"Apa sekarang sampah anorganik bisa bersuara?!"
-Ganendra-***
Ganendra membasahi tubuhnya dibawah shower air hangat. Latihan basket tadi sore lumayan membuatnya berkeringat. Ia perlu membersihkan diri untuk bisa menyegarkan tubuhnya kembali.
Selama beberapa saat ia hanya membiarkan air hangat menghujani tubuhnya. Rintik-rintik air yang jatuh seolah membawa serta semua lelah dari tubuhnya.
Ganen membuka kotak kaca yang tergantung di dinding kiri kamar mandinya, memudian mengambil botol sabun dan menuangkan sedikit isinya di telapak tangannya. Ada sesuatu yang mengelitik hingga membuatnya tersenyum sendiri.
Ia tiba-tiba teringat perkataan seseorang.
"Lo minum nih, ngeliat botolnya eh inget gue. Lo makan nasi padang nih, liat bungkus nya aja lo bakal inget gue. Pokoknya dari lo bangun tidur sampe lo tidur lagi, gue bakal ada di sekitar lo."
"Mulai detik ini lo ga akan bisa lepas dari gue."
"Biar sekalian lo pusing ngeliat gue dimana-mana."
Ganen terkekeh. "Dasar cewek ga jelas."
Ia kemudian melanjutkan mandinya.
✍
Sekarang Ganen sedang berada di sebuah toko buku. Komik incarannya udah merilis seri terbaru. Ia mengambil beberapa buah komik kemudian bergegas menuju meja kasir.
Seorang perempuan di belakang meja kasir tersenyum ramah ke arah Ganen "Malam,Ka... Ada tambahan belanjaan yang lain ka?"
Ganen menggelengkan kepalanya.
"Totalnya jadi 128.000, Ka.."
Ganen mengambil dua lembar uang kertas seratus ribuan dan memberikannya pada kasir.
"Mas, Wild Symphony nya Dan Brown udah ada belum ya?" Suara seorang perempuan tiba-tiba menarik perhatian Ganen.
Narra?
"Ini belanjaan dan kembaliannya, Ka."
Tanpa ucapan terimakasih Ganen mengambil barang belanjaannya kemudian bergegas mencari dari mana suara Narra tadi berasal.
Ia berkeliling menjelajahi setiap sudut toko buku, tapi sosok Narra tak ia temukan disana.
"Salah denger kali gue." Gumamnya kemudian beranjak pergi dari toko buku.
Kini Ganen memasuki sebuah toko sepatu olahraga. Sepatu basket yang sering ia pakai untuk latihan sudah mulai aus dan rusak. Sepertinya memang sudah waktunya di ganti.
"Mas.." Ganen melambaikan tangannya pada salah seorang pramuniaga. "Yang ini ada size 43?"
"Saya cek dulu, Mas.. ditunggu."
Seraya menunggu sepatunya datang Ganen duduk di sebuah soffa di salah satu pojok toko.
"Yang ini size 40 ga ada, Mas?" Suara seorang perempuan lagi-lagi menarik perhatian Ganen. Ia beranjak dari tempat duduknya mencari dari mana suara itu berasal.
Ga mungkin telinga gue salah dua kali.
Tapi nyatanya sosok Narra tak juga ia temukan dimana-mana.
"Ini sepatunya, Mas.." seorang pramuniaga membawakan sepatu yang Ganen cari.
Secepat kilat Ganen menyelesaikan pembayarannya dan meninggalkan toko.
"Sundae strawberry, ditambah brownies sama wafflle crumb 1." Suara itu lagi.
Stop! Ganen menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Udah gila kali gue.
"Apa sekarang sampah anorganik bisa bersuara?!" Ganen mendumel seolah berbicara dengan tong sampah disebelahnya.
"Makasih, mas...." Suara itu muncul lagi.
Ganen menoleh tepat ke tempat suara itu berasal.
Dari jauh Ganen melihat sosok perempuan berambut panjang membelakanginya sedang memesan es krim. Perempuan itu mengenakan jaket oversize dengan celana jeans selutut. Melihat gaya tomboy nya, perempuan itu terlihat seperti Narra.
Dengan langkah hati-hati Ganen mengikuti Narra yang berkeliling seorang diri sambil menyantap es krim. Kini Narra memasuki 21. Ia memesan sebuah tiket film horror kesukaannya. The Conjuring.
Selesai memesan tiket Narra kemudian menunggu disebuah soffa, seraya menghabiskan eskrimnya.
"Selamat malam, Mas.. mau pesen tiket?" Tanya seorang perempuan di belakang meja reservasi.
"Perempuan itu tadi beli tiket film apa?" Tanya Ganen seraya menunjuk Narra yang masih asik dengan eskrim nya.
"The Conjuring."
"Saya pesen satu tiket, kursi nya harus di sebelah dia ya."
"Baik...Jadi 75.000, Mas."
Ganen memberikan selembar uang seratus ribu. "Kembaliannya ambil aja."
Sementara itu, Narra yang meluangkan waktu untuk me time nya hari ini berniat untuk menghabiskan waktu sendiri. Apalagi Hanum sahabatnya memang tak pernah mau diajak nonton film horror.
Tapi sepertinya me time nya kali ini tidak sesuai rencana. Tiba-tiba saja ia melihat sosok Ganen mengusik pandangannya. Kini ia sedang bersembunyi di sebelah vending machine. Memperhatikan sosok Ganen dari jauh yang terlihat celingukan mencari-cari sesuatu.
Beberapa saat kemudian Narra melihat Ganen berjalan melewati pintu keluar 21.
Fiiuuuhhh... Narra akhirnya bisa bernapas lega. Hampir saja me time nya kali ini kacau. Bagus lah kalo Ganen pergi.
"Ngapain ngumpet disini?" Tanya seseorang laki-laki yang tiba-tiba muncul dibelakang Narra.
"Sssttt..." Narra menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Nanti ketauan Ganen gue ngumpet disini."
Wait. Narra menahan nafasnya dan berbalik melihat sosok yang mengajaknya bicara. Ganen.
Laki-laki itu menatapnya tajam seraya mengangkat kedua alisnya.
"Mati gue...." Gumam Narra pelan.
"Eh kursi kita kok bisa sebelahan gini?! Kebetulan banget." Ucap Ganen ketika merebut tiket yang ada di tangan Narra.
Mata Narra membulat melihat dua buah tiket dengan nomor kursi yang bersebelahan. Pandangannya kemudian beralih menatap wajah Ganen dengan senyum jahilnya.
Ganen menarik tangan Narra. "Ayo nonton.. film nya udah mau mulai."
✍
Author notes..
Ada yang masih setia nungguin ga?
Jangan lupa vote ya...Makasih banyak untuk yang sudah baca...
No plagiat-plagiat ya...
Hargai setiap karya..
See you next chapter..🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Fraternité
Novela Juvenil"Demon's still demon. Thousands kindness couldn't change what he really is." -Gemma Queenarra Narra tak pernah menyangka jika hanya karena sebuah insiden ia akan terlibat sesuatu yang besar disekolahnya. SMA Pelita memiliki cerita tentang Angel and...