37 - Kebersamaan Terakhir

18 2 0
                                    

"Yang rajin mengunjungi Bunda, ya?"

"Iya."

Bunda melerai pelukan, lalu mengusap kepala Anara dengan sayang. "Jangan bosan jadi pacar Firash. Kalau perlu sampai menikah. Dan nanti lanjut lagi jalin kisah baru yang lebih dewasa."

Anara tidak menggeleng ataupun mengangguk. Gadis itu hanya tersenyum tipis. "Kalo Anara gimana yang di atas aja. Yang namanya jodoh kan nggak akan kemana. Sama siapapun itu, berarti yang terbaik."

"Tenang aja, Bun." Firash tiba-tiba buka suara. "Firash akan berusaha sekuat tenaga buat jadiin Anara jodoh Firash. Yang berarti dia akan jadi menantu, istri dan ibu dari cucu-cucu Bunda nanti." lanjutnya riang.

"Kamu ini. Sudah di bilang jalani sekolah dengan benar dan tata dulu masa depan dengan baik dan matang." protes Ayah.

"Ayah yakin, gadis seperti Anara ini banyak yang menginginkan. Nanti, katakanlah kamu melamar Anara dengan cinta, mana mau dia. Kalau ada yang mapan akan segala hal. Baik dari harta dan kepribadian, Anara tentu akan memilih orang itu. Karena cinta tidak mendatangkan kebutuhan, terutama materi."

"Itu juga tenang aja, Ayah. Firash udah mempersiapkan." sahut Firash tak gentar. "Gak inget peringkat paralel UTS kemaren Firash masuk 10 besar. Itu adalah langkah awal yang baik, Ayah. Dan ke depannya, nggak akan susah."

"10 besar aja belagu. Nggak inget kemaren pacar kamu ini juara 1. Jangan sombong di depan yang lebih baik, Firash. Malu." hardik Bunda.

"Nggak pa apa Bun. Kak Firash emang suka gitu. Udah di maklum." sahut Anara tenang.

"Udah ah, ngobrolnya. Firash mau anter Anara pulang. Takut kemaleman. Ini aja udah lewat waktu isha." gerutu Firash.

Ya. Sejak pertama datang tadi siang, Anara masih di kediaman Firash. Dengan kata lain, ia belum pulang. Padahal, seharusnya, sejak sore ia sudah di rumah. Karena Andrio dan Alfano sudah pulang dari urusan bekerja. Dan sudah sewajarnya pula, ia pulang di waktu itu mengingat sudah datang sejak Dzuhur. Tapi, hal itu tidak terjadi. Karena Bunda masih ingin berbincang dengan Anara. Bahkan inginnya, Anara menginap supaya bisa terus mengobrol hingga larut malam. Anara yang tidak tega, memutuskan untuk meminta izin. Hasil yang di dapat adalah ia boleh tinggal sampai malam. Dan sekarang, waktu malam itu telah tiba.

"Alah, bilang aja kamu ingin kabur karena merasa terpojok oleh kita bertiga."

"Tahu kamu, dasar tukang ngeles."

"Ngeles ataupun bukan, pokoknya Firash harus anter Anara pulang ke rumahnya. Kalo nggak ..."

Firash menyentuh tulang pipi yang masih membiru. "Bisa nambah ini lebam. Bahkan bisa nggak berbentuk mukanya. Firash kan udah cerita, kalo sodara Anara itu berantemnya jago."

"Iya, iya, baiklah. Silahkan kamu bawa Putri Bunda pulang." sahut Bunda akhirnya.

"Ya udah kalo gitu. Firash berangkat."

Firash menyalami Ayah dan Bunda. Setelahnya, Anara melakukan hal yang sama.

"Anara pamit ya Bun, Om. Terimakasih atas sambutan hangatnya. Anara seneng bisa kenalan sama sepasang orang tua seperti kalian."

"Ya ampun, makin nggak rela kamu pulang." Bunda memeluk Anara erat sekali lagi, lalu setelahnya mencium puncak kepala gadis itu dengan sayang. "Inget ya, yang rajin berkunjung."

Anara mengangguk. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Dari tempatnya, Ayah dan Bunda memperhatikan Anara dan Firash dengan senang. Senyum mereka merekah, melihat sepasang remaja yang berinteraksi manik. Entah apa yang di perbincangkan. Tapi, Firash tiba-tiba merenggut, lalu kembali tersenyum ketika Anara mengusap kepalanya. Kemudian tak lama Anara menyodorkan kepalan tangan, yang malah di sambut kekehan oleh Firash. Dua interaksi manis itu selesai ketika keduanya masuk ke dalam mobil.

PRAETERITA [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang