57 - Murkanya Alfano

19 0 0
                                    

"Ra."

"Hm..."

"Masih suka bangun malem?" tanya Kanza yang sekarang menatap Anara.

Anara menengok. "Masih."

"Emang nggak bisa lo tidur sampe pagi?"

"Buat sekarang, nggak bisa." Anara menggeleng. "Tidur sampe tengah malem aja udah bersyukur, Za."

"Kenapa nggak bangunin gue sekali-kali buat nemenin?"

"Gak perlu Za. Gue gak mau nyusahin." jawabnya jujur. "Lagian akhir-akhir ini kak Firash suka nemenin tengah malem. Waktu bangun gue jadi berkurang karena itu." lanjutnya memberitahu.

"Bagus. Nambah satu lagi nilai plus kak Firash."

"Ya ... begitulah."

"Bakal lebih bagus lagi, kalo lo sama kak Firash gak bangun malem. Terutama lo." lirih Kanza tulus. Anara dengan pola tidurnya yang masih jadi masalah tanpa menemukan solusi.

"Do'a-in aja. Semoga gue bisa normal."

"Selalu, Ra." sahut Kanza. "Apalagi soal kemungkinan insiden yang bakal lo hadapi ke depannya. Gue selalu berharap supaya hal itu bisa hilang total. Atau sekalipun dialami, dampaknya nggak terlalu buruk."

"Gue juga berharap yang sama, Za. Buat sekarang, gue cuma bisa berdo'a dan berusaha tentang itu. Kita bisa tau hasilnya di masa depan nanti."

"Sipp. Gue tunggu." Kanza semangat. "Betewe. Rey masih ganggu?" tanya nya kemudian.

"Masih. Tapi gak segencar dulu."

"Bagus dong."

Anara menggeleng. "Dari yang gue tau, Rey yang diem justru lebih berbahaya. Dulu aja gue pernah punya pacar yang rese dan Rey nanggepinnya santai. 2 hari kemudian, tau-tau pacar gue minta putus karena disuruh Rey katanya. Pas gue tanya langsung, Rey cuma senyum miring. Dan sekarang, situasinya beda. Hubungan yang baru kali ini coba gue perjuangin, terancam ketenangannya."

"Serem juga si Rey itu. Dia bukan psychopat kan? Dia gak bakal nyakitin lo kan?"

Anara tersenyum. "Bukan, Za. Rey kalo udah nekad tentang sesuatu bakal ngelakuin apapun buat dapetin nya. Jadi agak horor gitu. Tapi gue percaya, dia gak akan berani nyakitin gue."

Kanza mengangguk-anggukan kepala. "Sweet juga ternyata. Tapi sayang, sifat pemaksanya nyeremin."

"Kalo sama orang yang disayang, sifatnya itu gampang buat di luluhin Za."

Kanza menggerlik jail. "Lo paham banget karakter dia. Curiga gue. Jangan-jangan lo ada ehem-ehem?"

Anara menampar bahu Kanza. "Jangan ngomong aneh-aneh, Za. Kedengeran kak Firash, gue yang ribet nanti. Lo mau komitmen gue batal tengah jalan?"

"Nggak dong." seru Kanza cepat. "Gue, Oci sama Nanda udah seneng karena gak perlu ngadepin keluhan mantan-mantan lo." lanjutnya.

"Hehe. Sorry karena nyusahin." seru Anara sambil nyengir. "Surat cinta kolong meja gue apa kabar?" lanjutnya bertanya.

"Berkurang. 3 surat paling banyak perhari. Seperti biasa, gue bakal nyetorin ke lo setiap minggu." jawab Kanza. "Oh iya. Pagi ini gue bawa surat itu. Ada di tas gue yang masih di mobil."

"Makasih." seru Anara riang. "Kalo di pikir-pikir, gue kesannya kayak temen kurang ajar. Surat cinta aja sampe ngerepotin kalian."

"Gak gitu lah. Awalnya juga kita-kita yang maksa buat lakuin ini."

"Lakuin apa?" celetuk Nanda yang ternyata sudah berdiri di samping Kanza sambil menyerahkan minuman.

"Beres-beres surat cinta." jawab Kanza setelah membuka tutup botol. "Makasih buat minum nya." ucapnya lalu menegak minuman tersebut.

PRAETERITA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang