#37 Untuk yang Pertama

483 56 1
                                    

Adhara dan Erlang telah sampai kembali di sekret muai thai untuk meletakan beberapa belanjaan yang sudah mereka beli tadi.

"Bang itu, ya belanjaan nya. Gua duluan ada urusan," pamit Adhara kemudian pergi dengan cepat begitu saja tanpa sadar Erlang ingin mengajaknya pulang bersama.

Adhara berjalan dengan perasaan bahagia menuju kembali ke gedung fakultas nya untuk mengajak Sagara pulang bersama dan mampir makan sore bareng di tenda pecel ayam langganannya dan Cita.

Gadis itu mengirimkan pesan kepada Sagara namun tak ada satupun yang dibalas cowok itu. Setelah itu Adhara beralih mengirim pesan kepada Janu untuk menanyakan keberadaan Sagara dan langsung dibalas oleh kakak tingkat nya itu bahwa Sagara sedang rapat diruang himpunan.

Adhara menyimpan ponselnya lalu berjalan menuju taman dekat sekret himpunan untuk menunggu Sagara selesai rapat.

Gadis itu memainkan ponselnya alih-alih menyingkirkan rasa bosan.

Satu jam kemudian, Sagara terlihat keluar dari habis menyelesaikan rapatnya.

Adhara dengan riang berjalan menghampri cowok itu, tersenyum manis.

"Balik bareng yuk! Gua mau traktir lo pecel langganan gua, selama ini lo yang teraktir gua terus. Jadi kita gantian," ujar Adhara dengan riang.

Sagara menatap gadis itu dengan datar lalu membuang wajahnya ke arah lain. Perasaannya benar-benar kalut akibat melihat Adhara dan Erlang di supermarket tadi.

"Gua udah janji sama orang."

Adhara menyeritkan dahinya penasaran siapa orang yang dimaksud.

"Sia-.." baru saja Adhara ingin bertanya. tiba-tiba saja ada seseorang yang datang ditengah-tengah obrolan mereka.

"Kak, ayo!" Ujarnya. Adhara melihat Adhina yang tersenyum penuh kemenangan padanya.

"Ayo," balas Sagara lalu pergi berlalu bersama Adhina begitu saja meninggalkan dia.

Adhara menatap kepergian Sagara dengan sendu. Ia sudah benar-benar ingin membuka hatinya dan bersikap lebih baik menerima Sagara, namun kenapa semua jadi berakhir begini? Apa selama ini ia salah menangkap signal dari Sagara? Selama ini Sagara itu menaruh hatinya pada Adhina. Sebenernya apa yang terjadi?

Adhara tanpa sadar berkaca-kaca. Kenapa saat ia baru saja yakin akan perasaan nya yang mulai jatuh cinta dengan Sagara, cowok itu malah acuh dengannya.

Tak ingin terlihat kacau diarea kampus sampai membuat heboh , Adhara memilih pergi menuju apartemen Cita yang jaraknya cukup dekat dari kampus mereka.

15 menit waktu yang Adhara tempuh menggunakan ojek online. Ditekannya bel unit bernomor 451 itu. Unit apartemen milik Cita, berada dilantai 4.

"Loh? Lo ngapain?" Tanya Cita.

Alih-alih menjawab, Adhara menyelonong masuk dan mendudukkan dirinya di sofa yang ada. Gadis itu menutup wajahnya dengan lengan.

Tentu pemandangan itu membuat Cita sangat bingung. Selepas menutup kembali pintu apartemen nya, Cita ikut bergabung dengan Adhara.

"Lo kenapa? Ada masalah?" Tanya Cita khawatir.

"Gua salah apa ya.." ujar Adhara.

"Hah?"

"Gua salah apa Cit, ketika gua udah sadar sama perasaan gua kepada Sagara terus mencoba baik dan menerima kehadiran nya, dan dia malah menunjukkan gesture bahwa dia seperti gak menaruh perasaan sama gua."

Cita mengerti. Ia perihal Sagara. Apa yang terjadi sampai Adhara mengatakan keraguan seperti itu? Bahkan Cita pun yakin bahwa mau Sagara atau Adhara memiliki perasaan yang sama. Namun keduanya masih bodoh dalam menangkap signal masing-masing.

"Kenapa lo bisa tiba-tiba ragu?" Tanya Cita.

"Dia acuhin gua tadi lalu pergi gitu aja sama Adhina. Matanya bahkan gak natap gua lagi. Gua salah apa kali ini Cit?" Tanya Adhara, tanpa sadar air matanya terjatuh.

"Jatuh cinta kenapa se-menyakitkan ini? Kenapa ketika gua udah menerima semuanya, dia seakan malah pergi?" Ujar Adhara dengan air mata yang mengalir.

Cita mengikis jarak diantara dia dan Adhara lalu mengusap punggung gadis itu guna memenangkan.

Adhara itu baru kali ini menemukan seseorang sampai buat dia jatuh cinta, sejak SMA ketika Cita bergonta ganti pasangan, Adhara tetap dengan status sendiri nya. Gadis itu tak pernah berfikir akan merasakan perasaan jatuh cinta. Dan , ya Sagara yang pertama. Namun Sagara juga yang pertama membuat air mata akibat cinta Adhara jatuh.

"Lo tenangin diri lo dulu, gua ambilin minum."

Cita berjalan menuju arah dapurnya lalu mengambil segelas air mineral dan kemudian kembali menghampiri Adhara dan menyerahkan air tersebut padanya.

Adhara menerima nya kemudian meneguknya hingga setengah.

"Udah lo nginep aja, besok gak usah masuk. Jatah izin lo kan masih ada." Cita berucap uang yang diangguki Adhara.

"Gua se-gapantes itu ya Cit buat dicintai?" Pertanyaan Adhara membuat Cita kembali terduduk dan mengusap punggung gadis itu, padahal tadinya dia mau menyiapkan baju ganti untuk Adhara.

"Hei, kok ngomong nya ngawur? Udah ah, lo lagi kacau gini ngomong nya aneh. Mending sekarang lo mandi, terus kita makan. Lo belum makan pasti," ujar Cita kemudian mendorong dengan pelan tubuh Adhara supaya segera membersihkan dirinya.

Sementara Adhara pergi membersihkan diri, Cita memilih kembali ke area dapur dan menekan-nekan layar ponselnya memesan beberapa makanan lewat ojek online.

"Kalau ada ojek online untuk apa masak, anjai." Cita berucap pada dirinya sendiri sambil menatap layar ponsel yang menunjukkan bahwa pesannya sudah selesai tinggal menunggu datang.

Seketika pikirannya tertuju pada Adhara. Gadis itu benar-benar selalu dalam masa sulit.

Tidak dalam keluarga terutama persaudaraan nya, bahkan sekarang soal hati saja Adhara benar-benar seperti dipersulit. Ujian hidup Adhara sungguh banyak, Cita berdoa semoga kebahagiaan Adhara cepat datang.

--
Adhara keluar dari kamar mandi dengan pakaian bersih milik Cita. Gadis itu berjalan ke meja makan menghampiri Cita yang tengah memainkan ponselnya. Di atas meja sudah ada beberapa makanan yang tersaji, sudah Adhara pastikan Cita memesan semua itu. Mengingat Cita tidak masak.

"Lo besok bolos juga?" Tanya Adhara sambil mengusak rambutnya yang basah dengan handuk.

Cita yang tersadar bahwa Adhara telah selesai membersihkan diri dan sudah siap makan malam bersamanya pun langsung meletakan ponselnya.

"Jam pertama kagak soalnya jatah bolos gua udah abis. Tapi palingan abis makan siang cabut, jatah bolos masih ada. Dan gua ada urusan bentar juga." Adhara mengangguk mendengar ucapan Cita.

Keduanya lalu menyantap makan malam dengan sesekali berbincang.

Adhara menatap ke arah luar jendela besar yang berada di kamar milik Cita. Jendela yang menampilkan pemandangan lampu jalan dan kendaraan.

Pikirannya melayang-layang memikirkan apa yang sebenernya terjadi pada Sagara?

"Lo udah kabarin bokap lo?" Tanya Cita yang diangguki Adhara.

"Jangan terlalu dipikirin Dhar, semua ada jalan keluarnya. Udah ah ayo tidur," ajak Cita.

Adhara kemudian bangkit lalu bersiap untuk tidur. Sementara Cita masih berkutat dengan laptop dimeja belajar nya.

"Lo jangan begadang Cit!" Ingat Adhara.

"Iya ndoro, lo tidur duluan aja. Hari ini lo pasti capek banget," balas Cita.

Ucapan Cita benar. Adhara merasa jauh lebih lelah hari ini. Lelah secara fisik dan batin. Sibuk dengan pikirannya, lama kelamaan Adhara tanpa sadar masuk ke dalam mimpinya, berharap bahwa masalah yang menjadi bebannya saat ini hilang tertinggal di mimpi. Berharap bahwa esok hari ketika ia membuka matanya, Sagara-nya masih sama seperti saat mereka pergi ke bukit, Sagara yang dengan penuh ketulusan menatap matanya, bukan Sagara yang hari ini membuang tatapan mata nya dan pergi meninggalkan Adhara begitu saja.

To be continue....

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang