#55 Ucapan Maaf

663 53 4
                                    

Sesuatu yang berat Adhara rasakan disalah satu pergelangan tangannya. Matanya terbuka, cahaya didalam ruangan yang begitu terang membuat matanya harus membiasakan terlebih dahulu.

Sakit menjalar di bagian perut dia. Beberapa kepingan ingatan mulai menyatu memberikan sebuah rekaman kejadian beberapa waktu yang lalu.

Adhara ingat semuanya. Dia dibawa oleh kembarannya menuju sebuah rumah tua, diikat dan tiba-tiba datang sang Kakak bersama teman-teman dan juga kekasihnya.

Lalu kejadian dimana Adhina ingin melayangkan tusukan pada Sagara namun ia lebih dulu melindungi cowok itu.

"Kamu sudah bangun sayang?" Suara Papa nya membuat Adhara mengangguk dengan lemah.

Beberapa detik kemudian orang yang sedang menggenggam tangannya dengan tertidur diatas lengannya terbangun juga, merasa terusik dengan suara percakapan dia dengan sang Papa.

"Adhara sayang, kamu udah bangun?? Apa yang sakit? Kamu mau apa??" Itu suara Mama nya yang terdengar begitu khawatir.

Adhara melihat wajah lelah sang Mama. Dimatanya terlihat bahwa wanita yang telah melahirkan dia itu sempat menangis karena agak sedikit membengkak.

"Mama nangis?" Tanya Adhara sambil membelai kantung mata Resya.

"Gak sayang, Mama gak nangis." Resya tersenyum.

"Jangan nangis Ma, Adhara gak apa-apa." Resya mengangguk sambil menatap putrinya.

"Jam berapa Pa? Kok Papa gak kerja?" Pertanyaan Adhara membuat Dana tersenyum miris.

Ia terlalu sibuk bekerja sampai anaknya merasa begitu aneh melihat dia ada disana dan menemani nya.

"Sudah pagi sayang. Papa izin untuk jaga kamu."

"Ngapain? Adhara baik-baik aja Pa, Papa gak apa-apa kerja aja."

"Enggak, Papa izin aja. Mau nemenin Adhara-nya Papa," ujar Dana sambil membelai kepala anaknya.

Resya lalu menggenggam erat tangan putrinya itu, ditatapnya Adhara dengan lekat.

"Maafin Mama ya sayang? Kakak, Mama mau bilang makasih banget karena kakak udah jadi Kakak yang hebat buat Adek. Makasih sudah mau selalu mengalah, memberikan apapun demi kebahagiaan Adek. Tapi, kakak juga perlu bahagia. Mulai sekarang jangan hanya mikirin kebahagiaan adik ,ya. Kakak harus bahagia juga. Kalau ada apa-apa, beritahu Mama dan Papa. Sesibuk apapun kita, demi kamu Mama dan Papa akan lakukan apapun. Makasih juga Kakak udah mau bertahan dan sudah kuat. Anak Mama dan Papa hebat sekali," ujar Resya dengan air mata yang turun dibpelupuk mata.

Adhara menghilangkan jejak air mata itu. Ia tersenyum.

"Mama gak salah. Makasih juga , Mama udah jadi Mama yang hebat untuk Kakak, Abang dan Adek."

Dana yang melihat interaksi dua orang yang ia cintai itu lalu memeluk mereka. Dengan diakhiri kecupan pada dahi Adhara.

Saat sedang dalam suasana haru, pintu ruang inap terbuka. Menampilkan sosok sang sulung dan bungsu yang tadi izin pergi keluar untuk membeli sarapan.

"Pa, Ma ini sarapan nya ya," ujar Ares sambil meletakan sebuah bungkusan ke atas nakas yang berada disebelah ranjang.

Dana lalu mengangguk dan memposisikan dirinya seperti semula, begitupun Resya yang langsung menghapus jejak air matanya.

Ares yang merasa suasana begitu canggung antara dia dan kedua adiknya dengan segera melangkah lebih dekat kepada Adhara. Ia adalah Kakak, dan dia harus bertanggung jawab serta mencontohkan hal yang benar pada adik-adiknya.

"Maafin Abang, ya. Maafin semua kesalahan Abang, maafin semua perlakuan bahkan ucapan gak pantas dari Abang. Abang gak pernah membenci kamu. Semua itu cuma perasaan salah yang dari dulu selalu tertanam dalam benak Abang. Maaf kalau Abang acuhkan kamu. Kamu boleh pukul Abang atau hina Abang. Kamu gak apa-apa kalau gak mau maafin abang atau ketemu sama Abang. Abang terima semua konsekuensinya."

Adhara tersenyum. Dia merentangkan tangannya ingin memeluk sang Kakak. Sesuatu yang sangat dia inginkan. Ares lalu menerima nya dengan senang hati.

"Abang adalah Abang paling hebat yang Adhara punya. Adhara gak pernah sedikitpun benci sama Abang, Adhara maafin Abang. Adhara gak mau pukul, hina atau sampai gak ketemu sama Abang. Biarin masa lalu tetap ditempat nya, kita mulai sama-sama belajar lebih baik lagi untuk masa depan yang ada didepan sana." Ares mengangguk. Ia lalu mempererat pelukannya pada sang adik.

Dia tidak pernah menyangka punya adik sehebat, sedewasa dan sekuat ini. Bodoh sekali dia yang dulu selalu menyakiti orang sekuat ini.

Ares lalu melepaskan pelukannya pada Adhara. Dia berjalan mundur dan membiarkan Adhina mengutarakan apa yang ingin diutarakan.

Cowok itu mengangguk dan meyakinkan Adhina bahwa semua akan baik-baik saja dan Adhara bukan seseorang yang pendendam.

"Ma-..maafin aku.." cicit Adhina. Dia masih malu berhadapan dengan Adhara. Ia malu karena dengan seenaknya meminta maaf setelah ingin menyakiti bahkan menghilangkan nyawa kembaran nya itu. Dia merasa seperti orang tidak tau diri.

"Maaf kalau aku egois, gak pernah mikirin kebahagiaan kamu, g-..gak pernah mau pahami kamu. Maaf kalau a-..aku udah buat kamu luka batin dan fisik. Kamu boleh benci aku, kamu boleh marah, kamu boleh pukul aku, dan kamu boleh lakukan apa yang kamu mau lakukan. Tapi, tolong jangan tinggalin aku." Adhina menangis sambil mengatakan hal yang membuat Adhara tersenyum.

Adik kecilnya sudah mengerti beberapa pelajaran hidup. Adiknya sudah tumbuh perlahan menjadi gadis dewasa ditahap awal dengan berani mengakui kesalahan dan meminta maaf.

"Hei, aku gak akan pernah ninggalin kamu. Kebahagiaan kamu itu hal utama yang selalu ingin aku lakukan Dhin. Aku gak ada terpaksaan didalamnya, aku ikhlas. Udah jangan nangis, nanti jelek loh!" Ledek Adhara membuat Adhina tertawa disela-sela isakannya.

Adhina lalu berjalan semakin mendekat
"Aku boleh peluk?"

"Boleh dong, sini!" Balas Adhara kemudian merentangkan tangan dan memeluk sang kembaran dengan sangat erat.

"Kamu hebat, kamu sangat hebat Dhin." Adhara membisikan kata-kata membangun ditelinga sang adik.

"Duh pelukan, Papa mau ikutan dong!" Ujar Dana lalu berhambur kepada dua putri nya.

Resya dan Ares kemudian ikut bergabung juga. Terjadilah aksi pelukan bersama diantara keluarga Dana.

"Kita saling memaafkan ya," ujar Resya.

"Anak-anak Mama sangat hebat, kuat dan luar biasa. Kita belajar dari masalah ini untuk lebih kuat, lebih erat dan semakin saling sayang. Masa lalu biar ditempat nya, jangan di usik atau dibawa ke masa sekarang bahkan depan. Mari kita fokus perbaiki diri dan belajar lebih baik untuk menghadapi masa depan." Resya berucap yang diangguki semuanya.

"Papa sangat sayang kepada kalian. Apapun yang terjadi, keluarga adalah rumah tempat kalian pulang. Jadi kalau ada masalah, datang ke Mama dan Papa. Sesibuk apapun kita, selalu ada waktu dan tenaga untuk kalian. Kalian tidak sendiri," ucap Dana.

Tawa dan bahagia mulai terbentuk perlahan, mengikis perasaan negatif yang sebelumnya mendominasim Memperbaiki diri dan introspeksi demi menuju masa depan dengan keadaan yang lebih baik adalah kunci terbaik dalam proses memaafkan.

END






































HAHAHAHAHAHA GA DENG BELUM END WKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWK

TO BE CONTINUE...

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang