33. S U T IBU NEGARA!
Matahari perlahan-lahan merambat keluar dari persembunyiannya. Walaupun begitu, jalanan kota masih diselimuti kabut tipis-tipis. Manusia pun masih minim terlihat. Hanya ada beberapa ibu rumah tangga yang hendak pergi ke pasar.
Sudut sekolah juga masih sangat sepi. Nayya hanya melihat pak Usep sedang meniup-niup kopi hitamnya yang masih mengepul di pos depan dan Pak Imam yang sedang menyapu halaman sekolah.
Gadis manis bergigi kelinci itu melipat surat yang sedari tadi ia baca berulang-ulang. Nayya masih bingung, siapa orang gabut yang bela-belain ke kosan Nayya cuman buat simpan secarik surat di bawah pintu kamar.
Gadis itu melirik jam warna abu-abu yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya. Dengan segenap kekuatan yang ada, gadis itu segera mengiprit ke arah ruangan yang terletak di ujung sekolah.
Ya. Itu bukan ruangan kelas 3PA1, melainkan aula sekolah.
Alasan Nayya rela berangkat pagi, hanya satu. Wali kelasnya. Selepas menyelesaikan ibadah subuh tadi, Citra memberi pesan di grup kelas—agar siswa 3PA1 datang satu jam sebelum bel berbunyi. Katanya ada pembekalan buat ujian nasional. Mau tidak mau, Nayya harus merelakan sarapan nasi goreng ala ibu kos yang masih dibuat saat Nayya sudah memakai sepatu.
"NENG NAYYA!" teriak Imam dari halaman sekolah seraya melambaikan sapu lidi di tangan kanan dan buket bunga di tangan kiri. "SINI!"
Nayya langsung mengerem laju langkahnya, lalu tersenyum samar. Gadis itu menghela napas berat. "Duh, apa lagi ini?"
Nayya tuh sebenarnya lagi buru-buru mau pembekalan materi buat ujian nasional, tapi nggak sopan juga kalau ngacangin pak Imam.
"Pak Imam!" sahut Nayya sedikit berteriak dan berlari menghampiri pria kisaran 60 tahun di seberang sana. "Duh, most wanted sekolah nih. Pagi-pagi udah peluk bunga."
Pak Imam terkekeh kemudian menyenggol tangan Nayya membuat gadis itu tertawa kecil. "Ih si Neng bisa aja. Ini mah buat Neng Nayya."
Nayya mengernyit. "Buat Nayya?" tanyanya ragu.
Imam mengangguk semangat. "Nih," katanya memajukan buket bunga berwarna merah. "Diambil atuh, Neng." Lanjutnya saat melihat gadis itu malah celingak-celinguk kebingungan
"Dari Pak Imam?" tanya Nayya masih setengah hati, tapi akhirnya menerima pemberian Pak Imam. "Makasih banyak loh, Pak."
Belum juga Nayya selesai bicara dengan Pak Imam, tiba-tiba seseorang menarik ranselnya membuat gadis pipi bulat itu terhuyung ke belakang dan memekik kaget.
"Jibrannn," rengek Nayya memutarkan badannya. "Apaan narik-narik? Gue buru-buru nih. Kalau mau ngomongin pensi, nanti aja gue ke kelas lo."
Jibran mendesah kasar. "Siapa yang mau ngomongin pensi emang?" Pemuda itu menaikkan sebelah alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
3PA1 : Classmate
Teen Fiction[FOLLOW YA SEBELUM BACA] 3PA1 itu kelas yang sulit di definisikan. Kelas yang dikenal dengan kelas unggulan ini kaku dan nggak menarik sama sekali. Hingga kelas lain menjulukinya kelas ghaib, karena nggak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Satu kela...