#20 Ganggu

485 59 4
                                    

Kembali dihari produktif. Adhara saat ini tengah berjalan keluar dari perpustakaan setelah berhasil mencari buku yang ia cari. Tugas akhir semester mata kuliah hukum dan bisnis memerlukan refrensi dari beberapa buku.

Dan selama perjalanan dari datang ke perpustakaan, mencari buku sampai keluar dari tempat itu Adhara terus saja diserbu berbagai pertanyaan oleh Cita terkait kalung yang dikenakan Adhara.

Sahabatnya itu terlampau sangat sadar sekali sampai mengetahui keberadaan kalung berliontin waffle dilehernya yang diberikan oleh Sagara semalam.

"Lo tuh susah banget sih jelasin itu kalung dari siapa doang." Cita terus saja berucap, memaksa Adhara menjelaskan semuanya.

"Lo aja yang gak percayaan, ini dari bokap gua." Adhara berbohong. Ia hanya tidak ingin Cita bereaksi secara berlebihan ketika tau kebenarannya.

"Duh gak mungkin. Pertama, lo bukan tipe yang mau dikasih aksesoris begituan. Kedua, receh banget bokap lo ngasih kalung. Dulu aja lo dikasih mobil nolak. Ketiga, gua tau banget lo kalo dikasih hadiah bokap lo itu pasti lebih milih nyimpen tawarannya dulu dan minta hadiahnya kapan-kapan."

Sial. Hanya kata itu yang terlintas dibenak Adhara. Cita benar-benar sangat paham dirinya. Ya, maklum saja mereka sudah bersahabat selama belasan tahun.

"Jadi cepet jelasin ke gua," desak Cita.

Adhara memberhentikan langkahnya disebuah lorong yang akan mengantarkan mereka menuju kantin. Hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai. Namun, Adhara memutuskan untuk berhenti dan menjelaskan kepada Cita. Toh mau didiemin juga Cita tidak akan pernah menyerah mendesak dia. Jadi, lebih baik cepat dikasih tau biar diam.

"Janji jangan heboh."

"Iya," ucap Cita yakin.

"Janji jangan teriak."

"Oke," Cita berucap dengan lantang dan yakin.

"Terakhir, janji jangan cerita ke siapapun."

"Gampang," balas Cita.

Adhara lalu menghela nafasnya kasar. Ia menatap ke sekeliling yang nampak cukup ramai namun tidak juga sampai padat merayap.

"Sagara." Ucapan Adhara yang terlampau tidak begitu jelas membuat Cita melihat ke arah sekitar.

"Hah? Mana? Gak ada Sagara," ujar Cita dengan bingung.

"Aduh punya sahabat gini banget heran," ucap Adhara merasa geram karena Cita tidak juga langsung mengerti ucapannya. Memang Cita itu lemot, iya kan? Pasti kalian langsung bisa paham maksud Adhara.

"Apaansi? Gak jelas lu. Cepet dari siapa? Malah ngomongin Sagara," sahut Cita.

"Ck! Itu tadi gua udah kasih tau lontong sayur!" Balas Adhara dengan geram.

"Hah? Kapan? Anjing lu memancing emosi banget sih, mana ngasih tau? Lo cuma bilang Sagara doang terus ngatain gua."

Adhara mengusap wajah nya dengan menahan kesal.

"IYA ITU TADI YANG GUA SEBUTIN ADALAH ORANG YANG NGASIH NIH KALUNG." Adhara sudah sampai dibatas kesabaran.

Cita yang mendengar itu terdiam beberapa saat. Mencerna semua ucapan Adhara.

Sagara.
Kasih tau.
Orang yang disebutin.
Ngasih kalung.

"OH!!! JADI YANG NGASIH SAG-.."Adhara buru-buru membekap mulut Cita yang hampir mengatakan bahwa Sagara yang memberikan kalung kepada Adhara dengan suara yang cukup lantang.

"Aduh suara lo!" Ucap Adhara.

"Hehe.. maaf. Kok tiba-tiba banget dia ngasih? Kapan? Dimana? Kok lo gak cerita ketemuan sama dia? Dan kok lo tumben mau terima hadiah aksesoris?"

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang