#12 Murka

606 79 7
                                    

Rasanya seperti paham dan mengerti perasaan Adhara, tiba-tiba saja cuaca yang cukup cerah berganti dengan hujan yang turun membasahi seisi jalanan.

Adhara sedang berada di mobil bersama dengan Sagara untuk menuju rumah sakit dimana Adhina dibawa oleh Ares. Cita mengendarai mobil miliknya sendiri, dan mengikuti mobil Sagara di belakang.

Adhara kembali menitikkan air matanya, kata-kata menyakitkan yang keluar dari bibir Ares terus terputar di otaknya seperti sebuah kaset rusak dan itu semakin membuat dadanya sesak.

Sagara yang melihat itu segera menggenggam tangan mungil Adhara. Seakan menyalurkan kekuatan. Tidak ada penolakan lagi dari Adhara.

30 menit membelah jalanan akhirnya mereka pun sampai di rumah sakit Setia Kasih.

Sagara melihat Ares dan dua orang temannya tengah menunggu di depan ruang bertuliskan UGD. Kaki-kaki nya pun membawa Adhara serta Cita kesana.

"Adhina gimana?" Sagara bertanya pada Ares, mewakili Adhara yang sudah lebih tenang dari sebelumnya. Namun masih tetap terlihat jejak air mata dipipi gadis itu.

Nakula dan Janu yang baru pertama kali melihat sosok Adhara yang kuat terlihat begitu lemah pun merasa iba, ia yakin Adhara tidak akan memukul Adhina dengan sengaja. Mereka semua percaya, se-anarkis dan sikap cuek Adhara, rasa sayang pada Adhina sebagai saudara kembar pun pasti ada.

"Bang aku minta maaf, tapi kejadiannya gak yang seperti Abang pikirin," ucap Adhara berusaha menghampiri Ares. Namun, respon cowok itu tidaklah yang Adhara harapkan.

"Lo! Kalau Adhina sampe kenapa-kenapa, lo orang pertama yang gua salahin atas semua yang terjadi." Ares berucap sambil menunjuk wajah Adhara. Sementara Adhara hanya terdiam.

"Gak usah lo tunjuk juga. Adhara tulus minta maaf, dan coba dengerin penjelasannya," ucap Sagara segera menarik Adhara untuk berada didekat nya.

"Gak usah lo bela dan lindungi orang salah Gar. Gua beneran gak akan mau anggap dia adik gua kalau Adhina kenapa-kenapa. Gua bahkan bisa kasih nyawa gua untuk Adhina, tapi dia!" Ucap Ares sambil kembali menunjuk Adhara yang berada dibelakang Sagara.

"Dia beneran dengan seenaknya nyakitin Adhina. Lo beneran lebih baik gak usah dilahirkan. Kehadiran lo itu cuma jadi pengganggu, pembuat masalah dan gak berguna."

"Res! Gua rasa lo beneran udah kelewatan." Nakula mengingatkan sahabatnya.

"Coba dengerin penjelasannya dulu Res," sahut Janu.

"Udahlah gak ada yang perlu dijelasin. Gua udah tau, dia emang selalu buat masalah dan suka nyakitin Adhina. Lo lakuin itu demi dapet perhatian gua kan? Sampai kapanpun, gak akan gua kasih perhatian gua untuk lo." Ares berucap dengan benar-benar seperti seorang yang sangat antagonis.

Cita maju untuk berhadapan langsung dengan Ares. Dia beneran sudah tidak bisa menahan emosinya lagi mendengar Ares terus menyakiti Adhara.

Sagara yang tadinya mau membantah ucapan Ares pun memilih diam dan membiarkan Cita.

"Gua beneran gak ngerti sama lo Bang. Bahkan menurut gua, lo itu gak layak dapat status seorang 'Abang'. Sikap lo yang kayak gini, yang buat lo tuh terlihat sangat-sangat jahat. Lo itu Abang Adhara juga. Adik lo dua! Bukan cuma Adhina." Cita mulai mengeluarkan kekesalannya.

"Kata-kata lo barusan, apa lo gak mikir akan nyakitin Adhara atau enggak? Gua udah selalu nahan diri untuk gak hajar lo karena Adhara selalu bela lo di depan gua, gak peduli seberapa jahat lo sama dia. Lo bilang Adhara sakitin Adhina? Lo buta? Selama ini Adhara sangat sayang sama Adhina tapi dengan cara dia. Dan tadi, lo itu salah paham Bang! Gua gak ngerti juga apa yang buat lo se benci itu sama Adhara sampai apapun yang bersangkutan dengan dia lo acuh dan gak mau ikut campur padahal Adhara jelas-jelas selalu aja berbuat baik sama lo dan Adhina." Ares hanya diam. Melihat wajah Cita yang benar-benar sangat marah padanya.

Nakula dan Janu hanya menyimak. Ia berdua bingung harus merespon apa, tapi menurut mereka Cita itu benar.

"Kalau emang lo gak sayang sama Adhara, cukup jangan sakitin dia Bang. Gua dari awal udah selalu bilang sama Adhara untuk jadi saudara gua aja dibandingkan punya Abang kayak lo yang cuma fokus sama Adhina padahal adik lo ada Adhara juga. Tapi dia nolak, karena apa? Dia sayang sama kalian. Setelah ini, sampai gua denger lo sakitin dia, gua gak main-main buat bawa pergi Adhara tanpa lo tau lagi keberadaan dia dimana."

Cita kemudian membawa Adhara pergi meninggalkan mereka semua. Adhara menurut, ia juga tidak sanggup berada di rumah sakit lebih lama dan mendengar Ares menyalahkan dia terus.

Sagara yang melihat kepergian Adhara segera menghampiri Ares, menepuk bahu sahabatnya itu.

"Dengerin Cita. Dan gua juga adalah orang yang akan bawa Adhara pergi ketika lo sakitin dia juga. Lo tau gua gak pernah main-main kan sama ucapan gua?" Sagara kemudian berlari menyusul Adhara dan Cita. Ia lebih memilih Adhara, jelas. Bagi Sagara sekarang kebahagiaan Adhara itu prioritas.

Sepeninggal Sagara, Ares segera menghampiri Janu dan Nakula yang tengah terduduk didepan bangku ruang UGD.

"Dengan wali dari pasien bernama Adhina?" Ujar seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan dimana Adhina tadi dibawa.

Ares, Nakula dan Janu segera berdiri. Tanda sopan santun kepada lawan bicaranya.

"Iya dok, saya kakak kandungnya," ucap Ares.

"Kondisi Adhina baik-baik saja, hanya pingsan mungkin akibat shock. Tapi semua tidak menunjukkan gejala penyakit serius. Adhina juga sudah sadar "

"Baik dok, terima kasih banyak."

"Yasudah, saya permisi." Ares, Janu dan Nakula mempersilahkan dokter tersebut untuk pergi.

"Gua urus administrasi dulu, lo berdua tolong temenin Adhina."

Nakula dan Janu pun segera memasuki ruangan dimana Adhina berada. Ada 6 ranjang disana dan yang terisi hanya 2 termasuk Adhina.

"Kok kalian? Bang Ares mana?" Tanya Adhina.

"Lagi urus administrasi," balas Nakula.

"Udah gak apa-apa?" Tanya Janu pada Adhina.

"Udah mendingan, cuma masih pusing sih." Adhina menjawab lalu menelisik ke arah sekitar, mencari sosok yang sangat ia harapkan juga hadir disana.

"Eum.. kak Sagara gak ikut?" Tanya Adhina hati-hati, takut dicurigai.

"Oh itu, tadi sih kesini sama Adhara dan Cita. Tapi, udah balik anterin Adhara." Nakula menjelaskan.

"Adhara?" Tanya Adhina.

"Iya Adhara. Dia mau minta maaf ke Ares dan kamu, tapi Abang kamu itu malah ngomong yang aneh-aneh sampai Cita murka terus narik Adhara pergi." Janu mulai menjelaskan yang baru saja terjadi.

"Lalu Kak Sagara ikut pergi?" Adhina memastikan. Berharap jawabannya adalah tidak dan terpaksa.

"Iya, dia bahkan gak segan-segan bela Adhara didepan Ares. Tapi, emang Ares berlebihan sih." Janu pun melanjutkan kembali ceritanya.

Adhina benar-benar merasa bahwa Adhara sangat beruntung. Ia iri, ia juga ingin diperhatikan seperti Adhara oleh Sagara.

"Udah-udah ceritanya, mending tidur. Masih pusing kan? Bentar lagi Ares kesini." Nakula menghentikan keduanya bercerita.

Disisi lain, Sagara sedang berada di dalam mobil bersama dengan Adhara menuju kediaman gadis itu. Tadi, Cita menitipkan Adhara pada Sagara. Dengan senang hati pun Sagara bersedia. Toh juga sedari tadi Adhara tak banyak menolak atau tidak menerima kehadiran Sagara. Gadis itu benar-benar sedang memikirkan perkataan Ares sampai berubah menjadi seperti itu.

To be continue....

Kalian ada dimana nih?
#TimSagaraAdhina
#TimSagaraAdhara

Atau malah
#TimAresCita nih? HAHAHHA

Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang