14. Peluk Boleh?"Rumah lo dimana?"
Gadis yang sedang mengikat rambutnya itu terkesiap beberapa detik, tangannya langsung ia tempatkan di jantung yang tiba-tiba mencelus karena kaget mendengar suara seorang pemuda tiba-tiba menggema di dalam kelas.
"Bisa ketuk pintu dulu nggak, Mas?" cibir Nayya melengos keras seraya memasukan buku LKS yang selama 10 menit ke belakang digeluti.
Nayya memang masih harus beradaptasi dengan kelas baru. Selain dengan teman baru yang sifatnya berbanding terbalik dengannya, gadis itu juga harus mulai terbiasa dengan materi yang membuat otaknya bekerja sepuluh kali lipat dari biasa.
Seperti contohnya hari ini, Nayya cukup kewalahan saat ulangan harian matematika. Gimana nggak angkat tangan, baru 30 menit aja para penghuni lama sudah bisa menyelesaikan 30 soal dengan sangat baik. Bahkan, nilai paling rendah yang mereka dapat juga 95 dari 100.
"Kenapa belum pulang?"
"Nanya gue?" tanya Nayya seraya menunjuk wajahnya dengan telunjuk, memastikan bahwa orang di depannya ini benar-benar berbicara kepadanya.
"Di kelas ini cuman ada lo," ketus pemuda dengan name tag bertuliskan Sagara di dada kanannya.
"Tumben ngomong baik-baik ke gue." Lagi-lagi Nayya mencibir niat baik Saga, tapi kali ini gadis itu memutar bola matanya malas.
Pemuda itu berjalan mendekat ke arah dimana Nayya sedang kesusahan menarik ritsleting jaket yang sepertinya sudah macet. "Pertanyaan gue masih berlaku."
"Pertanyaan rumah gue dimana atau kenapa gue belum pulang?" sahut Nayya bukannya menjawab, malah melempar pertanyaan kembali ke pemuda itu.
"Rumah lo."
"Kenapa sih?" Nayya jadi memutar tubuh, lalu menyilang kedua tangannya di atas dada. "Mau nganter gue pulang?" godannya dengan senyum penuh arti.
Saga yang mendengar jadi mengerutkan dahi dengan perut yang tiba-tiba ingin gumoh. "Gue sebenernya ada butuh sih sama lo."
"Ish, dateng pas ada butuh doang," cibir Nayya kembali memutar tubuh ke posisi awal.
Pemuda tampan yang akhir-akhir ini sering bersama dengan Nayya itu refleks mengangkat tangan, hendak membantu Nayya menutup jaketnya. Namun, gadis itu yang langsung menepisnya seraya berkata, "gue bisa."
"Makanya gue nanya dulu rumah lo dimana."
Nayya masih belum menjawab apa yang jadi pertanyaan Saga, masih fokus dengan kegiatan menarik ritsleting. "Lo mau pinjol pake alamat gue ya?"
Saga memelotot ke arah Nayya, tak habis pikir dengan otak encer teman barunya itu. "Otak lo mikirnya kejauhan," jawabnya menyentil pelan dahi Nayya membuat gadis berpipi bulat itu mendengus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
3PA1 : Classmate
Teen Fiction[FOLLOW YA SEBELUM BACA] 3PA1 itu kelas yang sulit di definisikan. Kelas yang dikenal dengan kelas unggulan ini kaku dan nggak menarik sama sekali. Hingga kelas lain menjulukinya kelas ghaib, karena nggak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Satu kela...