Beberapa hari setelah kejadian pengakuan dari Sagara dimalam cowok itu tidak sadar sepenuhnya karena mabuk, Adhara semakin merasa kehilangan sosok cowok yang di idolakan hampir satu fakultas atau universitas itu. Cowok yang setiap hari selalu saja masuk ke dalam base kampus.
Hari ini adalah hari sabtu, kedua orang tua nya dan Adhina sudah kembali sejak semalam.
Adhara turun dari kamarnya lalu ikut bergabung dengan sang ayah di halaman belakang. Ayahnya terlihat sedang menikmati secangkir kopi dan sebuah rokok ditangannya, kebiasaan beliau ketika sedang bersantai.
"Pa.." panggil Adhara. Dana yang melihat itu langsung memberikan gesture supaya putrinya duduk menemani dia.
"Tumben udah bangun, biasanya juga jam 1 siang," ledek Dana. Adhara hanya tertawa.
"Lagi pengen aja Pa," balasnya.
"Kuliah gimana? Betah? Atau mau pindah jurusan?" Tanya Dana sambil menjetikan rokoknya pada asbak didepan.
Adhara kemudian mengambil rokok diatas meja, milik sang Ayah dan mulai menyalakannya. Ia memang perokok aktif, dan Ayahnya tau.
Dana memang tak pernah melarang anaknya , ia membebaskan karena tau anaknya juga sudah dewasa, pasti sudah mengerti apapun hal yang mereka lakukan tentu harus bertanggung jawab atas itu. Termasuk dengan merokok.
Dana pertama kali tau Adhara merokok ketika gadis itu masih duduk di bangku SMA. Ayah tiga anak itu melihat putrinya merokok di taman komplek, setelah itu Dana pun memberikan izin supaya Adhara tak sembunyi-sembunyi melakukan sambil memberikan edukasi perihal bahaya rokok.
"Aman bos. Gak usah pindah lah, lagian juga Adhara nyaman kok." Dana mengangguk.
"Bagus kalau begitu. Pintu udah ditutup kan? Balkon kamar Adhina juga gak kebuka kan? Adik kamu bisa sesak kalau menghirup terlalu banyak asap rokok," ujar Dana dan diangguki Adhara.
Adhara menghembuskan asap rokoknya ke udara.
"Setelah lulus, mau pegang anak perusahaan Papa? Yang kantor utama kan akan dijalankan Kakak kamu. Kalau Adhina, seperti nya anak itu tidak tertarik dalam bidang bisnis perusahaan keluarga. Dia bilang ingin meneruskan butik Mama." Dana berucap.
Adhara kemudian menjetikan rokoknya ke dalam asbak yang perlahan akan penuh.
"Adhara mau aja sih, Papa atur aja nanti." Dana mengangguk mendengar ucapan Adhara.
Sampai akhirnya ada suara yang mengintrupsi mereka. Suara yang sangat Adhara kenal, suara yang begitu Adhara rindukan untuk berdebat dengan dia.
Itu suara Sagara.
Keduanya menoleh dan benar, terlihat cowok itu sedang berdiri dan menunduk sebentar tanda hormat kepada Dana.
"Ah kamu Sagara, kemari!" Ujar Dana.
Sagara lalu berjalan menghampiri Dana dan kemudian mencium tangan pria itu.
Adhara hanya memandang Sagara sebentar lalu membuang pandangannya ke arah yang lain. Ia benar-benar tak ingin bertatapan dengan cowok itu.
"Bagaimana kabar kamu? Sehat? Kedua orang tua?" Tanya Dana berbasa-basi.
"Baik Om, keluarga dan saya sehat." Sagara menjawab dengan senyum ramahnya. Sesekali melihat Adhara yang asik dengan rokoknya.
"Mau ketemu Ares atau mau apelin anak gadis Om?" Ledek Dana, kemudian kedua nya tertawa.
Adhara mendengar semua pembicaraan sang Ayah dan Sagara. Ia penasaran juga untuk apa Sagara datang sepagi ini. Ya, ini masih terbilang pagi karena jam masih menunjukkan pukul 11.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Sagara, Adhara, dan Adhina [COMPLETE]
Teen FictionIni kisah Adhara yang memiliki kakak dan juga adik. Punya saudara kembar yang akrab denganmu adalah idaman semua orang. Namun ini Adhara dan Adhina yang entah mengapa seperti berjarak padahal keduanya adalah seorang saudara kembar. Sosok kakak yang...