47. EMPAT PULUH TUJUH

2.2K 223 171
                                    

WARNING!!! Yang lagi puasa, harap skip atau membaca abis buka aja, wkwk 😅😅

Happy reading guys 🤗🤗🤗

***

Jeong Tae-eul terbangun dari tidurnya. Ia membuka matanya dengan perlahan dan netranya langsung bertatapan dengan netra Lee Gon yang sepertinya sudah memerhatikannya sejak tadi. Ia tersenyum kecil, yang dibalas pria itu dengan senyum lembutnya. Jeong Tae-eul mengalihkan tatapannya ke sekeliling ruangan, berusaha mencari petunjuk mengenai berapa lama dirinya tertidur. Lampu masih menyala dan tirai masih menutupi jendela. Jeong Tae-eul merasa kehilangan orientasi untuk sesaat, ia bertanya-tanya apakah hari masih malam, ataukah sudah berganti dan dirinya telah tertidur cukup lama. Ia ingat bahwa ia kembali dari gereja saat hari menjelang malam. Tapi kemudian Jeong Tae-eul menyadari posisinya yang masih sama seperti saat terakhir kali dirinya tertidur. Artinya hari memang belum berganti dan dirinya belum tidur selama itu.

"Jam berapa sekarang?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Masih jam tiga pagi." Lee Gon menjawab. "Kenapa kau terbangun? Ada yang kau inginkan?" tanyanya kemudian. Ia teringat bahwa saat sebelum dirinya pergi, istrinya itu sering terbangun di tengah malam dan menginginkan sesuatu. Apakah selama dirinya pergi Jeong Tae-eul masih berada dalam kebiasaannya itu? Jika benar, siapa yang memenuhi kebutuhan wanita itu selama dirinya pergi kemarin?

"Tidak. Aku hanya sadar bahwa tidurku lebih nyenyak dari hari-hari kemarin. Dan kemudian aku ingat bahwa kau sudah kembali," kata Jeong Tae-eul.

Lee Gon tersenyum sendu mendengar perkataan wanita itu. "Kau masih suka terbangun di tengah malam dan menginginkan sesuatu saat aku pergi? Siapa yang membantumu mencari yang kau inginkan saat itu?" tanyanya kembali.

Jeong Tae-eul tersenyum. Satu tangannya yang sejak tadi memeluk tubuh Lee Gon terangkat menuju pipi pria itu dan mengusapnya pelan. "Tidak ada yang lebih kuinginkan saat itu selain melihatmu seperti saat ini. Berbaring di sampingku dan menemaniku. Jadi selama kau pergi, tidak ada yang bisa membantuku," jawabnya.

Lee Gon tersenyum sedih. "Maafkan aku," katanya kemudian. "Maaf karena meninggalkan kalian," tambahnya.

Jeong Tae-eul masih tersenyum. Sedangkan matanya sedikit memerah, menahan air mata yang hendak keluar karena mendapati raut wajah sedih suaminya. "Tidak apa. Aku mengerti kau memang harus pergi. Yang penting saat ini kau sudah kembali," katanya.

"Aku yang seharusnya minta maaf padamu. Kata-kataku saat itu sangat keterlaluan. Aku seharusnya tidak mengatakan hal-hal seperti itu," kata Jeong Tae-eul lagi, kali ini ia tak berhasil menahan air matanya lagi. Cairan bening itu mengalir yang dengan segera dihapus oleh Lee Gon. Pria itu mengusap air mata sang istri. Ia tersenyum menenangkan pada wanita itu.

"Tidak apa. Aku mengerti perasaanmu. Pasti berat bagimu membiarkanku pergi saat itu," katanya.

"Tetap saja aku tidak seharusnya mengatakan hal itu. Seharusnya aku tidak meragukanmu. Seharusnya aku mengerti, pasti lebih sulit bagimu meninggalkanku dan anak kita untuk menghadapi kemungkinan adanya perang," kata Jeong Tae-eul lagi.

Lee Gon masih belum menghilangkan senyumnya. "Kalau begitu mari kita saling memaafkan saja untuk saat ini. Kita lupakan apa yang terjadi beberapa waktu terakhir ini. Bagaimana?" tanyanya.

Jeong Tae-eul menatap netra Lee Gon lekat-lekat sebelum akhirnya iapun mengangguk. Lalu Jeong Tae-eul pun menyurukkan wajahnya ke dada Lee Gon, membuat Lee Gon langsung mendekap tubuh wanita itu. Memeluk dan merengkuhnya, berusaha memberinya ketenangan. Mereka terus berada dalam posisi itu selama beberapa saat sebelum kemudian Jeong Tae-eul mengangkat wajahnya kembali, membuat netranya kembali berhadapan dengan netra Lee Gon yang menatapnya dengan hangat. Jeong Tae-eul mengusap bagian di bawah mata pria itu yang berwarna gelap.

Overstepping of The FATE (THE KING : ETERNAL MONARCH 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang