39# Forgive

37 16 1
                                    

  "Semakin kita bersikap denial, semakin kita akan tersakiti."
                                                      -Rania-

                                                          ***

Ujian kenaikan kelas baru saja usai. Sebentar lagi sudah waktunya pembagian jurusan. Hari-hari Narra di sekolah berjalan begitu saja tanpa ada yang berarti baginya. Sudah hampir tiga minggu berlalu sejak hari itu. Tapi lukanya masih saja sama. Tak membaik, apalagi sembuh dengan sendirinya.

Orang bilang waktu adalah sebaik-baiknya penyembuh. Tapi berapa lama yang diperlukan sang waktu untuk menyembuhkan luka dihati Narra tidak ada yang tahu.

Narra menelisik manusia-manusia yang berkeliaran di sekitarnya. Orang-orang yang masih sama, di tempat yang sama. Tapi kenapa rasanya begitu berbeda?

Bel akhir pelajaran berbunyi beberapa menit yang lalu. Narra bergegas pulang dengan motornya.

Sesampainya di rumah Narra membuka sneaker yang ia kenakan dan bersiap membuka kunci rumahnya. Tapi ada hal yang tidak biasa siang ini, pintu rumahnya tak terkunci.

Curiga ada yang tidak beres Narra mengendap-endap masuk ke dalam rumahnya. Rumahnya tampak sepi dan rapi seperti biasa.

"Eh, Gadis cantik udah pulang." Suara seseorang dari dapur mengagetkan Narra.

"Om Yudha?!" Tanya Narra terkejut.

"Hey sayang..."Sapa Rania yang muncul belakangan. "Om Yudha masakin lasagna nih.. Pasti kamu suka.."

"Mama?!" Lagi-lagi Narra terkejut. "Kok tumben udah pulang jam segini?"

Rania tersenyum hangat. "Om Yudha mau pamit,, kebetulan atasan Mama juga temenan sama Om Yudha.. jadi Mama bisa pulang cepet.."

"Om Yudha mau kemana?" Tanya Narra seraya menggeser kursi dan mendudukinya.

"Udah makan dulu.." Yudha menaruh beberapa hidangan di atas meja makan. Dari mulai main course sampai dessert tersaji lengkap disana, semua makanan kesukaan Narra.

"Cobain dulu." Ujarnya kemudian.

Narra masih takjub. Ia mengambil garpu kecil dan mengambil sesuap lasagna miliknya. "Enaaakkkk..."

"Serius ini Om yang masak?"

"Iya donk.." Bangga Yudha. "Om kan punya beberapa resto di sini. Dan mau buka cabang baru di Brussel."

Narra mengangguk seraya terus menyuapkan lasagna kemulutnya. "Jadi Om pamit karena mau buka resto di Brussel?"

Yudha mengangguk pelan. "Ada hal lain sih yang perlu Om urus disana.."

Narra hanya mengangguk.

"Selama Om ga ada, jagain Mama ya.."

"Selalu donk, Om.." Jawab Narra.

"Ga kebalik nih..." nyinyir Rania.

Narra terkekeh. "Iya..iya.. Mama yang selalu jagain Narra.."

Yudha ikut tertawa. "Kalo ada apa-apa kabarin Om ya.."

"Apalagi kalo ada Om-Om hidung belang yang deketin Mama kamu.." bisik Yudha kemudian.

Narra balas berbisik. "Ga perlu Om, pasti udah Narra hajar kalo ada Om-Om ga jelas gitu.."

Yudha mengacungkan jempolnya seraya tersenyum. Diikuti Narra yang juga mengacungkan jempolnya.

Ada sedikit kehangatan yang Narra bisa rasakan dari kehadiran Yudha di kehidupan mamanya. Sepertinya Yudha mengisi kekosongan yang selama ini ada di keluarganya. Narra hanya bisa berharap kalau kehangatan ini akan bertahan lebih lama, tak hanya datang sesaat lalu menghilang begitu saja.

FraternitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang