57# SAH.

31 9 1
                                    

                                              
"Bawa gue pergi dari sini..."
-Gemma Queenarra-
 

                                                                
***

Narra menggandeng tangan Rania memasuki ballroom yang sudah di dekorasi sedemikian rupa. Berjalan melewati karpet merah yang membentang di antara pintu masuk menuju meja di bagian tengah ruangan.

Bunga-bunga yang di dominasi warna pastel disusun dengan apik membentuk lorong yang mengarahkan mereka untuk tiba di sebuah meja dengan beberapa kursi yang sudah terisi. Cantik. Hanya satu kata yang bisa menggambarkan itu semua. Tapi terasa menyesakkan bagi Narra.

Di tengah ruangan tampak sebuah meja dengan beberapa kursi yang dihias dengan pita besar. Yudha tampak berdiri disana, menyambut kedatangan calon istrinya. Disusul kemudian Ganen yang berdiri tepat di sebelahnya. Keduanya tampak tersenyum bahagia. Sementara Narra harus bersusah payah memalsukan senyuman nya.

Kenapa melihat senyuman Ganen membuat hati Narra semakin terluka? Apa kebencian yang membuatnya tak ingin melihat Ganen tersenyum bahagia? Atau justru sebaliknya? Mungkinkah Narra masih berharap bisa bersama sama Ganen? Bukan sebagai saudara.,

"You're so beautiful.." Bisik Yudha seraya menyambut tangan Rania. Ia kemudian menggeser kursi di sebelahnya untuk Rania duduk.

"Thanks..." Balas Rania.

Narra kemudian duduk di sebuah kursi di bekakang Rania, tepat di sebelah Ganen. Laki-laki itu hanya menyambutnya dengan senyuman kaku. Sementara bibir Narra tak sekalipun melengkungkan senyuman.

"Sudah kumpul semuanya?" Tanya penghulu. "Kalau sudah siap kita mulai saja."

Pak Ridwan yang bertindak sebagai penghulu kemudian memberikan dua lembar catatan. Satu untuk Oscar Lazuardy- Kakek Narra, sementara catatan yang lainnya ia berikan untuk Yudha.

"Pa Oscar, hari ini bapa akan menikahkan putri kandung Bapak, betul?" Tanya Ridwan dibalas anggukan kepala Oscar. "Silahkan Bapak lafalkan kalimat yang saya tulis, disambut kemudian oleh Yudha."

"Dalam satu tarikan nafas tanpa terjeda ya, Pak.." papar Ridwan.

"Sudah bisa kita mulai?" Tanya Ridwan lagi. "Bismillahirrohmanirrohim..."

"Nak Sayudha Aksara Arnawama.." Ucap Oscar memulai. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau, dengan anak kandung saya, Adeena Rania Lazuardy binti Oscar Lazuardy dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Adeena Rania Lazuardy binti Oscar Lazuardy dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Sambung Yudha.

"Bagaimana para saksi, SAH?" Tanya Ridwan.

"SAH!" Jawab keluarga yang menyaksikan dengan serempak.

"Alahamdulillahirobbilalamiinn..."

Kata demi kata yang mereka ucapkan seakan menyayat hati Narra. Sakit. Tanpa ia sadari air mata menggenang di pelupuk matanya, kemudian jatuh begitu saja membasahi pipinya. Buru-buru ia mengusap air matanya, sebelum yang lain tahu. Meskipun diam-diam Ganen sudah memperhatikannya sejak tadi.

Narra menggenggam jari jemarinya kuat-kuat. Berusaha menahan air matanya, meskipun rasa sakit yang ia terima hampir tak kuasa ia kendalikan.

Tiba saatnya Yudha dan Rania berdiri di depan pelaminan. Disana laki-laki itu kemudian menyematkan cincin di jari manis Rania. Begitupun sebaliknya. Setelah itu kedua mempelai di persilahkan untuk saling berciuman. Tentu bukan hal yang salah mengingat keduanya sudah sah sebagai suami istri.

Riuh suara tepuk tangan bersahutan ketika Yuda menyudahi ciuman pertama mereka sebagai suami istri. Rania kemudian melambaikan tangannya ke arah Narra.

Perlahan Narra berjalan mendekat, sesaat kemudian ia berada dalam dekapan Rania. Entah kenapa kekuatannya yang tadi ia jaga mati-matian hilang begitu saja. Ia menangis terisak dalam pelukan Rania.

"Sayang...kenapa nangis?" Tanya Rania panik.

"Ini..." Jawab Narra terbata-bata. "Ini..tangisan bahagia, Ma.."

"Narra bahagia ngeliat Mama bahagia.."

"Makasih sayang.." Rania kembali memeluk anak semata wayangnya. "Udah jangan nangis.. nanti make up nya luntur.."

Narra tersenyum palsu mendengar Rania menggodanya. "Narra ambil tissue dulu, Ma.."

Ia kemudian meninggalkan Rania yang masih di kelilingi kerabatnya. Hingga tiba-tiba seseorang mencekal tangannya, membuat langkahnya terhenti. Tangan itu milik Ganendra.

Ganen merogoh sapu tangan dari saku jas yang ia kenakan, kemudian memberikannya untuk Narra. Persis seperti dulu saat mereka pertama kali bertemu. Tapi kali ini, gadis itu enggan menerima sapu tangan pemberiannya.

Narra melepaskan tangannya dari genggaman tangan Ganen. Ia memalingkan wajahnya dari Ganen. Tanpa sepatah katapun ia kemudian berjalan menjauh menuju pintu keluar. Sebelum akhirnya pintu itu terbuka dengan sendirinya, menampakkan wajah seseorang yang sangat ia kenal.

Dia Agas. Melihat Narra berjalan sambil menangis Agas kemudian berlari ke arahnya. Narra terdiam beberapa saat, tersentak melihat kehadiran Agas disana. Tapi belum sempat ia bertanya laki-laki itu sudah mendekapnya erat-erat. Membuatnya semakin menangis sejadinya.

"Maaf kalo gue maksa kesini.." Bisik Agas. "Gue cuma ga mau lo ngadepin ini sendirian.."

Narra membiarkan laki-laki itu memeluknya. Selama beberapa saat mereka hanya berdiri disana, saling berpelukan tanpa mempedulikan Ganen yang masih mematung menyaksikan apa yang terjadi di hadapannya.

"Bawa gue pergi dari sini..." Lirih Narra kemudian. "Gue mohon..."

                                                                 

Still..to be continued..
Menuju part-part terakhir..
Mon maap update semakin ga beraturan..
Kerjaan makin kesini makin numpuk...
Btw, thanks unuk yang masih mengikuti cerita ini ya..
Saranghae...🥰

FraternitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang