35# Forget Him

37 17 1
                                    

"Peri gue, ga akan pernah bisa hidup sama demon kaya Lo."
-Gen Agasthya-

***
Ganen perlahan membuka matanya. Ia menatap langit-langit dan dinding berwarna putih yang mengelilinginya. Pandangannya lalu beralih menatap jam dinding yang menunjukkan angka 11:32.

Perlahan ia bangkit dan duduk di tempat tidur. Ia mendapati selang infus terpasang ditangan kirinya.

Kenapa gue di rumah sakit? Batinnya

Otak Ganen memutar kembali memori tentang apa yang telah ia lalui hingga berakhir di rumah sakit. Bayangan Agas yang berlari seraya membopong tubuh Narra yang tak sadarkan diri terlintas di benaknya.

Narra gimana?! Bergegas Ganen memutar roller clap yang terpasang di selang infusnya. Sekujur tubuhnya terasa sakit, tapi ia tetap bersusah payah untuk bangun.

Seraya membawa botol infus, ia berjalan menyusuri koridor rumah sakit dan mendatangi pos perawat yang malam itu berjaga.

"Sus.." panggil Ganen. "Disini ada pasien atas nama Gemma?"

"Loh,, mas kenapa bangun dari tempat tidur?" Tanya seorang suster yang malam itu tengah berjaga, "Sebaiknya Mas kembali ke kamar."

"Saya mau ketemu pasien atas nama Gemma, Sus.." pinta Ganen.

Suster bernama Nadine itu menggelengkan kepalanya. "Sebaiknya Mas beristirahat."

"Sebentar aja, Sus.." Ganen memelas.

"Pleeaasseee..." Bujuk Ganen lagi.

Suster Nadine menghela napasnya sesaat. "Baik, tapi saya antar.."

Dengan sebuah kursi roda suster Nadine membawa Ganen ke sisi lain koridor di lantai tempatnya dirawat. Mereka berhenti di kamar 606.

Perlahan suster membuka pintu ruangan itu dan membawa Ganen masuk. Ia melihat seorang gadis yang masih terlelap di atas tempat tidurnya. Wajahnya tampak pucat ditambah lagi goresan bekas luka yang ada di ujung bibir dan pelipisnya.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Agas yang terlihat tak senang dengan kedatangan Ganen. Sejak tadi ia terus terjaga disamping Narra, sementara Reno yang juga ada disitu sedang tertidur pulas di atas soffa.

"Gimana keadaan Narra?" Tanya Ganen.

"Lo peduli?!" Sinis Agas balik bertanya.

"Gue cuma pengen tau keadaan dia.." Balas Ganen.

"Dia masih belum sadar." Jawab Agas ketus. "Kaki kirinya cedera, dokter bilang besar kemungkinan dia jatuh dari ketinggian."

Ganen tersentak mendengar perkataan Agas. Lagi-lagi ia dikuasai rasa bersalahnya. Memikirkan apa yang dialami Narra sampai terluka separah itu membuatnya membenci dirinya sendiri.

"Narra juga harus transfusi darah karena luka di kepalanya." Papar Agas lagi.

Hening beberapa saat. Keduanya tampak terdiam melihat Narra yang masih enggan membuka matanya.

"Ini yang lo mau, Nen?!" Tanya Agas dingin.

Ganen bergeming tak mengatakan sepatah katapun.

"Udah puas lo sekarang?" Tajam mata Agas kini menatap Ganen seakan mengintimidasi.

"Ini semua ga akan terjadi kalo lo dengerin peringatan dari gue.."

"Peri gue, ga akan pernah bisa hidup sama demon kaya Lo."

Pagi di keesokan harinya, Rania yang baru saja pulang dari kuar kota tergopoh-gopoh datang ke ruangan tempat Narra dirawat. Wajahnya tampak masih lelah, dengan mata panda yang begitu ketara.

FraternitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang