58 - Tamu tak Diundang

16 1 0
                                    

Firash menyetir mobil dengan kecepatan lebih tinggi dari biasa. Pagi ini dia langsung berangkat ke sekolah. Firash tidak bisa menjemput Anara akibat bangun kesiangan dan dia takut akan terlambat jika Anara berangkat dengannya. Firash merutuki dirinya karena itu. Padahal pagi ini seharusnya sudah melepas rindu dengan Anara.

Sejak menelpon Anara saat Rey datang ke rumah gadis itu, Firash tidak bertukar kabar lagi dengan Anara. Weekend kemarin dari pagi sampai sore Firash sibuk membantu bundanya. Malam hari Firash berencana akan mengabari Anara tetapi tidak jadi karena ketiduran akibat capek. Hari ini saja, dia bangun sampai di guyur oleh bunda.

YES.

Firash semangat karena sesampainya di sekolah dia masih punya waktu
untuk bertemu Anara dulu. Firash melesat berlari dari parkiran menuju kelas 11-1. Dia tidak peduli dengan nafasnya yang terengah. Firash melambatkan langkahnya tepat disamping pintu kelas Anara, sekaligus menenangkan nafas. Firash melongokkan kepalanya melihat sedang apa Anara. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum saat melihat Anara yang sedang menulis dan yang terpenting adalah Anara mengabaikan Rey yang duduk tepat disampingnya padahal sedang menatap terang-terangan. Tanpa membuang waktu lagi, Firash masuk dengan tenang.

“Liat deh kak Firash, kok gitu yah.”

“Iya bener. Kok agak gimana ... gitu.”

“Untung mukanya ganteng. Jadi agak ketolong.”

Anara yang mendengar desas-desus  tentang Firash mendongakkan, melihat ke depan kelas. Dilihatnya Firash sedang tersenyum. Anara tersenyum juga sebagai balasan. Dia mengamati Firash dari atas sampai bawah, lalu menundukkan kepalanya menyembunyikan kekehan karena melihat sesuatu yang tidak seperti biasa. Anara menengok karena Kanza menoyor pundaknya.

“Pacar lo kok gitu hari ini?” bisik Kanza.

“Dia buru-buru kayaknya. Jangan singgung tentang apa-apa. Biar gue aja yang bilangin baik-baik. Kasih tau Oci, Nanda juga.”

Kanza mengangguk, lalu berbalik. Anara menenangkan dirinya, setelah yakin aman. Dia duduk dengan benar kembali.

“Pagi.” sapa Firash riang.

“Pagi.”

“Kamu udah lama sampe?”

“Lumayan.” jawab Anara singkat. Matanya lalu menatap penampilan aneh Firash dan langsung menundukkan kepala karena ingin tertawa.

Melihat itu, Firash mengernyit. “Kamu kenapa nunduk? Sakit?” serunya khawatir.

Anara menggeleng.

Firash berjongkok. “Beneran kamu nggak kenapa-napa? Kalo sakit, kita ke dokter sekarang.”

Mendengar suara Firash yang berasal dari samping, Anara menghentikan tawanya, lalu menengok ke samping. “Maaf kalo aku lancang. Kak Firash salah ngancingin baju. Mumpung lagi jongkok, benerin dulu kancing bajunya.” Anara berbisik parau.

Firash melihat baju dan seketika itu wajahnya berwarna merah karena malu. Firash membenarkan kancing bajunya, lalu mendongakkan menatap Anara yang ternyata sedang menutup mulutnya dengan bahu yang bergetar, tanda bahwa gadis itu sedang tertawa. “Pantesan tadi pas kamu senyum langsung nunduk. Ternyata ketawain aku. Enak yah pagi-pagi udah dapet hiburan.”

“Maaf. Abisnya Kakak keliatan polos-polos lucu gitu. Justru aneh kalo aku gak ketawa.”

“Jadi maksud kamu aku harus malu dulu kalo mau dibilang lucu.”

“B-bukan gitu kak. Maksudnya...“

“Udah, lupain aja.” Firash berdiri dan mengusap bajunya. “Sekarang kan udah bener pake bajunya.”

PRAETERITA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang