54. It's Always Been You

5.3K 793 570
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



54. It's Always Been You



Sagara tidak masuk sekolah tanpa kabar membuat Nayya harap-harap cemas. Otaknya dipaksa berpikir perihal beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi.

Gadis itu merapatkan bibir, terus memainkan pulpen seraya memandangi layar handphone-nya yang tak kunjung menyala.

Apalagi, setelah Ara membawa kabar dari Kia, bahwa anaknya sudah berangkat sekolah seperti biasa. Kepala Nayya semakin pusing tidak keruan.

Nayya berdiri untuk kesekian kalinya. Mengacak rambut seraya berjalan bolak-balik gelisah seperti pelicin pakaian. Gadis itu benar-benar menanti bel pulang sekolah segera berbunyi agar bisa bergegas pergi mencari Saga.

Nayya sesekali memijit batang hidungnya pusing. Pikirannya kalut, sudah melanglang buana entah kemana. Gadis itu sangat khawatir jika sesuatu yang tidak diinginkan benar-benar terjadi menimpa Saga.


"NAY, UDAH ADA KABAR?" teriak Citra di ambang pintu, wajah cantik wanita itu sudah sama kalutnya dengan Nayya.

Gadis berpipi bulat itu refleks menoleh kemudian menggelengkan kepala lemas. Saga itu nggak pernah kayak gini sebelumnya.

"Saga nggak lagi ada masalah, kan?"

Rere yang sedari tadi menemani Arthur melacak nomor handphone Saga jadi ikut bersahut.

Arthur memang terbilang jago dalam segala bidang. Mungkin karena ibunya membuat pemuda itu ingin selalu nomor satu dan menguasai banyak hal. Siapa sangka seorang Arthur yang memiliki trauma dalam keluarga ternyata memiliki cita-cita menjadi seorang hacker.

Tapi dalam artian yang baik ya. Arthur tidak ingin jika kemampuannya malah digunakan hal yang buruk-buruk.

"Dari kemarin adem ayem sih bu," jawab Rere.

Rere jadi menoleh ke arah Nayya dengan mengangkat sebelah alisnya. "Sama lo?"

Nayya menggeleng cepat. "Nggak ada."

Citra mengerjap-ngerjap tampak berpikir sebentar. "Kalau ada apa-apa, ibu di kelas 3PA3 ya."

"Iya bu."

Gadis berpipi bulat itu jadi mendekat ke meja Arthur, ikut mengamati perkembangan pemuda itu dalam melacak nomor telepon Saga.

"Ada kemajuan nggak?" tanya Nayya.

Arthur menggeleng lemas. "Kartunya dicopot, Nay."

Nayya mendesah berat. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya dibangku. "Tumben banget sih tu anak."

Radhit tiba-tiba datang dengan sekotak susu coklat dan sebungkus roti di tangannya. Pemuda itu langsung duduk di kursi, menyimpan susu dan roti tadi di meja Nayya.

3PA1 : ClassmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang