adhara melihat sekilas orang yang berada disana, hanya ada Mama, Kakak dan adiknya. Ah pasti Papa nya sudah berangkat disaat langit masih gelap. Papa nya itu sangat pekerja keras.
"Makan dulu." Itu suara dari sang Mama yang lebih seperti perintah bagi Adhara.
Adhara tak menjawab. Ia hanya mengangguk lalu mengambil tempat disebelah sang adik.
"Ayo cepet makannya, nanti telat. Ada jadwal pagi kan?" Itu suara kakaknya yang ditunjukkan kepada sang adik. Tapi, bukan kepada Adhara.
Adhara hanya menyaksikan interaksi dua orang itu. Kakaknya dan adiknya.
Ares Danadyaksa dan Adhina Danarena. Kakak dan adik kembarnya. Ya, Adhara memang terlahir memiliki seorang kembaran namun wajah keduanya tak serupa.
"Sebentar dong Bang! Nanti kalau aku keselek gimana?" Ujar Adhina dengan senyum menggemaskannya. Membuat Ares dengan cepat menarik hidung adik bungsunya itu.
Keduanya lalu tertawa, tanpa memperdulikan seseorang yang sedari tadi mendengarkan dengan iri sambil melihat makanannya tanpa berselera. Adhara ingin bisa berinteraksi dengan kakaknya, tapi dari kecil ia selalu saja tidak diberi kesempatan untuk bisa dekat. Selalu saja Adhina dimata Kakaknya.
"Udah sana Abang sama Adek berangkat, nanti telat." Resya memerintahkan si bungsu dan sang sulung
"Ah iya, yaudah kita berangkat, ya Ma." Ares mencium telapak tangan sang Mama, begitupun Adhina.
Keduanya lalu pergi meninggalkan ruang makan dengan tawa dan canda yang mengiringi mereka.
Sejak duduk dibangku sekolah menengah atas, Adhara tak pernah merasakan pergi ke sekolah bersama dengan sang Kakak. Selalu saja Adhina yang cowok itu ajak. Begitupun sampai sekarang.
Jika kalian tanya kenapa Adhina dan Ares selalu berangkat bersama bahkan sudah menduduki bangku perkuliahan, jawabannya karena Ares memang sangat khawatir pada Adhina. Bahkan jadwal mata kuliah Ares pun terkadang ada di jam 11 siang, tapi cowok itu dengan senang hati mau menuju kampus jam 8 karena Adhina ada jam disaat itu.
"Mama harus ke butik sekarang, hati-hati ya sayang." Resya mengecup kepala anak tengahnya lalu pergi.
Air mata Adhara pun lolos begitu saja. Adhara mengepalkan tangannya, menahan segala gejolak emosi dan kesedihannya melihat Ares dan Adhina begitu akrab. Ia ingin , tapi sepertinya hanya angan semata. Mama nya juga seperti tidak memperdulikan nya, bahkan juga tidak sadar tentang perilaku Ares yang tidak adil padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]
Ficção AdolescenteIni kisah Adhara yang memiliki kakak dan juga adik. Punya saudara kembar yang akrab denganmu adalah idaman semua orang. Namun ini Adhara dan Adhina yang entah mengapa seperti berjarak padahal keduanya adalah seorang saudara kembar. Sosok kakak yang...