"Bang.... lo apa kabar?" Ucap ganen. "Lo kangen gue gak?"
Sore itu, langit sedang cerah-cerahnya. Ganendra berlutut disamping pusara yang baru saja ia taburi bunga-bunga. Mahendra Aksara Arnawama, nama itu terpampang jelas di atas sebuah batu Nisan.
"Gue kangen, Bang..." Ungkap Ganen dengan wajah sendu. "Gue harap lo ada disini, disamping gue saat gue bilang akhirnya gue berhasil ngungkap semuanya."
"Radit, akhirnya dihukum 14 tahun penjara." Lanjut Ganen. "Meskipun gue ngerasa itu masih belum adil, tapi gue lega.."
"Gue berhasil melindungi orang-orang yang gue sayang.. Juga Kanaya, sama Aksa.."
"Lo denger gue kan, bang?" Tanya Ganen. "Gue harap lo udah bisa tenang ya sekarang... Lo ga perlu khawatirin Kanaya sama Aksa lagi.."
"Bang..." Panggil Ganen lagi. "Gue mau minta tolong boleh?"
"Lo deket sama Tuhan, kan?" Ganen menghela nafas sesaat. "Gue--"
"GANNEENNNN!!!!" Suara sumbang Narra terdengar dari kejauhan. Perempuan itu tampak begitu sumringah usai menghadiri putusan pengadilan Radit. Bergegas ia turun dari dalam mobil yang dikemudikannya. "Ayo pulang! Nyokap bisa marah kalo gue pulang bawa mobil sendiri."
"Iya..iya!!" Ganen balas berteriak. "Bentar lagi!!"
"Lo inget dia ga, Bang?" Lanjut Ganen lagi-lagi seakan berbicara dengan batu nisan milik Mahendra "Cewek yang waktu itu berantem depan cafe."
"Dia sama gue sekarang, tapi ga seperti yang lo doain waktu itu.."
"Doa lo belum dikabul sama Tuhan, Bang..." Ganen menghela nafas sendu. "Tolongin gue donk, Bang... Bujukin Tuhan biar doa lo waktu itu dikabul."
"Ganendraa!!" Teriak Narra lagi. "Lama deh lo!!"
"Iya bawel!!" Balas Ganen.
"Gue pulang dulu ya, Bang... kalo gue lama-lama disini entar lo keganggu sama suara sumbangnya." Ganen pamit. "Berisik mulu emang dia."
"Dah, Bang... Nanti gue kesini lagi." Perlahan Ganen beranjak berdiri seraya membersihkan bajunya yang terlanjur kotor terkena tanah. Dari kejauhan ia melempar sebuah senyuman melihat Narra yang menatap ke arahnya.
"Hampir sejam lo disana.." Dumel Narra begitu Ganen duduk dibalik kemudi. "Ngapain aja?"
"Gue abis curhat sama abang gue.." Jawab Ganen.
"Lo gak kenalin gue sama abang lo?" Dumel Narra.
"Abang gue udah kenal sama lo."
"Apaan ketemu aja ga pernah."
"Pernah..."
Narra mengernyit. "Kapan?"
"Ga penting kapan... yang penting itu doa yang dia omongin waktu ngeliat lo."
"Ngapain abang lo doain gue?" Tanya Narra makin terbingung. "Emang dia doain gue apa?"
"Ada lah.." Balas Ganen seraya memacu mobilnya.
"Apaan?" Desak Narra.
"Berisik ah!" Ganen mendengus kesal. "Tanya aja sama abang gue!"
"Gimana caranya, Ganen??!" Narra memutar bola matanya malas.
"Lo pikir aja sendiri." Ketus Ganen. "Mau pulang ga nih? Jangan berisik gue lagi nyetir."
"Gue haus... cari minum dulu ya.."
"Mau minum apa?" Tanya Ganen.
"Apa aja."
"Apa aja asal sama gue?" Ganen tertawa jahil. Kejahilannya membuat Narra mendelik tajam kearahnya. "Janji Jiwa yuk!"
"Ayok."
"Sekalian bungkusin buat si Agas."
"Hmm?" Narra mengerutkan keningnya. "Emang dia di rumah?"
Ganen hanya mengangguk pelan.
"Ngapain?"
"Nyuci motor gue.."
"Hah?! Kok bisa Agas nyuci motor lo?!"
"Kalah taruhan sama gue.."
Lagi-lagi Narra memutar bola matanya malas. "Taruhan mulu kerjaan lo."
"Next kita yang taruhan.."
"Taruhan apa?!"
"Taruhan siapa duluan yang punya pacar."
"Hadiahnya apa?" Tanya Narra antusias.
"3 permintaan." Jawab Ganen.
"Oke!" Sahut Narra. "Jangan nangis aja kalo gue udah punya pacar!"
"Alah paling lo macarin si Agas!" Cebik Ganen. "Ga bakal nangis gue!"
"Serius?!" Goda Narra.
"Serius lah!"
"Oke gue telpon Agas." Narra menekan tombol secara acak di layar ponselnya. Ia kemudian menempelkan ponselnya ke dekat telinganya.
"Hallo.. Agas?" Ucap Narra seolah sedang menelpon. "Lo mau ga jadi pacar gue?!"
Ckkiittt!
Mendadak Ganen mengerem mobil yang dikemudikannya. "NARRA!""Hahahhahaha!" Narra terbahak seraya menunjukkan layar ponselnya. "Sewot bener! Katanya ga bakalan nangis kalo gue punya pacar.."
Ganen menghela nafasnya kesal. "Gue cuma belom siap ngasih lo 3 permintaan!"
"Jangan Ge-er lo!"
"Dih...siapa juga yang ge-er!" Balas Narra ketus.
"Dah pokoknya jangan sekarang!"
"Terus kapan?!"
"Nanti gue kasih tau kalo gue udah siap." Balas Ganen sekenanya.
"Iya kapan siapnya?"
"Bawel Ah!" Gerutu Ganen. "Nanti juga kalo gue siap, gue bakal ngasih tau lo!"
"Seenak udelnya aja."
"Pokoknya selama gue belum siap, jangan punya pacar."
"Possesive!"
"Ini cara Abang jagain adeknya."
"Dusta!"
"Mana ada gue dusta!"
"Bodo ah! Gue mau punya pacar!"
"Jangan!"
"Bodo amat!"
"Coba aja kalo berani!"
✍
The End
Terimakasih readers....
Kecup jauh untuk yang setia baca sampai akhir.
Sayang kalian banyak-banyaaakkk...🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Fraternité
Ficção Adolescente"Demon's still demon. Thousands kindness couldn't change what he really is." -Gemma Queenarra Narra tak pernah menyangka jika hanya karena sebuah insiden ia akan terlibat sesuatu yang besar disekolahnya. SMA Pelita memiliki cerita tentang Angel and...