10. Hari Sial
Nayya masih termangu, terduduk di ranjang dengan mata yang yang sedikit terpejam. Gadis berpipi bulat itu kembali mengeratkan selimut di tubuhnya seraya berdesis saat merasakan angin sepoi-sepoi masuk melalui ventilasi kamarnya.
Dengan ogah-ogahan ia melirik jam yang menempel manis di dinding kosannya. Melihat jarum pendeknya sudah di angka enam, Nayya jadi memutar bola matanya malas.
Nayya meraba perban di pelipisnya. "Lama-lama makin nyut-nyutan dah ini," katanya meringis karena lukanya yang kemarin tidak terasa, sekarang malah sepuluh kali lipat lebih sakit.
Malas sekali rasanya hanya untuk berjalan ke kamar mandi saja, padahal beberapa menit yang lalu Nayya sudah wudhu dan melaksanakan ibadah tapi tetap saja belum beradaptasi dengan airnya yang dingin.
Nayya berdiri malas, mengait handuk mandi warna abu-abunya lalu beringsut ke kamar mandi dengan mata yang masih belum ingin terbuka.
Sepuluh menit berlalu, Nayya sudah keluar kamar mandi dengan seragam yang melekat dan handuk yang menggulung menutupi rambut panjangnya. Gadis itu berdiri tegak, menatap pantulan dirinya di cermin.
"Semangat, Nay!" kata Nayya berbicara pada dirinya sendiri.
Gadis yang baru saja memakain cardigan biru itu memaksakan bibirnya untuk tersenyum lebar, gadis itu mengoleskan pelembab dan sedikit bedak bayi. Tak lupa dengan lipbalm agar bibirnya tidak kering.
Nayya mengambil sebuah jam tangan warna merah muda yang tergeletak di meja belajar, lalu ia lingkarkan ke tangannya. Matanya tiba-tiba saja terbelalak saat melihat dari jam tangannya bahwa 20 menit lagi gerbang sekolah akan segera ditutup.
Emang udah jadi kebiasaan manusia ya buat mepet-mepet tuh.
"Mampus!" umpatnya. Gadis itu menyambar tas dan buku-buku di meja belajarnya. Setelah memastikan pintu kamar sudah dikunci, ia langsung terbirit-birit berjalan ke luar kosan sambil memakai sepatunya asal-asalan.
Nayya berdiri di pinggir jalan, belingsatan seperti cacing kepanasan. "Ayo dong ada yang ambil, ..." rengek Nayya terus berusaha mengorder ojek online di handphonenya sambil memakai sepatu yang tadi hanya ia masukan bagian depan saja.
"Ini masa dari tadi di cancel mulu sih?"
Gadis dengan cardigan biru itu mengangkat handphonenya, memandang wajah sesaat, lalu merapikan rambut dengan jemarinya karena belum sempat menyisir di kosan.
Sepertinya, hari ini Dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadanya. Tak ada yang mengambil pesanan Nayya. Ia hanya berharap ada pangeran kuda putih yang menyelamatkannya agar tidak terlambat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
3PA1 : Classmate
Teen Fiction[FOLLOW YA SEBELUM BACA] 3PA1 itu kelas yang sulit di definisikan. Kelas yang dikenal dengan kelas unggulan ini kaku dan nggak menarik sama sekali. Hingga kelas lain menjulukinya kelas ghaib, karena nggak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Satu kela...