#15 Papa

538 69 6
                                    

Adhara membuka matanya ketika sebuah cahaya menebus matanya melalui tirai-tirai yang berada di kamar apartemen milik Cita yang semalaman ia tiduri.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan yang didominasi warna merah muda yang barang-barang nya tersusun sangat rapih.

Adhara tidak menemukan Cita disebelahnya, padahal semalam mereka memutuskan untuk tidur dikamar yang sama karena Cita takut Adhara akan melakukan sesuatu yang aneh. Hmm well, Adhara memang sempat berfikir ke arah sana sih tapi karena Cita yang sudah lebih dulu mengantisipasi kemungkinan terburuk itu terjadi, jadi Adhara mengurungkan niatnya.

"Selamat pagi ibu ratu," ujar Cita yang posisinya berada di daun pintu dengan sebuah gelas yang berada ditangannya.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Adhara sambil memposisikan tubuhnya untuk duduk.

"Jam 10 pagi."

"Gua harus balik," balas Adhara.

"Sarapan dulu kali," sahut Cita.

"Gak ada waktu, gua mau sarapan di rumah aja."

Cita hanya bisa menuruti ucapan Adhara. Gadis itu jika sudah bilang A terkadang sulit dibantah. Kalau emang Cita ingin membantah pun akan berakhir mereka berdebat dan tetap Cita yang akan mengalah. Sebenarnya Adhara itu keras kepala, tapi yang Cita heran kenapa gadis itu selalu bisa mengalah demi saudaranya. Sedangkan dengan Cita sendiri, mana mau. Tapi, Cita tak pernah menganggap pusing hal itu.

Adhara bangkit dari kasur kemudian pergi menuju kamar mandi, sementara Cita memutuskan membuat sarapan untuk mereka berdua. Hanya sebuah roti panggang dan jus yang akan dimakan saat perjalanan menuju rumah Adhara nanti. Cita akan memaksa Adhara untuk sarapan. Dia tidak pernah percaya kata 'nanti' dan 'ntar' dari mulut Adhara. Apalagi soal makan, udah dipastikan bahwa Adhara gak akan lakuin itu.

--
Perjalanan mereka dilalui dengan sedikit debat saat keberangkatan karena Adhara yang menolak memakan roti panggang buatan Cita. Namun, Cita juga bisa bersikap keras kepala. Gadis itu mengancam tidak akan mengantarkan Adhara pulang jika dia tidak makan sarapan buatan Cita, alhasil mau tidak mau Adhara menurut.

20 menit kemudian, mobil Cita berhenti didepan rumah yang sudah sangat ia hafal. Bersahabat dengan Adhara selama belasan tahun membuatnya sudah tak asing lagi dengan rumah ini, bahkan Cita sudah menganggapnya rumah kedua, begitupun Adhara pada rumah Cita.

"Makasih."

"Iye, kalau ada apa-apa kabarin gua." Ucapan Cita diangguki Adhara.

Adhara kemudian berjalan memasuki rumahnya. Sebelum membuka pintu berwarna putih itu, Adhara menarik nafasnya dalam-dalam dahulu. Meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Saat semua keyakinannya sudah berkumpul, Adhara mulai memasuki dirinya ke dalam.

Suasanha terlihat sepi, tidak ada siapapun. Namun, ketika ke arah ruang tengah , ada seluruh anggota keluarga nya di sana. Bahkan Adhina sekalipun. Adhara pikir saudara kembarnya itu masih dirawat.

"Adhara! Kesini sebentar, Papa mau bicara." Suara Papanya terdengar. Adhara dengan cepat menurut dan berjalan menuju Papa dan keluarga lainnya berada.

Setau Adhara, Papa nya baru akan pulang esok hari. Entah ada apa yang membuatnya dan membawa dia pulang hari ini juga, yang Adhara yakini pasti itu keadaan genting.

Adhara duduk disalah satu sofa, tepat disebelah Adhina. Dan disebelah gadis itu ada Ares. Sedangkan Mama nya ada disofa single yang berada didekat Ares.

"Dari mana? Kok gak pulang?" Dana bertanya pada anak tengahnya.

"Adhara nginep di rumah Cita Pa, ada tugas."

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang