#70 Family

38 5 17
                                    

"Sebagai satu keluarga."
-Sayudha Aksara-

***

"Selamat datang di rumah baru!!!!" Ucap Rania ketika mereka tiba di depan sebuah rumah. Rumah dengan 3 lantai itu terlihat minimalis dengan dominasi warna warm white di area depan.

"Ga salah ini, Ma?" Tanya Narra tak percaya. "Ini dibeliin Om Yudha?"

"Sebenarnya, rumah ini Ganen yang siapin..." Ungkap Rania. "Katanya karena kamu ga mau tinggal di rumah kita yang dulu.."

"Narra ga pernah ngomong kayak gitu, Ma!" Tepis Narra.

"Bener kok, tante." Elak Ganen. Ucapannya membuat Narra menghela nafas kasar seraya mendelik tajam ke arahnya.

"Narra bilang dia ga mau Ganen tinggal bareng dirumah tante..." ucap Ganen sok manja. "Ganen faham sih, Tante.. disana kan cuma ada 2 kamar utama, sama 1 kamar tamu. Narra ga tega kayaknya kalo Ganen tidur di kamar tamu."

"Oh gitu..." Ucap Rania. "Iya sih, disana kamar tamunya agak sempit soalnya."

"Nah maksud Narra gitu kayaknya, Tan.." Balas Ganen lagi. "Iya kan, Nar?"

"Gue bilang... gue ga mau serumah sama lo." Desis Narra pada Ganen.

"Oh....maksud lo gitu?" Bisik Ganen seolah baru faham. "Ga gitu deh yang gue denger waktu itu."

Waktu itu? Narra mengerutkan keningnya. Kapan?

"Coba lo inget-inget lagi omongan lo malem itu." Pancing Ganen. "Waktu pertama kali gue dateng ke rumah lo.."

Narra terdiam sesaat mencoba mengingat-ingat percakapannya hari itu. Tapi sedikitpun ia tak ingat pasti apa yang ia ucapkan dimalam pertama kali ia mengetahui Ganen akan jadi kakak tirinya.

"Masih ga inget?!" Tanya Ganen. Narra hanya menggelengkan kepalanya.

"Sini gue kasih tau.." Bisik Ganen. "Lo bilang..."

"Apa?" Tanya Narra penasaran.

"Jangan harap lo bisa masuk ke kehidupan gue lagi. Gue bakal pastiin kalo pintu rumah gue tertutup buat lo!" Bisik Ganen menirukan cara bicara Narra.

Narramemutar bola matanya malas. "Lo faham kan maksud kalimat pintu rumah gue tertutup buat lo?"

"Yess. As you wish,," Lanjut Ganen. "Gue ga masuk ke kehidupan lo lagi, even ke rumah lo. "

"Tapi..." Lanjut Ganen lagi. "Lo yang gue tarik ke kehidupan gue."

"Cerdas banget ya lo, Ganendra Aksara!!!" Desis Narra seraya meremas jari jemari tangannya. "Lo itu emang demon, Ganen!"

"Baru tau?!" Cebik Ganen.

"Kalian lagi apa sih?" Tanya Rania bingung melihat tingkah anaknya. "Bisik-bisik apa?"

"Barusan Narra bilang makasih, Tante..." Balas Ganen seraya tersenyum jahil. "Sama-sama Narra...."

"Gue ga bilang makasih ya!" Bantah Narra.

"Dih ga ngaku!" Sangkal Ganen. "Narra emang suka gengsi gitu ya, Tan?"

"Gue gak gengsi ya!" Bantah Narra lagi. "Ngapain juga gue berterimakasih."

"Hush!" Sela Rania. "Ga baik ngomong kaya gitu."

"Biarin!!"

"Ayo masuk! Kok pada bengong diluar sih?" Ajak Yudha yang baru datang usai memarkir mobilnya. "Ga pengen liat kedalem?"

"Ada tempat nongkrong loh di lantai 3." Lanjut Yudha. "Ada ayunan, Narra pasti suka."

"Masa sih, Om?" Tanya Narra tak percaya.

"Masa Om boong sih.." Jawab Yudha. "Ganen sendiri yang siapin. Katanya persis seperti yang kamu suka."

Lagi-lagi Narra mendelik tajam ke arah Ganen. Sementara laki-laki itu hanya balas tersenyum jahil ke arahnya.

"Thank me, later.." ucap Ganen tanpa suara.

"Kalian yang akur.... Mulai hari ini, kita akan memulai hidup baru kita dirumah ini." Ucap Yudha. "Sebagai satu keluarga."

Yup, satu keluarga. Batin Ganen seraya menghela nafas berat.

Seiring pintu rumah yang terbuka, Ganen kali ini memasuki kehidupan barunya. Kehidupan yang sebenarnya belum siap ia hadapi. Kehidupan yang sebenernya belum pernah ia bayangkan sebelumnya.

Begitupun dengan Narra, fase baru kehidupannya baru saja dimulai. Tempat tinggalnya saat ini nampak begitu luas, jauh lebih luas dari rumahnya yang dulu. Tapi entah kenapa, berada disana membuat dadanya merasa sesak. Seakan ia tak memiliki cukup ruang bahkan hanya untuk sedikit bernafas lega.

Narra terdiam sesaat, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Otaknya berusaha menerka-nerka apa yang mungkin akan terjadi kedepannya disana, tapi tak satupun hal yang terlintas di benaknya. Ia tak siap, tak akan pernah siap.

"Thanks ya Nar..." Ucap Ganen perlahan. Narra hanya melempar sebuah senyuman kecil.

"Makasih, udah ngasih gue kesempatan...." Lanjut Ganen.

"It's okay.." Jawab Narra seraya tersenyum hambar. "Kak Ganendra.."

Ganen terkekeh sesaat. "Harus bokap gue nikah sama nyokap lo dulu ya, biar gue dipanggil Kak Ganendra?"

"Segitu pengennya ya lo gue panggil Kakak?" Narra balas terkekeh.

"Iya ya.." Ganen mengerutkan keningnya sesaat. "Kenapa gue ngebet banget dipanggil kakak sama lo?"

"Mana gue tau!"

"Kalo tau bakal terwujud sih, gue bakal minta dipanggil sayang aja bukan Kakak.."

Narra mendelik tajam kearah laki-laki yang kini tengah tersenyum jahil kearahnya. "Mulai ngaco!"

"Efek obat lo mulai abis nih..." Oceh Narra. "Minum obat sana!"

"Takut baper ya lo?"

"Hati gue udah mati rasa ya sama lo!"

"Masa?"

"Iya."

"Yang bener?"

"Iya bener.."

"Yakin?"

"Ganen!!!" Narra memukul lengan Ganen sekenanya. "Berhenti godain gue!"

"Lo abang gue sekarang, bego!"

"Iya..iya.." Ganen nyengir kuda. "Baper banget nih adek gue..."


***

Hai... ini chapter terakhir cerita Narra sama Ganendra di Fraternitè..
Dan akan ada extra chapter minggu depan.
Semoga tetap suka ceritanya...
Thank you untuk yang masih setia baca sampai di chapter ini.

See you soon at Fraternitè 2...🥰

FraternitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang