#66 Last Wish

28 3 0
                                    

'Jangan pernah bikin ayah kecewa, sekecewa ayah sama gue..'
-Mahendra Aksara-

***

"Lepasin tangan gue!!" Rengek Narra ketika Radit menyeretnya keluar meninggalkan Ganen. "Sakiitttt.."

Radit menelisik tangan perempuan yang ia genggam sejak tadi. Tampak jelas ada luka kemerahan disana.

"Jangan harap lo bisa kabur dari gue!" Ancam Radit seraya melepaskan genggamannya.

Sementara itu di dalam ruangan, dengan kesadarannya yang masih tersisa Ganen berusaha bangkit. Perkataan Radit pada Narra tadi benar-benar membuatnya muak. Sesekali ia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Darah segar masih mengalir membasahi pelipisnya, tapi itu tak sedikitpun menyurutkan niat Ganen untuk membalas Radit.

Ganen mengerjapkan matanya, mencoba melihat sekelilingnya lebih jelas. Dua orang anak buah Radit masih terkapar tak sadarkan diri disana, disamping tumpukan botol bekas minuman keras yang dibiarkan berserakan. Dengan langkahnya yang tertatih, ia meraih salah satu botol bekas dan menggenggamnya erat di tangan kanannya.

Perlahan ia menyeret kakinya menuju keluar ruangan. Ia memicingkan matanya menatap Radit yang tengah menarik baju Narra, memaksanya ikut menuruni tangga. Ganen menarik nafas dalam-dalam, sebelum akhirnya ia lari dan menghantamkan botol yang ia genggam di kepala Radit, persis seperti apa yang laki-laki itu lakukan tadi. Tubuh Radit terjatuh dan harus merasakan hantaman belasan anak tangga.

"Ganen?!" Mata Narra membulat menatap laki-laki yang berdiri di dekatnya. Namun Ganen tak mempedulikannya sedikitpun. Bergegas ia menuruni anak tangga menghampiri Radit yang tengah kesakitan.

"Anjing lo!" Umpat Radit seraya berusaha bangkit. "Belum mati juga!"

"Lo yang bakal mati ditangan gue." Desis Ganen penuh kebencian. Tanpa belas kasihan Ganen meluapkan semua amarahnya pada Radit. Dengan membabi buta ia memukuli laki-laki di hadapannya. Hingga akhirnya laki-laki itu tersungkur, dengan Ganen yang masih terus memburunya.

"Ini buat Abang gue!" Racau Ganen seraya mendaratkan kepalan tangannya di pipi kiri Radit. Laki-laki itu bahkan sudah tak berusaha bangkit, ia hanya bisa mencoba menghindar meskipun tak berhasil. Amarah Ganen yang terlanjur membuncah membuatnya hilang kendali, ia tak berniat menghentikan perbuatannya kali ini meskipun laki-laki di hadapannya sudah hampir kehilangan kesadaran.

"Ini buat tahun terburuk yang gue alami gara-gara lo!" Lagi, Ganen menghantamkan pukulannya kanan dan kiri secara bergantian. Matanya kemudian beralih menatap pecahan botol kaca yang tergeletak di ujung tangga.

"Ganen!" Teriak Narra ketika Ganen kembali menghampiri Radit dengan tangan yang menggenggam pecahan kaca. "Ganen stop!!!"

Tanpa menggubris teriak Narra, Ganen menghunuskan pecahan kaca tepat mengarah ke wajah Radit yang sudah kehabisan tenaga. "Ini buat niat busuk lo sama Narra!"

"GANENDRA STOOPPPP!!!" Pekik Narra sekuat tenaga. "Udah cukup! Dia bisa mati!"

Ganen menghentikan tindakan ya sesaat. "Dia emang pantes mati."

"Tapi bukan ditangan lo!" Cegah Narra. "Lo ga boleh jadi pembunuh!"

"Gue ga peduli, Nar!" Bantah Ganen. "Harusnya gue udah lakuin ini dari dulu!"

"Gue mohon..." Bujuk Narra kemudian. "Radit bakal dapetin apa yang pantes dia dapetin."

Ganen hanya terdiam sesaat.

"Gue mohon,Ganen..." Lirih Narra. "Bukan cuma gue yang bakal kecewa kalo lo ngelakuin itu, tapi Om Yudha, Kak Mahen juga.."

Ganen kembali terdiam. Perkataan Narra mengingatkannya pada apa yang Mahen ucapkan padanya dulu.

FraternitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang