"Mulai sekarang dan seterusnya lo adalah sesuatu yang paling gue benci."
-Gemma Queenarra-
***Ganen tak lantas mematikan mesin motornya ketika ia tiba di taman yang biasa mereka datangi dulu. Selama beberapa saat ia hanya terdiam, merasakan tangan Narra yang masih mendekapnya erat-erat.
"Narr..." Panggil Ganen perlahan.
Narra tersadar seketika. Ia melepaskan kedua tangannya yang gemetar dari pinggang Ganen. Bergegas ia turun dari motor lalu kemudian duduk di samping trotoar. Lutunya terasa lemas, seluruh tubuhnya gemetar karena kejadian tadi.
"Lo gapapa?" Ganen menelisik wajah perempuan di hadapannya. Wajah gadis itu memerah karena menahan tangis. Tangannya masih gemetaran. "Lo gemeteran, Nar.."
"Puas lo?!" Bentak Narra seraya melepas helm yang ia kenakan. "Pernah ga sih lo mikir panjang sekali aja?!!"
"Lo bawa motor udah kaya kesetanan tau ga?!!"
"Maaf Nar.." Ucap Ganen pelan. "Gue ga tau kalo--"
"Lo bawa motor ngebut, ga pake helm, nerobos palang pintu, nantangin kereta, nyawa lo ada banyak emang??!!!" Cecar Narra lagi. "KALO LO MATI GIMANA???!!!"
Senyuman mengembang sesaat di bibir Ganen. "Lo... khawatirin gue?"
"Nggak." Jawab Narra ketus. "Ya lo mau mati jangan bawa-bawa gue!"
"Trus..kenapa lo ga turun aja pas di rel kereta tadi?" Tanya Ganen lagi. "Biarin gue mati sendiri."
Narra memutar bola matanya kesal. "Jiwa kemanusiaan gue tinggi, ga kaya lo!"
Ganen tersenyum kiri seakan menertawakan jawaban Narra.
"Ngapain lo senyum-senyum kaya gitu?!" Ketus Narra lagi.
"Udah lama ya kita ga ngobrol kaya gini..." Ucap Ganen seraya duduk di sebelah Narra. "Gue kangen sama lo.."
Narra mendelik menatap laki-laki di sebelahnya sinis. "Ga usah basa-basi. Mau lo apa?"
"Tunggu gue di ayunan." Ganen tiba-tiba bangun dari duduknya. "Gue beli sesuatu dulu."
Tanpa basa-basi lagi Ganen beranjak dari sana menuju kedai kopi favoritnya, Janji Jiwa. Setelah memesan dua gelas minuman kopi ia lalu kembali menuju taman.
Dari jauh ia melihat Narra duduk di sebuah ayunan dengan wajah yang terlihat sendu. Persis ketika pertama kali mereka bertemu. Dengan langkah yang perlahan, Ganen berjalan mendekat.
Perempuan yang sedari tadi menundukan kepala itu perlahan mengangkat kepalanya. Matanya yang terlihat sendu kini menatap wajah Ganen. Entah kenapa melihat wajah Ganen membuat hatinya disergap perasaan yang aneh. Perasaan yang sulit ia jelaskan.
Di satu titik hatinya merasa lega, kehadiran Ganen saat ini menghilangkan semua prasangkanya. Tapi di titik yang lain, ada rasa sakit yang belum bisa ia kendalikan. Melihat laki-laki itu tersenyum dengan leluasa, membuat Narra merasa keberdaannya dulu ternyata tak ada harganya.
Miris ya? Tapi memang begitulah yang ia rasakan. Di detik pertemuan terakhirnya, ia masih mendoakan kebahagiaan laki-laki itu. Tapi melihat laki-laki itu bahagia tanpanya ternyata melukai hatinya sendiri. Apa cinta memang serumit itu?
"Favorit lo.." Ganen memberikan segelas kopi dengan boba dan cream cheese kesukaan Narra.
Narra tersenyum kecut, seraya mengambil alih kopi dari tangan Ganen. Laki-laki itu kemudian menduduki ayunan di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fraternité
Teen Fiction"Demon's still demon. Thousands kindness couldn't change what he really is." -Gemma Queenarra Narra tak pernah menyangka jika hanya karena sebuah insiden ia akan terlibat sesuatu yang besar disekolahnya. SMA Pelita memiliki cerita tentang Angel and...