"Semakin sering dia muncul, semakin gue benci."
-Gemma Queenarra-***
Narra menopang dagu dengan kedua tangannya. Otaknya masih terus memutar adegan kemarin pagi. Beberapa kali Narra menghela napas, perasaannya campur aduk antara malu dan senang disaat bersamaan.
"Gemma.." Panggil Pak Abjad-guru Matematika yang tengah mengisi jam pelajaran.
Hanum menyenggol tangan teman sebangkunya yang masih melamun itu. "Nar...dipanggil tuh!"
Lamunan Narra pun terbuyar. "I..iya Pak.."
Pak Abjad melipat kedua tangannya di dada, dia menunjukan wajah kesalnya mengetahui Narra melamun selama pelajaran. Ia lalu mengambil sebuah spidol dan menulis kan sebuah soal di papan tulis.
Narra membulatkan matanya melihat kata demi kata yang ditulis gurunya. "Sebuah bilangan terdiri dari 3 angka. Jumlah ketiga angkanya sama dengan 16. Jumlah angka pertama dan angka kedua sama dengan angka ketiga dikurangi dua. Nilai bilangan itu sama dengan 21 kali jumlah ketiga angkanya ditambah 13. Carilah bilangan itu."
"Coba kerjakan soal didepan."Ucap Pak Abjad. Narra melirik Hanum yang duduk disebelahnya, berharap Hanum bisa memberinya sedikit pencerahan.
Seolah mengerti dengan tatapan Narra, Hanum tersenyum kecut sambil menggelengkan kepalanya.
Narra menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu mulai berdiri dan menyeret kakinya menuju papan tulis. Berkali-kali ia menghela napas berat.
Matematika memang tak pernah memiliki tempat khusus di hati Narra, begitupun di otaknya. Setiap Narra memikirkan angka dan rumus-rumus matematika otaknya seolah memberikan penolakan.
Sampai di depan papan tulis Narra hanya terdiam beberapa saat. Dia masih berharap keajaiban bisa selamat dari soal matematika yang dibuat untuknya.
"Ayo kerjain.." Pak Abjad tampak kesal menunggu Narra yang terus memegangi spidol, bukan menggunakannya untuk menulis.
Pleassee bantu aku, Tuhan...
Di luar kelas, beberapa murid terdengar riuh berjalan sambil menggendong tas sekolahnya. Beberapa kelas sudah mengakhiri jam pelajarannya dan pulang lebih awal. Narra melirik jam di tangan kirinya, 5 menit menjelang bell pulang sekolah.
"Ayo kerjain..kamu baru boleh pulang kalo soal ini udah beres."
"Eh Pak Abjad.." seseorang dari luar kelas menyapa Pak Abjad.
Narra menoleh ke sang empunya suara. Ternyata Ganen yang sedang tersenyum lebar di depan pintu.
"Dia dihukum ya, Pak?" Tanya Ganen.
Narra berdecak kesal. "Lo lagi..."
Pak Abjad tak mengiyakan pertanyaan Ganen. "Yang lain boleh pulang."
Suara riuh terdengar saat murid X-2 meninggalkan kelas. Hanum sebenarnya merasa tidak enak meninggalkan Narra sendirian dikelas tapi dia sudah ditunggu pacarnya di parkiran.
"Nar.. gapapa ya gue tinggal? Reno udah nungguin gue mau ke toko buku."
Narra mengangguk pelan. "Iya gapapa, lo duluan aja."
Pak Abjad membereskan buku-bukunya dari atas meja dan melenggang pergi. "Kamu awasin dia sampe soalnya beres, Bapak mau ke ruang guru sebentar."
Mendengar Pak Abjad meminta Ganen mengawasinya, Narra protes. "Ko dia yang ngawasin sih Pa?"
"Kamu mau Bapak yang ngawasin?"
Narra menggelengkan kepala. "Ng..ngga sih pa.."
Senyuman mengembang di wajah Ganen ketika Pak Abjad meninggalkan mereka berduaan. Wajah jahil nya membuat Narra semakin kesal. Ditambah lagi gaya sengaknya yang sekarang tumpang kaki duduk di kursi guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fraternité
Teen Fiction"Demon's still demon. Thousands kindness couldn't change what he really is." -Gemma Queenarra Narra tak pernah menyangka jika hanya karena sebuah insiden ia akan terlibat sesuatu yang besar disekolahnya. SMA Pelita memiliki cerita tentang Angel and...