2# The perfect score

174 100 76
                                    

'Akan lebih sempurna kalau ditambah sedikit senyuman.'
-Gemma Queenarra-

***

Kkkrrrruuukkk...
Suara perut Narra memecah keheningan diantara lagu mengheningkan cipta. Perutnya mulai terasa sakit karena belum terisi apapun. Upacara kali ini terasa jadi upacara terlama bagi Narra.

Keringat di kening Narra mulai meluncur perlahan membasahi wajahnya. Entah itu karena matahari yang sudah mulai naik atau karena sakit perut yang ia coba tahan.

Menatap bendera seharian rasanya akan lebih baik dari pada dihukum menatap matahari langsung dari arah tempatnya terbit. Lehernya mulai terasa pegal karena terlalu lama menundukan kepala.

Perlahan Narra mengangkat wajahnya, ia menghalangi sinar matahari yang membuatnya silau dengan tangan kirinya. Tiba-tiba dia terperangah melihat pemandangan di hadapannya.

Wajah seseorang muncul dibalik cahaya yang menyilaukan. Seorang laki-laki tampak berdiri tegak memimpin barisan dibelakangnya. Tinggi tubuhnya diatas rata-rata.

Narra menilik-nilik laki-laki di depannya dari ujung rambut sampai ujung kaki, seolah sedang meneliti mahluk dari mana dia.

175-180 cm. Batin Narra mengira-ngira tinggi laki-laki itu. Ia lalu mengalihkan pandangannya melihat wajah laki-laki itu. Tatapannya tajam, tampak serius mengikuti upacara.

Akan lebih sempurna kalau ditambah sedikit senyuman. Batin Narra melihat wajah yang terlalu serius itu.

" 9 dari 10." Tak sadar Narra bergumam. Seakan mendengar ucapan Narra laki-laki itu menoleh ke arahnya seraya melempar senyuman kecil. Selama beberapa detik mata mereka saling bertemu.

Grogi, Narra kemudian memalingkan wajahnya. Sialnya, matanya lalu bertemu dengan mata laki-laki lain tepat disebelah laki-laki incarannya tadi.

Bak langit dan bumi, laki-laki yang di lihatnya kali ini menatapnya balik dengan tatapan sinis. Tatapan milik orang yang membuatnya jadi super sial hari ini. Ganendra.

Narra mencebikkan bibirnya seraya balik menatapnya penuh kekesalan. Tiba-tiba Ganen merogoh saku celanya, lalu ia menunjukkan sebuah dasi yang pastinya itu milik Narra.

'nya-ri i-ni?' Ganen tersenyum sinis seraya menggerakkan bibirnya tanpa suara seolah sedang mengejek Narra yang dihukum pagi ini gara-gara kehilangan dasi.

'Lo!' Narra berusaha menahan marahnya.

Cowok sialan! Umpat Narra dalam hati. Sengaja dia ga balikin dasi gue?! Brengsek!

'Panas ya?' Lagi-lagi Ganen mengejek Narra. Narra terdiam. 'Kasiaannn'

'Ini semua gara-gara Lo!' Narra memelototi Ganen yang terus menggodanya.

'Suruh siapa Lo berurusan sama Gue.' Timpal Ganen.

'Lo yang nyari ribut duluan sama gue,'

'Hahaha. Gue? Males banget ribut sama cewe kaya Lo.'

'Lo pikir gue mau banget ribut-ribut sama cowo kaya Lo!'

'Cih. Makin kurang ajar ni anak. Lo bakal tau siapa Gue!'

'Gue ga peduli.' Narra memalingkan wajahnya dari Ganen.

Amarah Narra sudah naik sampai ke ubun-ubun, tapi dia tahu kalau upacara masih berlangsung dan tidak mungkin dia mengacaukannya. Bisa-bisa ia dapat hukuman tambahan. Narra memutuskan untuk tidak menanggapi laki-laki yang terus-terusan menggodanya itu.

FraternitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang