Sagara berjalan dengan sedikit cepat memasuki sebuah rumah sakit yang beberapa jam yang lalu sempat ia kunjungi.
Cowok itu telah mengantarkan Adhara menuju apartemen milik Cita kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah sakit karena ada hal yang harus ia sampaikan kepada Ares yang berstatus sahabat dekatnya itu.
Sagara tidak pernah semarah ini dengan Ares. Dan saat ini ia benar-benar sudah diujung batas kesabaran nya, terlebih melihat Adhara yang begitu menerima berbagai macam kata-kata menyakitkan dari beberapa orang yang nyatanya gadis itu sayang, ditambah lagi dua orang itu juga menyudutkan dia.
"Ares mana?" Tanya Sagara dengan tegas ketika menemukan dua orang sahabatnya yang lain yaitu Nakula dan Janu didepan sebuah ruangan bertuliskan UGD.
"Ngapain?" Tanya Janu.
"Lo kalau mau ribut, gak disini Gar." Nakula yang sudah dapat membaca gerak gerik Sagara mulai berdiri dan menahan cowok itu.
"Gua perlu ngobrol." Sagara berucap final. Tatapan matanya sungguh tajam.
"Gua panggilin dulu." Janu segera masuk kedalam ruangan dimana Ares sedang menemani Adhina sang adik.
Tak berapa lama terlihat dari pintu ruangan UGD yang terbuka lebar, Ares bangkit dan keluar bersama Janu setelah keduanya berbicara sebentar.
Saat Ares sudah berada dihadapan Sagara, dengan cepat cowok itu meninju wajah mulus Ares. Hal itu pun benar-benar membuat semua orang terkejut begitupun Adhina yang dapat melihat itu dengan jelas dari ranjang rumah sakit.
"Lo apa-apa an sih? Dateng-dateng main pukul aja," ucap Ares yang dibuat bingung oleh tindakan tiba-tiba Sagara.
Sagara tertawa remeh. Dia kemudian menatap tajam Ares,
"Lo yang apa-apa an. Lo bisa gak sih, berhenti sakitin Adhara? Lo bilang apa sama nyokap lo sampai Adhara ditampar dan gak dibolehin pulang?" Pertanyaan Sagara tidak dijawab oleh Ares.Janu dan Nakula yang mendengar pun terkejut.
"Hah? Adhara gak boleh pulang? Terus dimana?" Janu bertanya dengan khawatir sekaligus penasaran."Dia ada disuatu tempat yang aman." Jawaban Sagara membuat Janu dan Nakula bernafas lega. Setidaknya Adhara baik-baik saja.
"Diem lo anjing? Cuma cowok brengsek yang nyakitin cewek, itu kata-kata lo dulu kan? Bullshit. Nyatanya lo nyakitin cewek yang berstatus adik kandung lo sendiri. Brengsek, kenapa bisa gua sahabatan sama lo anjing." Sagara tertawa miris.
"Gua cuma bilang fakta." Jawaban Ares sungguh semakin membuat Sagara emosi.
Dengan cepat dia kembali melayangkan pukulan ke wajah Ares yang tentu saja dibalas oleh cowok itu. Terjadilah aksi saling pukul diantara kedua sahabat itu.
"Woilah, gila ya lo berdua? Ini rumah sakit," ucap Nakula menengahi dan membuat keduanya berhenti saling memukul.
"Lo udah pada gede kenapa masih berantem kayak bocah gini sih? Setiap masalah tuh diomongin baik-baik." Nakula memberikan nasihat kepada keduanya. Sagara dan Ares pun diam.
"Gua mau ingetin sekali lagi soal ini, jangan pernah sakitin Adhara. Gua gak peduli lo Abangnya dan kita sahabat an Res, kalau lo berani buat dia nangis lagi atau nyakitin dia, gua bakalan jadi orang pertama yang maju buat hajar lo. Kalau perlu nyawa gua taruhannya." Sagara berucap dengan sungguh-sungguh, bahkan Ares tidak melihat ada kebohongan disana.
Ares hanya diam, kemudian Sagara pergi meninggalkan mereka semua entah menuju kemana.
Nakula dan Janu yang masih ada disana pun segera membantu Ares untuk duduk dan menyuruh nya segera mengobati beberapa lebam di wajah akibat pukulan Sagara.
"Gua rasa, Sagara serius sama omongannya. Lo tau dia gak pernah ingkar sama ucapannya kan Res? Dan lagi, gua sama Nakula juga mikir bahwa lo udah terlalu jahat sama Adhara." Janu mulai membuka suara.
"Kalian gak akan paham." Jawaban Ares membuat Janu dan Nakula diam enggan ikut campur lebih dalam.
Sementara itu, Adhina yang menyaksikan dan mendengar semua yang terjadi merasa semakin ingin merebut Sagara dan membuat cowok itu hanya milik dia seutuhnya.
Perasaan cinta yang sudah sangat besar pada cowok itu seakan membutakan dia dan melupakan fakta bahwa Adhara adalah saudara kembar dia, Adhina merasa membenci Adhara saat itu juga. Ia benci ketika Adhara mendapatkan semua perhatian Sagara, ia benci ketika Sagara sangat membela Adhara. Dan ia membenci fakta bahwa Sagara bahkan merelakan nyawa serta status persahabatannya dengan Ares demi Adhara. Semua karena Adhara, dan Sagara rela melakukannya.
Gua harus dapetin lo, Batin Adhina.
Disisi lain, Cita sudah sejam membujuk Adhara untuk makan namun gadis itu terus saja menolaknya. Langit sudah berubah menjadi gelap, dan Adhara juga belum mau berbicara.
Cinta benar-benar frustasi dibuatnya, ia lebih baik mendengarkan Adhara marah-marah dan mencaci-maki dibandingkan seperti ini.
"Dhar, ayolah makan." Ini adalah usaha terakhirnya.
"Gak laper." Setidaknya Adhara menjawab ucapannya. Cita cukup senang.
"Tapi, lo nanti sakit. Lo ada maag Dhar." ingat Cita.
"Gua emang gak berguna ,ya Cit? Selalu nyusahin, ngecewain, bahkan rasanya emang gua itu lebih baik gak ada di dunia." Cita yang mendengar ucapan Adhara segera memeluk sahabatnya itu.
Bersahabat dengan Adhara sejak kecil membuatnya sudah menganggap Adhara seperti saudara kandungnya sendiri.
"Lo gak boleh ngomong gitu. Lo tau Dhar? Lo adalah sebuah kebahagiaan yang dikirim Tuhan. Gua bersyukur lo hadir dan jadi sahabat terbaik gua. Lo tau? Papa lo pernah bilang sama gua, kalau lo adalah hadiah terbaik dalam hidup yang paling dia syukuri. Kalau Abang lo dan Adhina selalu jadi alasan lo untuk pergi, tolong jangan lakuin itu. Lo bisa ingat Papa lo. Seberapa dia bahagianya ketika dia punya lo Dhar."
Adhara menangis. Ia jadi semakin merindukan Papa nya. Papa yang selalu ada untuk dia. Bahkan ketika Ares dan Adhina asik dengan dunia layaknya seorang kakak-adik, Papa nya bahkan bisa membuat Adhara ikut bahagia dengan cara yang berbeda.
"Gua gak tau apa yang hari ini Mama lo lalukan, tapi percaya deh melahirkan lo dan menunggu lo hadir ke dunia itu adalah saat yang dia tunggu-tunggu. Lo inget? Waktu lo ulang tahun ke 17 tahun, Mama lo pernah bilang bahwa Adhara adalah nama yang berarti untuk dia. Mama lo bahkan udah siapin itu dengan perasaan yang bahagia. Saat dia pertama kalinya denger tangisan lo, dia nangis dan berharap bahwa lo akan jadi sebuah cahaya dihidup dia. Adhara kalau lo ngerasa gak ada yang sayang sama lo, lo salah. Jadi, tolong bertahan ya dan jangan berfikir bahwa lo gak berguna. Semua orang berguna."
"Mama lo hari ini cuma kaget liat Adhina masuk rumah sakit. Lo udah tau dan paham kan kenapa? Kita udah lewatin bertahun-tahun Dhar, ayo bertahan untuk diri lo."
Ya, Cita tau semua itu karena tepat saat Adhara dan Adhina berulang tahun ke 17, orang tua dua gadis itu bercerita tentang masing-masing dari si kembar Adhara dan Adhina.
Intinya, keduanya sangat mereka sayang dengan cara mereka. Dua-duanya punya kelebihan dan kekurangan yang melengkapi keluarga Dana. Dua-duanya berharga.
Adhara tersenyum dan tak henti-hentinya berterima kasih kepada Cita karena sudah mau jadi sahabat terbaiknya. Yang sudah selalu ada dan mau membantunya.
"Makasih udah mau jadi sahabat gua," ujar Adhara.
"Dengan senang hati. Udah ah lo kalo emo gini jelek,"balas Cita.
"Ngerusak suasana lo bangsat," umpat. Adhara.
"Nah gini lo umpat aja gua, lebih seneng gua lo begini."
"Dosa bego," sahut Adhara sambil melepaskan pelukan Cita.
"Dosa lo yang nanggung sih."
"Sialan."
Cita tersenyum melihat Adhara yang sudah sedikit kembali seperti dirinya seperti biasa.
Dan lagi, Cita benar-benar akan meninju Ares sekali lagi ketika bertemu nanti, tolong ingatkan dia.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]
Teen FictionIni kisah Adhara yang memiliki kakak dan juga adik. Punya saudara kembar yang akrab denganmu adalah idaman semua orang. Namun ini Adhara dan Adhina yang entah mengapa seperti berjarak padahal keduanya adalah seorang saudara kembar. Sosok kakak yang...