#11 Peluk

541 73 3
                                    

Adhara memutar bola matanya dengan malas. Hari ini ia benar-benar dibuat pusing oleh kelakuan Cita yang terus saja bertanya padanya. Pertanyaan gadis itu pun sangat tidak jelas menurut Adhara seperti,

Apa yang terjadi antara lo sama Sagara saat gua pulang duluan kemarin?

Kenapa kalian kayak ada sesuatu?

Jujur, lo sama Sagara jadian kan?

Semua tentang Sagara. Adhara sampai bosan mendengar nama cowok itu di ucapkan oleh Cita. Seperti tidak ada hal lain saja yang bisa di bahas. Dan semua tindakan keingin tahunan Cita tersebut didorong akibat tindakan Sagara pagi tadi.

Flashback on*

Adhara baru saja sampai dan tengah berjalan memasuki gedung Fakultas nya bersama Cita. Seperti biasa, mereka berdua memang selalu berangkat bersama.

Kali ini keduanya sampai lebih pagi dari biasanya. Hal itu dikarenakan adanya jam kuliah yang dimajukan sehingga mau tidak mau Cita dan Adhara sudah disana  bahkan ketika jam baru menunjukkan pukul 7, padahal jam kuliah pertama baru dilaksanakan pukul 8. Katakanlah mereka terlalu rajin, tapi memang itu ide Adhara yang tidak ingin datang terlalu mepet dan terkena macet. Kalian pasti tau lalu lintas ibu kota seperti apa.

"Makan dulu lah, laper banget. Ini kenapa sih lagian jam kuliah pertama dimajuin? Gua masih ngantuk banget, udah gitu semalem baru tidur jam 2 gara-gara ngerjain makalah." Cita terus saja medumal sepanjang mereka jalan.

"Lo ngoceh juga kagak buat jam kuliah jadi balik seperti semula." Ucapan Adhara membuat Cita merenggut kesal.

Keduanya lalu berjalan menuju kantin untuk mengisi perut masing-masing. Seperti biasanya, mereka pasti memesan bubur ayam dengan teh manis hangat sebagai pelengkap.

Adhara bertugas mencari tempat untuk mereka, sementara Cita yang memesan makan.

"Pagi," ujar seseorang kala Adhara baru saja duduk disalah satu tempat yang ia pilih untuk menjadi tempat nya makan bersama Cita.

"Ck!" Alih-alih menjawab ucapan orang itu, Adhara hanya berdecak sebagai jawaban yang sudah bisa diartikan bahwa ia malas orang itu berada dihadapannya.

"Masih pagi jangan marah-marah," ucap orang itu lagi.

"To the point, ada apa?" Tanya Adhara yang memang malas berbasa basi dan membuat dirinya dan orang itu berhadapan dengan sedikit memakan waktu.

"Memastikan sesuatu." Setelah berucap itu, orang dihadapan Adhara segera mengambil tangan milik Adhara. Lebih tepatnya melihat beberapa memar dan bengkak yang semalam gadis itu buat akibat latihan memukul samsak tanpa menggunakan pengaman tangan.

Semalam, tangan Adhara memang sempat diperban oleh cowok yang tiba-tiba datang dan memaksanya pulang bersama. Dan cowok itu adalah orang yang sedari tadi ada dihadapan Adhara sekarang. Ya, Sagara.

"Ini gak lo obatin lagi pake salep yang gua kasih? Kenapa juga gak di perban lagi?" Sagara berucap dengan tatapan mata yang tajam.

"Males," balas Adhara.

"Demi kebaikan lo aja, lo males. Ck!" Sagara berdecak lalu segera mengeluarkan sebuah salep dan perban dari dalam tas milik nya.

Dengan penuh kelembutan dan telaten cowok itu mengobati tangan Adhara. Adhara memperhatikan wajah serius Sagara saat mengobati dirinya. Sagara benar-benar teliti dan perlahan, seakan Adhara adalah benda yang mudah rapuh jika salah menyentuh.

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang