#3 Masalah

677 82 4
                                    

Sebuah benda dingin menyentuh dahi Adhara. Membuatnya terusik dan memutuskan untuk membuka matanya.

"Good morning kesayangan Papa." Suara itu. Suara yang sangat Adhara rindukan.

"Papa?" Ujar Adhara dengan suara serak khas bangun tidur.

Adhara melihat jam di dinding kamar, menunjukkan pukul 8 pagi. Ingatannya langsung memutar kejadian malam hari. Setelah makan dan minum obat pemberian Bi Hawa, Adhara sempat tertidur hingga bangun pukul 10 malam, kemudian gadis itu memainkan ponsel sampai jam 1 pagi dan melanjutkan kembali tidurnya karena kepalanya yang masih pening.

"Kata Bi Hawa kamu sakit, Papa jadi panik terus buru-buru pulang." Papa nya mengusap dahi Adhara dengan lembut.

"Papa balik dari luar kota demi liat Adhara?" Pertanyaan Adhara diangguki sang Papa.

Ya, sebetulnya kemarin Papa-nya itu pergi ke luar kota untuk mengurusi projek besar perusahaan.

Adhara merasa menghangat. Papanya memang benar-benar menunjukkan kasih sayang dan perhatian nya pada Adhara. Ingat sekali Adhara sewaktu kecil, Papanya selalu mencari dia kala pulang dari kantor. Namanya yang selalu dipanggil pertama, dengan pelukan hangat dan ciuman didahi.

"Kamu kuliah hari ini? Gak usah lah, dirumah aja istirahat." Dana membelai surai putri pertamanya.

"Adhara ada kuis Pa," balas Adhara dengan senyum.

"Kuis apa tuh?"

"Kuis mata kuliah hukum bisnis dan regulasi."

"Wah Papa dulu mata kuliah itu dapet B." Dana memang dulu alumni kampus yang sama dengan anak-anak nya di jurusan yang sama pula dengan Ares dan Adhara.

"Wih Adhara harus dapet A nih," ujar Adhara dengan semangat menggebu-gebu. Dana selalu suka melihat putrinya sangat semangat dalam mengejar pendidikan dan belajar.

"Coba kalau Adhara bisa dapat nilai A di kuis hari ini, Papa kasih hadiah deh. Bebas Adhara mau apa."

Adhara berfikir sejenak lalu menganggukan kepalanya setuju.
"Apapun , ya Pa?" Tanya Adhara dan diangguki oleh Dana.

"Kalau tiba-tiba Adhara minta apartemen?" Goda Adhara.

Dana berfikir sejenak, kemudian menatap putrinya yang seperti menunggu jawaban darinya.
"Boleh dong, kenapa? Adhara mau tinggal di apartemen aja?"

Adhara melihat perubahan wajah sang Papa.
"Emang boleh?" Tanya Adhara.

"Boleh. Apapun yang buat Adhara bahagia dan senang, Papa selalu dukung. Ya, walau Papa akan kesepian sih nantinya." Dana menunjukkan ekspresi sedih.

"Ih kan Papa ada Bang Ares dan Adhina."
Dana hanya tersenyum.

"Yang nemenin Papa hunting buku bisnis kan cuma Adhara. Kakak dan Adik kamu gak tertarik," ujar sang Papa.

"Itu karena emang Adhara kasian aja sama Papa sebenernya." Adhara tertawa usai menggoda Papanya, yang malah mendapatkan hadiah usakan dikepala.

"Udah sana mandi, terus berangkat. Ares sama Adhina udah sarapan dibawah, kalian berangkat bareng kan?" Pertanyaan sang Papa membuat Adhara diam. Papanya memang tidak pernah tau soal Adhara yang selalu berangkat tidak bersama kedua saudaranya.

"Adhara sama Cita Pa, kasihan dia sendirian." Dana lalu mengangguk paham.

"Yaudah Papa ke kamar mau istirahat." Adhara mengangguk dan kemudian melihat sejenak kepergiaan Papanya dari kamar miliknya.

Sepeninggal sang Papa, Adhara segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap ke kampus bersama Cita. Lagi-lagi memang Cita yang selalu bersama dia.

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang